Di era digital, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Dari sekadar berbagi cerita hingga mengejar tren, media sosial menawarkan banyak manfaat. Namun, dibalik itu, platform ini juga membawa dampak signifikan terhadap kesehatan mental kita, membentuk realita baru yang kadang sulit dipisahkan dari dunia nyata.
FOMO dan Tekanan Tanpa Henti
Media sosial adalah ruang yang tak pernah tidur. Fitur seperti notifikasi dan infinite scrolling sering memicu Fenomena Fear of Missing Out (FOMO), di mana pengguna merasa takut ketinggalan momen penting atau tren terbaru. Akibatnya, waktu istirahat berkurang, produktivitas terganggu, dan tingkat stres meningkat.
Alih-alih menjadi ruang relaksasi, media sosial justru sering menciptakan tekanan untuk terus terlibat, membuat kita merasa terjebak dalam siklus yang melelahkan.
Standar Kehidupan Tidak Realistis
Media sosial kerap menampilkan versi terbaik kehidupan seseorang, mulai dari liburan mewah hingga penampilan sempurna. Apa yang terlihat di layar hanyalah potongan kecil yang telah dipoles, namun sering kali dianggap sebagai standar oleh pengguna lainnya.
Paparan terhadap gambar-gambar ini dapat memicu rasa rendah diri, iri, atau bahkan depresi, terutama bagi mereka yang membandingkan kehidupannya dengan apa yang dilihat di media sosial. Validasi berupa “like” atau komentar pun menjadi tolok ukur kebahagiaan bagi sebagian orang, menciptakan ketergantungan emosional yang tidak sehat.
Baca Juga:Â Pola Hidup Sehat: Investasi Terbaik untuk Kesehatan Mental
Tekanan untuk Selalu Tampil Baik
Banyak pengguna merasa tertekan untuk selalu menampilkan sisi terbaik mereka di media sosial. Tekanan ini, terutama di kalangan anak muda, sering kali menyebabkan gangguan kecemasan sosial. Penelitian yang diungkap pafibenermeriahkab.org menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan berhubungan dengan peningkatan risiko depresi dan kecemasan.
Sebaliknya, mengurangi waktu layar terbukti membantu memperbaiki suasana hati dan kesehatan mental, menunjukkan bahwa tekanan sering kali berasal dari ekspektasi yang kita buat sendiri.
Kecanduan Digital dan Isolasi Sosial
Media sosial dirancang untuk membuat pengguna terus terlibat. Ketergantungan ini dapat menyebabkan isolasi sosial di dunia nyata, menurunkan kualitas hubungan interpersonal, dan mengganggu konsentrasi. Banyak yang merasa kehilangan kendali atas waktu mereka, tetapi sulit untuk melepaskan diri dari platform ini.
Pedang Bermata Dua
Namun, media sosial juga memiliki sisi positif. Jika digunakan dengan bijak, platform ini dapat menjadi alat untuk berbagi cerita, menemukan komunitas pendukung, dan meningkatkan kesadaran tentang isu kesehatan mental. Kampanye seperti #MentalHealthAwareness, misalnya, membantu banyak orang merasa didukung dan membuka ruang diskusi yang lebih luas.
Di tengah derasnya arus digital, penting untuk mengingat bahwa media sosial hanyalah alat, bukan cerminan kehidupan sejati. Kita harus berani mengambil kendali dan menetapkan batas, bukan hanya untuk melindungi kesehatan mental kita, tetapi juga untuk menghargai momen-momen di dunia nyata yang sering terabaikan.
Ketika kita mulai terlalu terikat pada dunia maya, mari tanyakan pada diri sendiri: Apa yang kita kejar? Apakah validasi digital itu benar-benar mencerminkan nilai diri kita? Dunia nyata dengan segala ketidaksempurnaannya memberikan peluang untuk menjalani hubungan yang lebih mendalam, pengalaman yang lebih otentik, dan kebahagiaan yang lebih tulus.
Baca Juga:Â Dampak Media Sosial terhadap Penurunan Nasionalisme Generasi Muda
Sebagai individu, mari gunakan media sosial sebagai sarana untuk memberdayakan diri dan orang lain, bukan sebagai panggung untuk membandingkan diri atau mencari pengakuan semu. Bersama, kita dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat, suportif, dan manusiawi.
Bahwa teknologi harus melayani manusia, bukan sebaliknya. Dunia maya boleh jadi realita baru, tetapi jangan pernah lupa bahwa kebahagiaan sejati sering kali ditemukan di momen sederhana di luar layar ponsel kita.
Penulis: Mutiara Tata Alfira
Mahasiswa Jurusan Kimia, Universitas Sebelas Maret
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News