Dampak Implementasi Kurikulum Merdeka (Kurikulum Prototipe) terhadap Pembelajaran Ekonomi

Pendidikan
Ilustrasi: Pixabay.com

Secara umum, pengertian guru adalah seseorang yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dari pengertian di atas dapat diartikan guru tidak hanya mengajarkan pendidikan formal, tapi juga memberi pendidikan dalam hal lainnya juga menjadi sosok yang bisa diteladani oleh para siswanya.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Implementasi Kurikulum Merdeka, Akankah Berjalan secara Optimal?

Dalam hal ini peran guru sangat penting dalam proses menciptakan generasi penerus yang berkualitas, baik secara intelektual maupun akhlaknya. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya juga harus ditopang dengan kurikulum yang berkualitas. Karena nantinya kurikulum akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan ke depannya.

Menurut Mendikbudristek Nadiem Makarim, Kurikulum Merdeka merupakan sebuah konsep pembelajaran yang bertujuan mendalami dan mengembangkan minat serta bakat masing-masing anak. Ia mencontohkan, dua siswa di kelas yang sama, bahkan di keluarga yang sama, bisa jadi memiliki minat yang berbeda.

Di Indonesia, Kurikulam Merdeka diterapkan melalui keputusan Mendikbudristek Nomor 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka pemulihan pembelajaran pasca pandemi Covid-19.

Setidaknya ada tiga pilihan yang diberikan oleh peraturan ini pada Satuan Pendidikan (SP) dalam proses Implementasi Kurikulum Merdeka sendiri.

Tiga pilihan tersebut adalah dengan tetap menjalankan Kurikulum 2013 dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) secara penuh, Kurikulum 2013 dengan KI KD yang disederhanakan, serta Kurikulum Merdeka.

Kurikulum Prototipe memiliki fokus kuat dalam pengembangan karakter, materi esensial, serta fleksibilitas perancangan kurikulum sekolah dan penyusunan perencanaan pembelajaran. Penerapan kurikulum Prototipe pada jenjang SMA akan menghilangkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.

Kelas X SMA akan mendapat sajian mata pelajaran yang sama dengan jenjang SMP, sedangkan pada kelas XI dan XII akan mendapat sajian mata pelajaran kombinasi sesuai dengan kemampuan dan cita-cita siswa.

Melihat uraian tersebut, mata pelajaran ekonomi akan mendapat keuntungan yang sangat besar bila Kurikulum Prototipe benar akan diterapkan.

Baca Juga: Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka

Keuntungan tersebut berupa sajian mata pelajaran lebih kontekstual dengan pengutamaan esensial dalam materi pembelajaran serta fleksibilitas dalam penyusunan pembelajaran.

Jika dilihat dari jam pelajaran nantinya, jam pelajaran di kelas X akan banyak terpotong dengan dihapuskannya jurusan pada kelas ini. Dalam kurikulum sebelumnya mata pelajaran ekonomi memliki alokasi waktu 4 kali JP dalam satu minggu.

Bila Kurikulum Merdeka ini diterapkan, maka alokasi mata pelajaran sejarah hanya 2 JP dalam satu minggu. Hal ini akan berdampak pada jam guru PNS atau GTT yang diharuskan mengajar 24 jam sebagai syarat gaji dan tunjangan profesi yang akan didapat. Penerapan kurikulum ini akam berdampak pada lulusan S1 pendidikan Ekonomi yang akan semakin sedikit dalam menerapkan ilmunya.

Selain itu, fasilitas pendidikan yang ada di Indonesia masih belum merata. Misalnya saja di kota-kota besar sarana dan prasarana pendidikan di sana sudah sangat maju. Sedangkan di desa-desa hanya mengandalkan sarana dan prasarana seadanya.

Bukan hanya masyarakat di desa saja yang masih tertinggal pendidikannya. Daerah-daerah di Indonesia timur bukan hanya sarana dan prasarana yang kurang tapi juga kurangnya tenaga pengajar sehingga sekolah-sekolah di sana masih membutuhkan guru-guru dari daerah-daerah lain.

Walaupun ada warga negara Indonesia yang tinggal di kota-kota besar tapi karena mereka termasuk ke dalam warga negara yang kurang mampu sehingga mereka tidak bisa merasakan pendidikan.

Dapat diambil kesimpulan bahwa kurikulum ini belum sebaiknya diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena pemerataan pendidikan di Indonesia belum tercapai, selain sarana dan prasarana yang belum memadai, di berbagai daerah-daerah juga kesadaran masyarakat Indonesia tentang pendidikan masih kurang. 

Padahal, pemerataan pendidikan sangatlah penting. Padahal telah banyak cara yang ditempuh agar pendidikan merata di setiap daerah. Tentunya, kita semua berharap bahwa Indonesia menjadi negara yang memiliki SDM berkualitas, berpendidikan, serta berpotensi.

Penulis: Ahmad Fauzi
Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI