Dua Kombo Obat Anti Galau: Psikologi Positif dan Filsafat Stoisisme

Psikologi
Ilustrasi Obat Anti Galau.

Banyak sekali tantangan yang terjadi dalam kehidupan yang dapat mengganggu kesejahteraan mental. Tantangan-tantangan ini menyebabkan berbagai emosi negatif, salah satunya adalah merasa khawatir atau dalam bahasa sehari-hari sering dikatakan “galau”.

Henry Manampiring (2017) melakukan Survei Khawatir Nasional dengan total 3.634 responden. Dalam survei ini, 63% responden mengaku bahwa merasa khawatir dengan hidup mereka secara umum. Ini menunjukkan angka yang besar dan menjadi hal yang cukup serius jika dilihat dari kacamata psikologi.

Ada kaitan erat antara kekhawatiran dan subjective well-being. Kekhawatiran atau kecemasan yang berlebihan dapat menghambat kesejahteraan subjektif seseorang. Kecemasan dapat mengganggu perasaan kebahagiaan, mengurangi tingkat kepuasan hidup, dan mempengaruhi kualitas hubungan sosial.

Karena, ketika seseorang mengalami kecemasan yang intens atau kronis, pikiran dan perasaan negatif cenderung mendominasi pengalaman mereka.

Bacaan Lainnya

Ketika seseorang terus-menerus khawatir, cemas, atau gelisah, fokus individu cenderung tertuju pada ancaman potensial atau kemungkinan buruk. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam menikmati momen-momen sederhana yang berkaitan dengan kebahagiaan. Atau mungkin merasa puas dengan pencapaian mereka.

Kecemasan yang berlebihan juga dapat mengganggu fungsi kognitif seseorang, seperti konsentrasi dan pengambilan keputusan, yang lagi-lagi berdampak negatif pada subjective well-being. Juga sebaliknya, saat seseorang mampu mengelola kecemasan dengan efektif, subjective well-being mereka dapat meningkat.

Manusia memang sejak lama telah mencari berbagai cara untuk mencapai kesejahteraan mental, salah satunya kesejahteraan subjektif. Berbagai aliran dan pemikiran berkembang demi mencapai tujuan tersebut.

Dari mulai aliran yang dipelopori di zaman dahulu, sampai aliran yang ada pada masa kini. Ada konsep yang menonjol dalam pandangan ini, yaitu psikologi positif dan Filsafat Stoisisme.

Psikologi Positif diakui menjadi cabang baru dari ilmu psikologi pada tahun 1998 yang dideklarasikan oleh Martin Seligman dan Mihaly Csikszentmihalyi. Psikologi positif menawarkan beragam pengetahuan dan praktik yang telah teruji secara ilmiah untuk meningkatkan kesejahteraan mental.

Sedangkan Stoisisme telah memberikan panduan selama sekitar 2.300 tahun yang lalu yang dipelopori oleh filsuf Yunani, Zeno. Stoisisme mengajarkan selama berabad-abad bagaimana cara menerima kenyataan dan menghadapi kesulitan serta menumbuhkan ketenangan batin.

Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah bisa menggabungkan kedua pendekatan psikologi positif dan Stoisisme untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar dalam menghadapi kekhawatiran? Menariknya, ada banyak hal-hal yang dapat diintegrasikan antara psikologi positif dan Stoisisme.  

Dalam perpaduan ini, psikologi positif dapat membantu memberikan pemahaman untuk meningkatkan kualitas hidup. Di sisi lain, Stoisisme dapat memberikan sudut pandang yang mendalam dalam menghadapi tantangan-tantangan yang tak terelakkan dalam kehidupan.

Practicing Mindfulness

Mengikuti langkah-langkah dengan nilai psikologi positif dapat membantu mengurangi kekhawatiran dalam diri demi mencapai subjective well-being, salah satunya dengan melatih mindfulness, yaitu “hadir” dalam setiap apa yang kita lakukan.

Hal ini juga diajarkan oleh Stoisisme di mana kita harus hidup selaras dengan alam, dan fokus kepada momen-momen masa kini dibandingkan terpaku kepada masa lalu dan masa depan.

Practicing Acceptance, Gratitude, and Optimism

Dalam psikologi positif, praktik menerima, bersyukur dan melihat sisi positif dari kehidupan dapat membantu mengurangi kecemasan. Dalam Stoisisme, menerima kondisi yang dialami tanpa menolaknya juga merupakan ajaran yang ditekankan.

Setelah menerima, mensyukuri hal-hal baik yang telah dan sedang terjadi dapat mengurangi kecemasan yang timbul dari pikiran terkait masa depan yang belum terjadi atau masa lalu yang telah terjadi.

Membangun Jaringan Sosial dan Dukungan Emosional

Psikologi positif mengajarkan bahwa hubungan sosial yang positif dan dukungan emosional menjadi faktor penting dalam kesejahteraan mental. Dalam Stoisisme, berhubungan dengan orang lain secara bijaksana juga penting.

Dengan menemukan dukungan dari keluarga, teman atau komunitas tentu dapat memberikan dukungan emosional  dan menambah perspektif saat menghadapi rasa cemas berlebih.

Menggabungkan psikologi positif dan Stoisisme mampu memberikan pandangan yang lebih holistik mengenai kesejahteraan mental dan bermanfaat baginya.

Dua hal tersebut dapat memberikan perspektif yang memiliki harga tinggi untuk menjalani hidup penuh dengan kebijaksanaan, juga mengembangkan sikap positif bagi diri sendiri, orang lain dan dunia di sekitar. Dua hal ini juga dapat membantu kita menghadapi tantangan dengan ketenangan.

Jadi, dua kombinasi ini dapat menjadi “obat anti galau” yang ampuh dan memiliki khasiat yang nendang. Dengan mempraktikkan psikologi positif digabungkan dengan Stoisisme, diharapkan kita dapat menjalani kehidupan dengan bijaksana serta menghadapi tantangan tanpa kecemasan berlebih dengan hati penuh ketenangan.

Penulis: Zantya Zahira Khairani
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Jeremy Sutton, P. (2019). What Is Mindfulness? Definition, Benefits & Psychology. Retrieved from Positive Psychology: https://positivepsychology.com/what-is-mindfulness/

Manampiring, H. (2019). Filosofi Teras. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Tiffany Sauber Millacci, P. (n.d.). What is Gratitude and Why Is It So Important? Retrieved from Positive Psychology: https://positivepsychology.com/gratitude-appreciation/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses