Krisis Pendidikan Karakter, Hanya Sebatas Nilai Sikap

Pendidikan sejatinya bertujuan untuk menjadikan seseorang belajar agar menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan di Indonesia dalam UU No. 20 tahun 2003 yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun, belakangan ini sering terjadi adanya penyelewengan karakter di kalangan siswa terhadap seorang guru. Mirisnya, pada awal bulan November sempat beredar unggahan video di Instagram yang menontonkan tindakan siswa SMK di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang menjahili seorang gurunya hingga guru tersebut terlihat emosi dan membalas tindakan muridnya yang tidak pantas lagi disebut sebagai seorang pelajar.

Hal tersebut juga berkaitan dengan jargon yang dibawa oleh Presiden Jokowi yaitu revolusi mental. Jika menilik dari definisinya revolusi berarti perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung cepat dan menyangkut dasar kehidupan masyarakat sedangkan mental adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan watak atau batin manusia. Lantas, apakah perubahan kebudayaan masyarakat seperti sekarang yang diharapkan dalam revolusi mental tersebut.

Dilihat dari permasalahan tersebut, sekolah merupakan salah satu lembaga yang menjadi wadah dalam mewujudkan revolusi mental. Salah satunya melalui kegiatan pembelajaran ketika berada di sekolah. Dalam setiap proses pembelajaran pasti terdapat penilaian sikap dari guru terhadap tingkah laku siswanya.

Bacaan Lainnya
DONASI

Terlebih, sejak diterbitkanya kurikulum 2013 sangat digembor-gemborkan mengenai pendidikan karakter, tentang bagaimana cara untuk menilai sikap siswa selama berada disekolah. Dalam kurikulum 2013 terdapat 18 nilai karakter versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang diterapkan, antara lain: religus, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, gemar membaca, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Namun, hasil dari program pendidikan karakter yang digadang-gadang dapat menjadikan sebuah revolusi mental tersebut hanya dilihat dari tinta diatas kertas yang mana artinya sebuah sikap tersebut hanya dilihat dari nilai yang tertulis dalam rapor siswa. Akan tetapi, dalam kenyataanya pendidikan karakter yang dimasukan dalam proses pembelajaran tidak benar-benar terealisasikan dengan penuh pada siswa.

Maka dari itu, jika mengacu pada tujuan pendidikan Indonesia yaitu lebih untuk menjadikan manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Maka, sekolah sebagai lembaga yang memiliki peranan penting dalam membentuk manusia sesuai tujuan pendidikan harus segera berbenah dalam penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran agar pendidikan karakter pencapaian dari program tersebut tidak hanya dilihat sebatas nilai yang tertulis pada rapor siswa akan tetapi juga dapat masuk dalam diri siswa tersebut dan diterapkan dalam kehidupan kesehariannya agar tujuan pendidikan Indonesia dapat tercapai dan jargon revolusi mental bukan hanya kata-kata kosong belaka.

Achmad Fairuzza Dailami
Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UNNES

Baca juga:
Pendidikan Karakter Pada Era Digital
Pendidikan Perdamaian dan Anti Kekerasan di Media Sosial
Alternatif Pendidikan Bagi Generasi ‘Alpha’ Ditinjau dari Perspektif Humanistik

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Komentar ditutup.