Cara Pandang terhadap Difabel dalam Anime ‘A Sign of Affection’ dan di Indonesia

‘A Sign of Affection’ merupakan salah satu animasi asal Jepang yang cukup digandrungi awal tahun ini. ‘A Sign of Affection’ merupakan adaptasi komik karya Suu Morishita yang mulai ditayangkan sejak Januari hingga Maret 2024. Anime ini memiliki 12 episode yang menceritakan seorang penyandang disabilitas yang bernama Yuki.

Suu Morishita pun melakukan riset agar tidak salah dalam menggambarkan seorang tunarungu dan bahasa isyarat. Tidak hanya membuat penonton gemas dengan romantisme, banyak pelajaran lain mengenai disabilitas yang dapat diambil.

‘A Sign of Affection’ sendiri memiliki judul Indonesia, yaitu ‘Cinta dan Isyarat’. Judul ini cukup menggambarkan bagaimana Yuki menyampaikan perasaannya pada orang-orang di sekitar melalui bahasa isyarat. Yuki adalah seorang tunarungu yang sudah tidak bisa mendengar sejak lahir. Pada kehidupan sehari-harinya, ia memakai alat bantu dengar. Pemakaian alat bantu dengar juga menjadi tanda agar orang di sekitarnya mengetahui kondisinya.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca juga: Manusia Baru di Semesta: Perjalanan Menuju Robot yang Menyamai Manusia

Komunikasi Yuki dengan teman-temannya cukup dipermudah dengan teknologi, khususnya ponsel. Biasanya, ia mengobrol dengan teman dekatnya melalui chat. Yuki akan menggunakan bahasa isyarat dengan orang-orang yang dapat memahaminya, seperti teman-teman masa kecilnya.

Cara Pandang Human Rights Model dan Social Model

Beberapa cara pandang terhadap disabilitas terlihat dalam anime ‘A Sign of Affection’, yaitu human rights model dan social model. Human rights model membicarakan tentang hak-hak seorang difabel sebagai warga negara yang tentunya juga memiliki hak yang sama seperti warga non-difabel.

Sementara itu, social model menganggap bahwa permasalahan yang dialami oleh seorang difabel berasal dari hal-hal di luar individu tersebut, seperti masyarakat yang mungkin kurang peduli, fasilitas yang kurang memadai, dan lain-lain. Adegan-adegan dalam anime ini menunjukkan bagaimana hak penyandang disabilitas, serta permasalahan yang umumnya dialami oleh penyandang disabilitas.

Human Rights Model dan Social Model dalam Anime ‘A Sign of Affection’

Yuki adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas. Berdasarkan hal tersebut saja, kita dapat melihat adanya human rights model, yaitu penyandang disabilitas berhak mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Selain itu, sikap dari orang-orang di sekitar Yuki pun memperlihatkan adanya pandangan human rights model. Dapat dikatakan bahwa karakter-karakter dalam anime ‘A Sign of Affection’ sangat inklusif, terlihat dari bagaimana mereka begitu memperhatikan keadaan Yuki. Namun, pada anime ini, tunarungu cukup sulit mengakses sektor pekerjaan. Penolakan-penolakan tidak dapat dihindari.

Sementara itu, berbagai permasalahan juga dialami oleh Yuki. Beberapa di antaranya adalah fasilitas transportasi yang kurang ramah difabel, sehingga ia pun merasa kebingungan dengan situasi yang terjadi.

Terdapat pula orang-orang yang kurang aware dengan keadaan Yuki yang memakai alat bantu dengar. Mereka tetap berbicara secara cepat, bahkan ada yang memakai masker. Hal tersebut menjadi tanda bahwa permasalahan yang dialami oleh seorang penyandang disabilitas berasal dari hal-hal di sekitarnya.

Baca juga: Menggugat Ketidakadilan: Realitas Permukiman Kumuh dan Tantangan Kemanusiaan

Human Rights Model di Indonesia

Indonesia sendiri sudah memiliki perundang-undangan yang turut memperjuangkan hak-hak difabel sebagai warga negara, yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Penjelasan mengenai kondisi penyandang disabilitas dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dipenuhi sudah tertera dalam peraturan negara, salah satu poinnya berbunyi “Bahwa untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundang undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya”.

Dapat dilihat bahwa difabel dan warga non-difabel seharusnya memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek, baik pendidikan, pekerjaan, kesehatan, akomodasi, dan lain-lain. Namun, bagaimana perwujudannya di Indonesia?

