Merleau Ponty merupakan seorang filsuf yang memiliki pandangan unik mengenai hubungan antara tubuh dan juga pengalaman manusia. menurutnya tubuh bukan objek fisik melainkan bagian integral dari bagaimana kita mengalami hal hal di dunia. berikut beberapa aspek pandangan Merleau Ponty seperti persepsi dan tubuh, tubuh dan ruang, intersubjektivitas, serta tubuh dan ekspresi.
Persepsi dan tubuh, tubuh kita merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pengalaman yang kita alami dan rasakan setiap harinya yang menjadi bagian penting dalam proses persepsi. Menurut beliau mengenai tubuh dan ruang, tubuh merupakan sebuah pusat dari ruang dan waktu di mana kita dapat memahami dan merasakan sekitar kita.
Seperti gerakan tubuh dapat menciptakan persepsi ruang dan jarak. Sedangkan Intersubjektivitas merupakan keadaan di mana tubuh kita mengalami hubungan sosial dengan orang lain dan bagaimana gerak-gerik tubuh dalam memahami diri kita sendiri saat melakukan sebuah interaksi.
Terakhir mengenai Tubuh dan Ekspresi, tubuh kita merupakan alat atau sarana dalam meluapkan sebuah ekspresi. gerakan yang dihasilkan seperti gerak postur, bahasa tubuh dan lain lain akan menjadi alat komunikasi non verbal kita yang mengartikan suatu makna (emosi, niat, dan identitas) walaupun disampaikan tanpa adanya suatu kata-kata.
Pemikiran Merleau Ponty menekankan bahwa perubahan terhadap dunia tidak dapat dipisahkan dari tubuh dan persepsi kita.
Masalah penerimaan terhadap individu LGBT dapat bervariasi tergantung pada budaya, agama, dan nilai-nilai masyarakat. Kesulitan tersebut seringkali dapat dihubungkan dengan norma-norma sosial yang mempengaruhi persepsi terhadap tubuh dan identitas gender.
Pemisahan atau ketidakpahaman terhadap pengalaman tubuh individu LGBT dapat menciptakan stigma dan diskriminasi. Norma-norma yang mengikat tubuh dan identitas gender tradisional dapat menjadi hambatan bagi penerimaan terhadap keragaman identitas gender dan orientasi seksual.
Seperti contohnya di Indonesia di mana mayoritas negara ini beragama Islam sehingga norma-norma yang ada di masyarakat pun mengacu kepada norma-norma dari agama Islam. Di Islam sendiri, agama ini melarang keras adanya penyimpangan seksual karena dianggap tidak sesuai dengan kodrat yang diberikan Tuhan kepada manusia.
Begitu juga jika dilihat dari ajaran agama Kristen maupun Protestan, di mana manusia diharuskan beranak cucu, penyimpangan seksual ini dianggap tidak menjalankan perintah Tuhan sebagaimana umat Kristiani lainnya.
Penyimpangan seksual ini mengacu kepada penyimpangan sosial yang membuat kaum LGBT tidak diterima oleh masyarakat karena dianggap adanya penyimpangan tersebut.
Kaum LGBT dianggap tidak bisa menjalankan perannya sebagai masyarakat yang beragama dan bernorma yang biasanya diterima di masyarakat Indonesia. Masyarakat yang konservatif ini membuat LGBT tidak akan bisa diterima di Indonesia.
Merleau-Ponty menolak pemisahan antara pikiran dan tubuh, seperti yang sudah dijelaskan di jawaban nomor 1. Pandangan Merleau-Ponty tentang tubuh dan pengalaman manusia dapat memberikan pemahaman terhadap masalah penerimaan terhadap individu LGBT dalam masyarakat.
Melalui lensa Merleau-Ponty, kita dapat memahami bahwa masyarakat perlu mengakui dan menghargai keragaman tubuh dan pengalaman manusia. Mengatasi stereotip dan norma-norma yang menghambat penerimaan terhadap individu LGBT dapat membuka jalan menuju lingkungan sosial yang lebih inklusif dan memahami kompleksitas tubuh dan identitas manusia.
Menurut kami, memahami bahwa LGBT adalah hal yang penting karena merupakan bagian dari keragaman manusia yang alami. Identitas LGBT tidak dapat dianggap sebagai pilihan, tetapi kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk genetik dan lingkungan.
Pandangan mengenai LGBT dapat bervariasi, dan penting untuk memperlakukan setiap individu dengan rasa hormat. Diskriminasi sosial, religius, atau psikologis terhadap LGBT dapat menimbulkan dampak negatif, termasuk stres dan ketidaksetaraan hak.
Inklusivitas dan penghormatan terhadap keberagaman adalah aspek kunci untuk membangun masyarakat yang adil dan ramah bagi semua. Penting untuk diingat bahwa menjadi bagian dari komunitas LGBT tidak menentukan perilaku atau kepribadian seseorang.
Sama seperti heteroseksualitas, orientasi seksual LGBT adalah bagian dari identitas seseorang dan tidak secara intrinsik memiliki “pengaruh” tertentu. Pengaruh yang seringkali muncul lebih berkaitan dengan bagaimana individu LGBT diperlakukan oleh masyarakat sekitarnya.
Stigma, diskriminasi, dan ketidaksetaraan hak dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan emosional individu LGBT. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung dapat membantu mengurangi dampak negatif yang mungkin dialami oleh mereka yang identitas atau orientasinya berbeda.
Pendapat tentang apakah LGBT dianggap “normal” atau “penyimpangan” dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang dan value pada individu. Secara medis dan psikologis, banyak organisasi kesehatan dunia mengakui bahwa orientasi seksual dan identitas gender LGBT tidak dianggap sebagai gangguan mental atau penyimpangan. Sebaliknya, ini dianggap sebagai bagian dari keragaman bentuk manusia
Masalah sosial, religius, atau psikologis yang mungkin timbul terkait LGBT bervariasi tergantung pada sudut pandang dan nilai-nilai masyarakat yaitu dalam:
1. Masalah Sosial
Terdapat diskriminasi dan stigma seperti individu LGBT mungkin mengalami diskriminasi dan stigmatisasi, yang dapat mengakibatkan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Serta ketidaknyamanan sosial, seperti beberapa masyarakat mungkin menghadapi tantangan dalam menerima keberagaman LGBT, menciptakan ketidaknyamanan bagi individu dalam lingkungan sosial.
2. Masalah Religius
Terdapat interpretasi keagamaan, beberapa interpretasi agama mungkin tidak mendukung LGBT, dan hal ini bisa menciptakan ketegangan antara identitas keagamaan dan orientasi seksual atau identitas gender.
3. Masalah Psikologi
Terjadi stres dan kesehatan mental dikarenakan stigma sosial dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi, meningkatkan risiko masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Selain itu terdapat penolakan dan isolasi, individu LGBT dapat mengalami penolakan dari keluarga atau teman-teman, yang dapat menyebabkan perasaan isolasi.
Penulis:
1. Alexander Lukman
2. Evelyn
3. Jonathan Hardijaya
4. Marco Winata
5. Michelle Reliaw
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan
Editor:Â Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Daftar Referensi
Gerakan Anti-LGBT di indonesia semestinya Jadi Perhatian seluruh asia. Human Rights Watch. (2020, October 28). https://www.hrw.org/id/news/2018/02/20/315252
Putra, G. A. (2021, June 10). Fenomenologi Tubuh Maurice Merleau-Ponty: Aku Adalah Tubuhku Dan Tubuhku Adalah Aku. Lingkar Studi Filsafat Discourse. https://lsfdiscourse.org/fenomenologi-tubuh-maurice-merleau-ponty-aku-adalah-tubuhku-dan-tubuhku-adalah-aku/
The International Merleau-Ponty Circle. The International MerleauPonty Circle. (n.d.). https://www.merleauponty.org/