Rakyat Indonesia tengah diberi kejutan atas dugaan kasus korupsi pada PT Aneka Tambang (PT Antam) dengan dilakukannya pemeriksaan saksi oleh Kejaksaan Agung RI pada Juli 2024.
Melalui laman resmi Kejaksaan Agung, diketahui Tim Jaksa Penyidik menetapkan enam tersangka yang merupakan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (GM UBPP LM) PT Aneka Tambang periode 2010 hingga 2021 yakni TK, HN, MA, ID, DM, dan AH.
Bersama dengan tujuh tersangka dari pihak swasta yang terbukti melakukan persekongkolan berupa penyalahgunaan jasa manufaktur yang diselenggarakan oleh UBPP LM.
Para tersangka tidak hanya terlibat dalam aktivitas pemurnian, peleburan, dan pencetakan emas secara ilegal, tetapi juga menggunakan merek dagang milik Antam yang memiliki nilai ekonomi, tanpa melalui prosedur yang semestinya.
Proses tersebut tidak disertai dengan pengecekan legalitas, analisis risiko, maupun uji tuntas atau proses Know Your Customer (KYC), sehingga asal-usul emas yang diproduksi di UBPP LM Antam dalam kerja sama ini menjadi tidak jelas.
Selain itu, oknum dari PT Antam memberikan kemudahan bagi tujuh pelanggan non-kontrak karya lainnya dengan prosedur yang sangat sederhana, yakni hanya dengan menunjukkan KTP, tanpa memastikan legalitas bahan baku emas yang mereka miliki.
Meski memperoleh penilaian atas penerapan Good Corporate Governance (GCG) mencapai predikat “Sangat Baik”, baik melalui parameter ASEAN Corporate Governance Scorecard dan BUMN Scorecard (SK-16/S-MBU/2012), PT Antam dinilai memiliki masalah tata kelola yang buruk oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan pengamat BUMN.
BPK menyoroti pentingnya reformasi total dalam sistem tata kelola PT Antam guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Salah satu rekomendasi utama adalah agar jajaran direksi PT Antam mengambil peran lebih aktif dalam menjalin koordinasi dengan MIND ID (Mining Industry Indonesia), demi menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan strategi bisnis perusahaan.
Diharapkan, langkah ini dapat memperkecil peluang terjadinya praktik korupsi yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
BPK juga menemukan kelemahan mendasar dalam perencanaan strategis, pengawasan, serta pemetaan risiko bisnis.
Demi efisiensi dan optimalisasi operasional, PT Antam perlu mempertimbangkan untuk restrukturisasi atau divestasi anak usaha karena tanpa langkah konkret, perusahaan hanya akan terus terjebak dalam siklus tata kelola yang lemah.
Untuk memperkuat tata kelola, PT Antam juga perlu memperbaiki sistem pengawasan internal dengan membangun mekanisme kontrol yang lebih ketat agar setiap proses bisnis berjalan sesuai aturan dan terhindar dari praktik penyimpangan.
Tanpa sistem pengawasan yang efektif, celah bagi tindak korupsi tetap terbuka dan berpotensi menjadi ancaman bagi keberlangsungan bisnis perusahaan.
Menurut pengamat BUMN dari UI, Toto Pranoto, perlu ada evaluasi menyeluruh, mulai dari sistem pengawasan di level operasional hingga kepatuhan terhadap SOP dalam produksi dan penjualan.
Ia juga menekankan pentingnya investigasi lebih dalam untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan pihak internal dalam skandal ini (VOI, 2025).
Tata kelola adalah suatu proses yang dirancang top manajemen sebuah organisasi untuk mengotorisasi, mengarahkan, dan mengawasi manajemen dalam upaya pencapaian visi dan misi organisasi.
Dari perspektif tata kelola, masalah dapat terjadi dikarenakan pihak terkait dalam internal PT Antam memiliki perbedaan kepentingan yaitu GM UBPP LM yang menerima suap atas kerja sama ilegal sehingga berdampak buruk pada kepercayaan publik terhadap investasi emas, khususnya bagi investor ritel yang menempatkan prioritas pada aspek keamanan dan kepastian hukum.
Hilangnya integritas PT Antam dikarenakan lemahnya tata kelola dan pengendalian internal dalam penerapannya.
Pengendalian internal berperan sebagai inti karena merupakan bagian dari sistem yang lebih besar, yakni manajemen risiko.
Meskipun merupakan subbagian, pengendalian internal tetap menjadi elemen penting yang tidak terpisahkan.
Tindakan dalam merespons risiko—termasuk penerapan kontrol—dirancang untuk mendukung pelaksanaan strategi manajemen risiko secara keseluruhan.
Manajemen risiko, yang memiliki keterkaitan erat dengan tata kelola, merupakan suatu proses yang dijalankan oleh manajemen untuk mengenali dan menangani ketidakpastian, baik berupa risiko maupun peluang yang dapat memengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
Di dalamnya, kontrol menjadi bagian yang tak terpisahkan, berfungsi sebagai mekanisme yang diterapkan untuk mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh manajemen.
Tujuan utama dari manajemen risiko adalah: (1) mengidentifikasi serta meminimalkan risiko yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan organisasi, dan (2) mengoptimalkan peluang yang dapat mendukung keberhasilan organisasi.
Untuk itu, manajemen merancang strategi yang tepat dalam mengelola risiko dan peluang secara efektif.
Dalam upaya melaksanakan pengendalian intern dan upaya meminimalisir risiko residual, sejak tahun 2011 PT Antam telah menerapkan Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) yang sejalan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), melalui penyusunan kebijakan yang menjadi dasar bagi seluruh proses dalam pengelolaan ICT.
Kebijakan Tata Kelola ICT ini dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi No. 231.K/0911/DAT/2022, yang juga dilengkapi dengan Standar Kualitas Keamanan dan Layanan ICT.
Mengacu pada Peraturan Menteri BUMN No. PER-03/MBU/02/2018, tata kelola TI harus memperhatikan keselarasan dengan strategi perusahaan, peningkatan nilai dari penggunaan TI, pengelolaan sumber daya, serta pengukuran kinerja.
Kerangka kerja tata kelola ICT yang telah disusun, meliputi proses serta aktivitas-aktivitas dalam pengelolaan ICT yang mengacu pada perkembangan bisnis dan digitalisasi dunia usaha dan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Proses tata kelola ICT harus dilengkapi dengan rencana strategis ICT yang sejalan dengan rencana strategis kegiatan usaha perusahaan dan dapat dilengkapi dengan menyusun panduan pelaksanaan ICT.
Best practice dari implementasi ICT adalah pemanfaatan ICT di setiap proses bisnisnya sehingga transformasi digital tidak hanya diterapkan bagi pihak eksternal sebagai media informasi, tetapi juga menjadi media komunikasi antara bagian dan level manajemen sehingga dapat meminimalisir kemungkinan penyalahgunaan wewenang.
Dalam hal kasus PT Antam atas penyalahgunaan jasa lebur cap dan jasa pemurnian scrap, ICT menjadi solusi pengendalian intern dan mengatasi manajemen risiko tindak korupsi.
ICT dapat diterapkan dalam proses bisnis dimulai dari tahap uji tuntas, proses asesmen LBMA, hingga pemenuhan kontrak sebagai bentuk legalitas sehingga bagian legal dan bagian proses asesmen memiliki komunikasi terkait dengan keabsahan emas.
Dengan ICT dalam proses bisnis, penyelewengan yang dilakukan oleh satu oknum di suatu bagian atau level manajemen tertentu maka akan dapat terdeteksi oleh bagian lainnya karena saling keterkaitannya informasi antar bagian atau level.
Dalam proses ini whistleblowing system memiliki peran nyata yang dapat dimanfaatkan dengan optimal.
Selain itu sebagai proses yang berkesinambungan fungsi, audit internal melakukan pengawasan berdasarkan hasil ICT terkait rekam jejak dari proses produksi yang dioperasionalkan oleh manajemen sehingga kemudian terbit hasil audit yang sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya dan dapat memberikan perbaikan.
Audit internal wajib memantau, menganalisis, tindak lanjut perbaikan yang dilakukan oleh auditor untuk memastikan bahwa tindakan perbaikan yang memadai telah dilakukan sesuai rekomendasi dan dilengkapi dengan bukti yang cukup laporan hasil pelaksanaan tindak lanjut atas hasil audit disampaikan kepada Direktur Utama, Komite Audit dan Dewan Komisaris.
Pernyataan dewan direksi bahwa kasus kerja sama ilegal ini dilaksanakan tanpa persetujuan direksi menunjukan bahwa lemahnya kontrol atau pengendalian internal maupun eksternal.
Dengan melakukan evaluasi tata kelola ICT diharapkan ICT menjadi media informasi dari setiap level manajemen (bottom to top management) hingga pada stakeholder atau pihak eksternal.
Dengan diterapkannya tata kelola TI, seharusnya PT Antam dapat menerapkan pengendalian intern yang lebih baik lagi dikarenakan informasi yang mudah diakses oleh pihak berwenang yaitu level manajemen dan pengawasan oleh audit intern, komite audit dan auditor eksternal.
Karena memiliki pedoman tata kelola saja tidak cukup untuk menjaga integritas perusahaan, namun juga harus didukung dengan pengendalian internal yang kuat dengan menerapkan teknologi digitalisasi dan blockchain dapat membantu meningkatkan transparansi serta akuntabilitas.
Penulis: Zhafira Sekar Putri
Mahasiswa Magister Akuntansi, UPN “Veteran” Jakarta
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News