Saat ini, penyandang disabilitas dapat mengakses pendidikan perguruan tinggi. Sebagian besar universitas membuka pendaftaran untuk mahasiswa/i difabel, baik negeri maupun swasta, seperti Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Sebelas Maret, dan lain-lain.

Namun, tidak semua difabel dapat mengakses pendidikan. Data dari Bank Dunia pada 2021 menunjukkan bahwa hampir 30 persen anak difabel di Indonesia tidak dapat mengakses pendidikan (dikutip dari lingkarsosial.org).

Selain pendidikan, aksesibilitas difabel pada kesehatan dan pekerjaan masih kurang. Pada sektor kesehatan, terdapat 73,2 persen penyandang disabilitas memiliki jaminan kesehatan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2020 (dikutip dari lingkarsosial.org).

Teman penulis pernah bercerita, bahwa untuk memanggil ambulans saja memakan waktu yang sangat lama. Terlebih lagi, apabila tidak memiliki jaminan kesehatan, mereka akan semakin sulit mengakses kesehatan.

Pada sektor pekerjaan pun, difabel sangat sulit untuk menjadi tenaga kerja. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2020, terdapat 9% dari 8 juta penyandang disabilitas yang dapat mengakses pekerjaan.

Sama halnya dengan yang terjadi pada anime ‘A Sign of Affection’, ekonomi yang inklusif belum terwujud dengan baik. Padahal, difabel berhak menempati berbagai sektor pekerjaan dengan posisi yang dapat ditekuni oleh mereka.

Social Model di Indonesia

Kesulitan yang dialami oleh difabel di Indonesia dapat dipandang dari social model. Salah satunya adalah fasilitas khusus difabel. Masih ada beberapa tempat umum yang fasilitas difabelnya tidak sesuai ketentuan, bahkan tidak memiliki fasilitas difabel, baik di kampus, transportasi, maupun tempat bekerja.

Misalnya,  guiding block di trotoar yang terkadang terputus, mengarah ke pohon, atau malah mengarah ke selokan. Tentunya hal tersebut menyusahkan tunanetra untuk melakukan mobilisasi secara mandiri.

Selain fasilitas, social model juga dapat memotret masyarakat yang kurang peduli atau masih awam tentang kebutuhan difabel. Mereka dieksklusikan karena memiliki cara hidup yang sedikit berbeda, seperti dijauhi atau didiskriminasi. Berkaitan dengan human rights model, mereka berhak mendapatkan perlakuan yang baik dari siapapun.

Salah satu contoh permasalahan yang terjadi di Indonesia pun hampir sama seperti dalam anime ‘A Sign of Affection’. Menurut Hendradi (2024), di sebuah puskesmas, dokter tidak melepas masker saat memeriksa pasien yang tuli. Mereka juga sulit untuk mengetahui bahwa nama mereka dipanggil.

Kesulitan-kesulitan tersebut bukan dikarenakan difabel yang memiliki kekurangan, melainkan infrastruktur dan masyarakat yang masih kurang dalam penginklusian penyandang disabilitas.

Baca juga: Review One Piece: Anime yang sampai Sekarang Masih Ramai Jadi Topik Perbincangan

Penutup

Human rights model dan social model sama-sama mengedepankan hak-hak difabel sebagai makhluk sosial yang perlu berbaur dalam berbagai ruang sosial. Baik dalam anime maupun kehidupan nyata, saat ini penyandang disabilitas masih sering memiliki kesulitan untuk turut terlibat di ranah publik.

Inklusivitas terhadap penyandang disabilitas menjadi hal yang sangat penting untuk terus dijunjung. Kita harus memperlakukan difabel sama seperti orang yang non-difabel. Tidak ada salahnya mempelajari kehidupan penyandang disabilitas untuk lebih memahami apa yang sedang mereka hadapi.

Penulis: Wilda Aisyah Fidelma

Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Brawijaya

Editor: Anita Said

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

7 Fakta Aksesibilitas 28 Juta Penyandang Disabilitas di Indonesia. Lingkar Sosial. 7 Januari 2024. https://lingkarsosial.org/7-fakta-aksesibilitas-28-juta-penyandang-disabilitas-di-indonesia/. Diakses  8 Juni 2024.

Hendradi, A. A. (2024). Difabel dan Akses terhadap Layanan Kesehatan. Solider News, 16 Maret 2024. https://solidernews.com/difabel-dan-akses-terhadap-layanan-kesehatan/. Diakses  8 Juni 2024.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran RI Nomor 5871. Sekretariat Negara. Jakarta.

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI