Generasi Z dan Transformasi Komunikasi Budaya di Indonesia: Dari Tradisi ke Era Digital

Generasi Z dan Transformasi Komunikasi Budaya di Indonesia
Ilustrasi Teknologi Digital Generasi Z (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Menyelaraskan Tradisi dan Teknologi: Pola Komunikasi Generasi Z di Indonesia

Selama beberapa dekade terakhir, teknologi digital benar-benar mengubah cara kita semua berkomunikasi. Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, adalah generasi pertama yang benar-benar hidup dengan teknologi digital sejak kecil. Di Indonesia, generasi ini menghadirkan cara-cara baru dalam berkomunikasi, sekaligus menghadapi tantangan dalam mempertahankan tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari identitas bangsa.

Indonesia punya kekayaan budaya yang luar biasa, dan itu terlihat dalam cara-cara tradisional berkomunikasi, seperti musyawarah, cerita rakyat, pantun, dan seni pertunjukkan. Tradisi ini bukan Cuma cara untuk bertukar cerita, tapi juga sarana menjaga nilai-nilai moral, norma sosial, dan kearifan lokal.

Misalnya, di beberapa komunitas adat, penyampaian pesan lewat simbol-simbol budaya atau ritual adat masih relevan sampai sekarang. Kehangatan musyawarah keluarga menyampaikan pendapat, menjadi salah satu contohnya.

Namun, teknologi digital semakin menggeser pola komunikasi tradisional ini. Generasi Z, yang sudah terbiasa dengan media sosial atau aplikasi berbasis internet, lebih sering menggunakan xara modern ini untuk berkomunikasi.

Bacaan Lainnya

Ini adalah cara yang cepat mudah, dan praktis. Tapi di balik itu, ada kekhawatiran. Apakah tradisi lokal yang dulu begitu kuat akan bertahan di Tengah gaya hidup digital yang serba instan.

Media sosial seperti Instagram, Tiktok, dan Youtube sudah menjadi bagian besar dari kehidupan Generasi Z di Indonesia. Di sana, Mereka tidak hanya berbincang, tapi juga mengekspresikan diri, berbagi pengalaman, bahkan mempromosikan budaya lokal. Banyak creator muda di Tiktok, misalnya, mengenalkan tarian tradisional atau makanan khas daerah ke audiens global. Hal ini memberikan kebanggan sekaligus inspirasi.

Tapi tantangan besar tetap ada. Banyak dari kita yang lebih sering terpapar budaya populer global di media sosial. Kadang, trend luar negeri terasa lebih menarik dibandingkan budaya lokal. Fenomena ini memunculkan pertanyaan: “Apakah kita secara nggak sadar mulai kehilangan rasa cinta pada identitas budaya kita sendiri?

Meski begitu, teknologi digital juga membuka peluang besar untuk melestarikan tradisi. Generasi ini punya potensi besar untuk jadi penghubung antara tradisi dan teknologi. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga keseimbangan ini:

1. Membawa Tradisi ke Dunia Digital:

Media sosial bisa digunakan untuk mengenalkan budaya lokal ke tingkat nasional atau bahkan internasional. Contohnya, kampanye digital soal pentingnya melestarikan bahasa daerah atau tradisi tertentu.

2. Memanfaatkan Media Sosial untuk Promosi Budaya:

Media sosial bisa digunakan untuk mengenalkan budaya lokal ke tingkat nasional atau bahkan internasional. Contohnya, kampanye digital soal pentingnya melestarikan Bahasa daerah atau tradisi tertentu.

3. Kolaborasi dengan Generasi yang Lebih Tua:

Belajar dari generasi yang lebih tua tentang nilai-nilai tradisional memperkaya wawasan dan mempererat hubungan antar generasi.

4. Menggabungkan Teknologi dalam Pendidikan Budaya:

Sekolah dan Lembaga Pendidikan bisa mulai pakai aplikasi interaktif atau metode digital lainnya untuk mengajarkan sejarah dan tradisi lokal ke siswa.

Generasi Z punya peran penting untuk menjaga keseimbangan antara tradisi dan inovasi. Dengan kreativitas dan akses mudah ke teknologi, mereka bisa jadi pelestari budaya yang tetap relevan. Tapi, ini tidak bisa dilakukan sendirian.

Pemerintah, masyarakat, sekolah, dan keluarga harus ikut mendukung supaya semua pihak lebih paham dan bangga pada budaya lokal kita. Kalau tradisi dan teknologi bisa berjalan bersama, Indonesia tidak cuma bisa menjaga warisan budaya nya, tapi juga memperkenalkannya ke dunia. Generasi Z tidak hanya menjadi penikmat budaya, tapi juga pencipta identitas bangsa yang lebih membanggakan.

 

Penulis: Maria Christy Adiningtyas
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses