Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Penerapannya di Sektor Agroindustri

Sektor Agroindustri
Sumber: istockphoto, karya: Diy13.

Pendahuluan

Dunia industri tak pernah terlepas dari adanya risiko kegagalan atau masalah yang dapat mempengaruhi kualitas produk, keselamatan, dan efisiensi operasional.

Risiko-risiko tersebut sangat perlu dikelola dengan baik, supaya dapat selalu menjamin mutu dan kualitas produk, keselamatan kerja, serta efektivitas dan efisiensi operasional.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko tersebut adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

FMEA adalah suatu pendekatan sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi kegagalan pada suatu sistem atau proses, mengevaluasi dampaknya, dan mengimplementasikan tindakan pencegahan agar masalah tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dicegah. Metode ini sudah banyak digunakan di berbagai sektor industri, tidak terkecuali agroindustri.

Bacaan Lainnya

Pengertian dan Tujuan FMEA

FMEA adalah proses analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dalam suatu produk maupun proses, mengevaluasi penyebab dan dampaknya, serta menentukan prioritas perbaikan yang diperlukan. Proses ini memiliki tujuan sebagai berikut:

  1. Menyusun langkah-langkah untuk mitigasi atau mengurangi risiko kegagalan;
  2. Memastikan kualitas produk dan proses tetap terjaga;
  3. Menyediakan data untuk pengambilan keputusan berbasis risiko.

Baca Juga: TTI (Time Temperature Indicator) Smart Packaging: Ketika Kemasan Dapat ‘Berbicara’

Langkah-Langkah dalam FMEA

Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode FMEA:

1. Identifikasi Komponen dan Proses 

Langkah pertama yaitu, memahami dan memetakan proses atau sistem yang ingin dianalisis. Hal ini mencakup identifikasi semua komponen, langkah-langkah proses, dan interaksi yang ada di dalam sistem atau produk.

2. Identifikasi Potensi Kegagalan (Failure Modes) 

Pada tahap ini, tim FMEA mencari tahu potensi kegagalan yang dapat terjadi dalam setiap komponen atau langkah proses. Misalnya, dalam agroindustri, dapat berupa kerusakan mesin, kontaminasi produk, atau kegagalan proses pengolahan bahan baku.

3. Menilai Dampak dari Kegagalan (Effects)

Setelah mengidentifikasi potensi kegagalan, langkah selanjutnya adalah menilai dampak yang dihasilkan jika kegagalan tersebut terjadi. Dampak bisa berupa kerugian finansial, penurunan kualitas produk, atau gangguan operasional.

4. Menilai Penyebab Kegagalan (Causes)

Pada langkah ini, dianalisis apa yang menjadi sumber atau penyebab terjadinya kegagalan. Penyebab ini bisa berupa faktor manusia, mesin, atau proses yang tidak berjalan sesuai dengan standar.

5. Menentukan Skor Risiko (Risk Priority Number/RPN)

Setiap potensi kegagalan diberikan skor berdasarkan tiga faktor:

  • Severity (Keparahan): Seberapa besar dampak kegagalan terhadap proses atau produk;
  • Occurrence (Kemungkinan Terjadinya): Seberapa besar kemungkinan terjadinya kegagalan tersebut;
  • Detection (Kemampuan Deteksi): Seberapa mudah kegagalan dapat terdeteksi sebelum terjadi.

Skor RPN dihitung dengan mengalikan ketiga faktor tersebut:
RPN = Severity x Occurrence x Detection

6. Tindakan Perbaikan (Mitigation)

Berdasarkan perolehan nilai RPN, tim FMEA dapat merencanakan tindakan perbaikan atau pencegahan yang diyakini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan atau memitigasi dampaknya.

Baca Juga: Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Desa Mekarharja Melalui Program Satpol (Sosialisasi Tanaman Pepaya dan Produk Olahan)

Penerapan FMEA di Sektor Agroindsutri

Agroindustri merupakan sektor industri yang bergerak dalam pengolahan dan distribusi produk pertanian, makanan, dan bahan mentah lainnya.

Penerapan FMEA pada agroindustri sama pentingnya dengan sektor lain karena dapat membantu mengidentifikasi risiko yang dapat mengganggu kualitas produk atau keberlanjutan operasional. Beberapa contoh penerapan FMEA di agroindustri antara lain:

1. Pengolahan Makanan

Dalam industri pengolahan makanan, potensi kegagalan yang mungkin terjadi antara lain, kontaminasi mikroba, kerusakan peralatan produksi, atau ketidaksesuaian dalam pengendalian suhu.

Dengan mengaplikasikan metode FMEA, produsen dapat mengidentifikasi risiko-risiko ini dan merancang prosedur untuk mencegahnya, seperti meningkatkan sanitasi atau melakukan perawatan rutin terhadap mesin.

2. Distribusi Produk Pertanian

Di sektor distribusi produk pertanian, risiko yang sering dialami yaitu, kerusakan pada kemasan, keterlambatan pengiriman, atau kerusakan bahan baku selama proses transportasi.

FMEA dapat membantu memastikan bahwa sistem distribusi lebih efisien dan lebih dapat diandalkan dengan mengidentifikasi potensi masalah dan memberikan solusi pencegahan.

3. Produksi Pupuk dan Pestisida

Dalam produksi bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida, risiko kegagalan bisa berupa masalah kualitas bahan baku, kecelakaan kerja, atau pengendalian bahan kimia yang buruk. FMEA dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah ini lebih awal dan mengurangi risiko keselamatan atau kerusakan produk.

Baca Juga: Penerapan Teknologi Pulsed Electric Field (PEF) pada Produk Susu Listrik (Sulis) di Indonesia

Manfaat Penerapan FMEA pada Agroindustri

1. Meningkatkan Kualitas Produk

Dengan mengidentifikasi dan mengurangi potensi kegagalan, penerapan FMEA membantu perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan aman bagi konsumen.

2. Mengurangi Biaya Operasional

Dengan mitigasi kegagalan sedini mungkin, perusahaan dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan perbaikan, penggantian produk, atau pengelolaan risiko yang tidak terduga.

3. Peningkatan Keamanan

FMEA berfokus pada identifikasi risiko keselamatan, baik untuk pekerja maupun konsumen. Ini sangat penting di agroindustri yang melibatkan bahan kimia, peralatan berat, dan produk pangan yang memerlukan standar keamanan tinggi.

4. Meningkatkan Efisiensi Proses

FMEA mendorong perusahaan untuk menganalisis setiap tahap dalam proses operasional, sehingga dapat ditemukan cara untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi pemborosan.

5. Memenuhi Standar Regulasi

Penerapan FMEA juga membantu perusahaan agroindustri untuk mematuhi regulasi dan standar industri yang sering mengatur kualitas produk dan keamanan pangan.

Kesimpulan

FMEA adalah alat yang sangat efektif untuk mengidentifikasi dan memitigasi potensi kegagalan dalam proses produksi dan distribusi.

Penerapan metode ini di sektor agroindustri dapat memberikan banyak manfaat, mulai dari meningkatkan kualitas produk, mengurangi biaya operasional, hingga meningkatkan keselamatan dan kepatuhan terhadap regulasi.

Dengan pendekatan yang sistematis, FMEA membantu perusahaan di sektor agroindustri untuk terus berinovasi dan menjaga kualitas serta efisiensi dalam menjalankan bisnis mereka.

Penulis: Yohanes Amadeus Christovani Cindrawan
Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

References:

Devani LM, Mubarokah, Fatchur R. 2024. Pengukuran Risiko Operasional Agroindustri Minyak Kayu Putih Kupang Mojokerto dengan Metode FMEA. Jurnal Hutan Tropis. 12(4): 609-616

Pengestuti DC, Heni N, Author RH. 2022. Analisis Risiko Operasional dengan Metode FMEA. Jurnal Akuntansi, Ekonomi, dan Manajemen Bisnis. 10(2): 177-186

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses