Pandemi Covid-19 dengan segala kebijakan mengenai sistem pendidikan telah sukses mencerdaskan si cerdas dan meninggalkan yang tertinggal. Di saat yang seperti ini, sudah menjadi kewajiban kita semua untuk menjaga kesehatan dengan baik bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk orang-orang di sekitar.
Atas hal tersebut, ada banyak sekali upaya-upaya masyarakat dalam mewujudkan kondisi lingkungan yang sehat dengan harapan agar bisa segera menghilangkan rasa muak atas pandemi Covid-19. Salah satu faktor penting dalam suatu negara yaitu mengenai pendidikan.
Pendidikan di masa pandemi Covid-19 mengalami dampak yang begitu besar sehingga seluruh sektor yang berhubungan dengan dunia pendidikan harus bisa segera menyesuaikan dengan keadaan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggapi hal tersebut mulai dari membiasakan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dengan daring, memberikan subsidi kuota kepada pelajar dan mahasiswa, sampai sistem kegiatan belajar mengajar hybrid yaitu menggabungkan kegiatan belajar mengajar daring dengan kegiatan belajar mengajar luring.
Seiring dengan berjalanya waktu, banyak media yang menyediakan video pembelajaran secara gratis yang bisa di akses dengan internet. Namun hal tersebut sama sekali tidak berpengaruh kepada anak-anak yang berada di daerah tertinggal.
Pandemi Covid-19 pada awal tahun 2020, menjadi awal hilangnya proses belajar mengajar pada sekolah formal di pelosok daerah. Jelas terasa bahwa Indonesia pada saat itu benar-benar belum siap akan perubahan dikarenakan hampir seluruh anak yang bersekolah di pelosok, dipaksa untuk sama sekali tidak bersekolah karena kurangnya akses internet, teknologi dan juga ekonomi yang menyebabkan mereka tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring.
Baca Juga: Pencegahan Penyebaran Wabah Covid pada Sekolah Tatap Muka Melalui Kegiatan Fungame
Bahkan sampai saat ini, walaupun sudah diperbolehkan melakukan kegiatan secara luring dengan bergantian, tetap saja bagi masyarakat yang belum bisa mengakses pendidikan secara daring, mereka menjadi di anak tiri kan karena tidak sama dengan masyarakat yang lainnya dalam hal mengakses pendidikan.
Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1945 mengatakan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut. Hal tersebut bertolak belakang dengan kenyataan yang ada di daerah pelosok.
Pandemi Covid-19 layaknya liburan yang amat panjang bagi anak-anak di daerah. Sekolah mereka terpaksa menghentikan kegiatan belajar mengajar dan hanya sesekali guru yang memberikan tugas lewat aplikasi “WhatsApp” kepada orang tua siswa. Itu pun hanya sebagian yang dapat melakukan hal tersebut. Mirisnya, semakin pelosok daerah maka ada sekolah yang benar-benar tidak melakukan kegiatan belajar mengajar.
Sebagai contoh, saya adalah mahasiswa yang sempat mengadakan kegiatan pengabdian di daerah yang cukup tertinggal. Ada banyak sekali anak-anak di daerah tersebut yang antusias ketika kami mengadakan kegiatan belajar mengajar non formal.
Banyak di antara mereka yang berkata bahwa mereka sudah lama tidak belajar di sekolah dan tidak ada materi atau tugas yang diberikan kepada mereka. Mereka tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring dikarenakan keterbatasan ekonomi sehingga mereka tidak bisa membeli gawai atau laptop.
Walaupun mereka bisa membeli, akses internet di daerah tersebut cukup sulit. Hanya ada beberapa lokasi yang terdapat akses internet yang cukup. Atas kondisi tersebut, banyak sekolah yang menghentikan kegiatan belajar mengajar secara luring atau pun daring.
Baca Juga: Fasilitas yang Unggul untuk Pendidikan yang Unggul
Kondisi yang sangat berbeda dirasakan pada anak-anak yang tinggal di perkotaan. Seluruh program pemerintah mengenai pendidikan dimasa pandemi, hampir secara keseluruhan dapat mereka rasakan dan gunakan, mulai dari subsidi kuota untuk belajar, sampai dengan pelatihan-pelatihan online yang bisa di akses dengan internet secara gratis. Sepertinya semua bantuan-bantuan tersebut memang hanya diperuntukkan bagi mereka dan meninggalkan anak-anak yang tidak dapat merasakan bantuan tersebut.
Ketimpangan akan pendidikan begitu terasa selama pandemi Covid-19 antara perkotaan dengan kondisi di daerah pelosok. Pemenuhan akan hak dan kewajiban sebagai warga negara menjadi sengat sulit bahkan untuk sekedar pendidikan dasar. Oleh karena itu, seperti yang saya tulis di awal tulisan ini, bahwa hak pendidikan yang mengganjal yang menjadikan si cerdas semakin cerdas dan meninggalkan yang tertinggal.
Pembangunan dan akses pendidikan yang belum merata, menjadi faktor utama atas terjadinya ketimpangan ini. Pemerintah seharusnya tidak menyamaratakan kebijakan di setiap daerah mengingat banyak daerah yang masih tertinggal dan berbeda dengan daerah perkotaan.
Bentuk bantuan dan program yang diberikan guna mengganti kegiatan belajar mengajar luring pun harus di bedakan seperti memberikan bantuan teknologi untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah pelosok, memberikan pelatihan cara melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring, serta memastikan setiap daerah dapat merasakan akses internet dengan baik.
Pandemi Covid-19 akhirnya menjadi ajang munculnya banyak ketimpangan-ketimpangan di Indonesia yang sekaligus membuka aib bahwa belum sempurnanya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan. Besar harapan saya, dengan pengoptimalan sistem pendidikan di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) menjadi jawaban dan solusi atas keadaan yang telah terjadi sejak awal pandemi Covid-19 di dunia pendidikan Indonesia.
Baca Juga: Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Supervisi untuk Mencapai Kualitas Pendidikan Nasional
Tentunya ini semua tidak akan menjadi optimal jika semua pihak tidak bekerja sama mulai dari pelajar, pemerintah, tenaga pengajar sampai yang terkhusus peran dari para orang tua. Dimana dorongan dari mereka lah yang paling terpenting agar menumbuhkan kiat belajar untuk menggapai mimpi yang mereka cita-citakan. Dimana, jika motivasi mereka sudah tumbuh akan mudah sekali mendorong mereka tetap fokus terhadap tugasnya dalam hal belajar dengan giat.
Saat ini para pelajar di daerah sudah melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka walaupun secara bergantian. Mereka diharusnya mengejar ketertinggalan yang cukup lama dan ini menjadi tantangan tidak hanya bagi mereka, tetapi juga bagi pihak sekolah dan tenaga pendidik.
Sudah saatnya kita dan berbagai elemen masyarakat memanfaatkan momentum adaptasi kebiasaan baru (AKB) ini sebagai kesempatan untuk mengejar ketertinggalan. Pemerintah memiliki andil besar dalam pengoptimalan pendidikan di masa adaptasi kebiasaan baru ini.
Bisa disimpulkan bahwa kondisi pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi dunia pendidikan di Indonesia. Banyak anak yang tidak biasa dengan sistem pembelajaran daring sehingga ilmu yang di dapat kurang optimal. Dampaknya banyak anak-anak yang secara keilmuan tertinggal dengan anak – anak di daerah lain.
Perubahan semangat belajar anak pun terjadi pada beberapa anak di daerah, dikarenakan mereka sudah terbiasa dengan kegiatan yang mereka lakukan selama pandemi. Diperlukannya kebijakan mengenai pendidikan yang bisa menyesuaikan kondisi di setiap daerah.
Sehingga proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan baik dan anak dapat menerima ilmu dengan lebih baik. Meskipun pandemi Covid-19 mempunyai dampak yang sangat besar, tetapi mari kita bersama-sama semangat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Rachma Maulidya Assyfa
Mahasiswa UIN Syarif Hidatullah Jakarta