Disabilitas sebagai Objek Inspiratif pada Tayangan Televisi

Disabilitas
Ilustrasi Disabilitas (Sumber: Photo by alexandre saraiva carniato: https://www.pexels.com/photo/man-sitting-on-a-wheelchair-3044630/)

Menyaksikan program televisi merupakan kegemaran setiap orang. Dari siaran hiburan, berita hingga adanya tayangan hiburan sosial melalui kisah peduli sosial terhadap sesama manusia.

Tayangan peduli sosial ini biasanya ditayangkan di sela-sela program hiburan lainnya untuk menarik simpati para penonton.

Dalam penayangan program tersebut, apakah Anda pernah menyaksikan tayangan program peduli sosial terkadang menayangkan bagaimana susahnya kehidupan seorang penyandang disabilitas yang hidup secara prihatin dalam kesehariannya?

Bacaan Lainnya
DONASI

Dimulai dari rumah yang usang, kesusahannya penyandang disabilitas dalam berkegiatan sehari-hari hingga susahnya menjadi pekerja dengan keterbatasan yang dimiliki menjadikan gambaran kehidupan bagi penyandang disabilitas semakin terlihat prihatin.

Tidak lain penayangan tersebut seakan memiliki makna menjadikan penyandang disabilitas sebagai objek kepada masyarakat untuk bersyukur atas hal yang mereka miliki. Hal ini dapat disebut termasuk pada paradigma inspiration porn model.

Apa itu Paradigma Inspiration Porn Model?

Inspiration porn model dikenalkan oleh Stella Young (2012), yaitu sebuah upaya inspiratif bagi non-disabilitas terhadap cerita perjuangan atau pencapaian yang dimiliki penyandang disabilitas.

Pandangan ini tidak hanya berbicara mengenai disabilitas itu sendiri namun menempatkan sebuah kedudukan non-disabilitas sebagai seseorang yang memiliki nasib lebih baik dibandingkan para penyandang disabilitas (Nainggolan, 2021).

Tentunya dari pernyataan Stella Young ini memperlihatkan bahwa penyandang disabilitas masih kerap dipandang sebagai sesuatu yang “berbeda” bahkan hal yang wajar jika dilakukan oleh setiap manusia dipandang sebagai sesuatu yang luar biasa jika dilakukan oleh disabilitas.

Padahal yang terjadi dalam realitas sosial, penyandang disabilitas bukanlah mengalami keterbatasan fisik, akan tetapi kesempatan dan cara pandang yang berujung pada keterbatasan gerak mereka di ruang sosial.

Program peduli sosial yang ditayangkan di televisi mungkin memang memiliki tujuan bagi seseorang dalam mencari bantuan baik ekonomi maupun sosial.

Akan tetapi, tidak jarang dengan adanya penayangan peduli sosial yang memperlihatkan kehidupan penyandang disabilitas kemudian menjadikan mereka sebagai seseorang yang inspiratif untuk kerap dijadikan contoh bagi non-disabilitas bersyukur atas “kesempurnaan” yang mereka miliki.

Hal ini tidak terlepas dari peran media yang mengkonstruksikan seorang penyandang disabilitas kepada masyarakat sebagai seseorang yang lekat dengan kisah hidupnya yang sedih.

Media terlalu fokus pada penayangan yang berujung pada stereotip kepada penyandang disabilitas itu sendiri dibandingkan membawakan pergerakan dalam membawa isu disabilitas kepada masyarakat.

Setelah mengenali paradigma inspiration porn model pada tulisan ini, kita sebagai masyarakat seharusnya lebih dapat menghindari pandangan kepada penyandang disabilitas sebagai seseorang yang selalu merekat dengan label kehebatan yang mereka miliki padahal hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar dilakukan.

Berikut pula pada tayangan-tayangan media yang masih kerap menayangkan kisah inspiratif kepada penyandang disabilitas untuk kemudian kita lebih sadari terkait permasalahan yang sebetulnya terjadi adalah aksesibilitas dan pandangan kepada disabilitas yang masih terbatas di kehidupan masyarakat.

Tindakan ini tentunya tidak adil dan berujung pada dehumanisasi yang dilakukan oleh penayangan media televisi di Indonesia melalui tayangan yang berujung pada konstruksi memarginalisasikan disabilitas di negeri ini.

Penyandang disabilitas atau difabel memiliki hak yang sama dengan setiap orang sebagai manusia sudah seharusnya tidak perlu untuk dijadikan sebagai suatu objek oleh kita sesama masyarakat untuk dijadikan sosok heroisme.

Penulis: Shafa Nur Rahmayani
Mahasiswi Sosiologi, Universitas Brawijaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:

Nainggolan, D. M. (2021). Resensi Buku: Crippled Grace: Disability, Virtue Ethics, and the Good Life. GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual Dan Filsafat Keilahian, 6(1), 131. https://doi.org/10.21460/gema.2021.61.681

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI