Dunia saat ini tengah menghadapi terjangan badai pandemi Virus Corona atau Covid-19. Covid-19 atau Coronavirus disease 2019 merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh salah satu jenis koronavirus yaitu SARS-CoV-2. Coronavirus (2019-nCoV) adalah virus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Manifestasi klinis pada Covid-19 biasanya muncul dalam 2 hari hingga 14 hari setelah paparan.
Penambahan jumlah kasus 2019-nCoV berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran ke luar wilayah Wuhan dan negara lain. Kemudian ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) pada 11 Maret 2020 dan Indonesia pun ikut terdampak dalam pandemi ini.
Berlangsungnya pandemi Covid-19 berkaitan dengan perkembangan zaman yang semakin pesat. Teknologi canggih pun sudah digunakan oleh sebagian besar warga dunia. Kehadiran new media dan social media merupakan salah satu praktik adanya perkembangan zaman yang telah mengubah cara para praktisi public relations dalam berpikir dan melaksanakan praktik-praktiknya. Dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh social media maka praktik public relations akan lebih mendunia, lebih strategis, semakin bersifat komunikasi dua arah dan interaktif, simetris atau dialogis dan lebih bertanggung jawab secara sosial.
Hal ini cukup dapat mendasari bahwa pada era baru ini social media dapat dijadikan sebagai salah satu toolkit yang digunakan dalam strategi public relations dalam berkomunikasi dengan publiknya. Salah satu praktik public relations yang ikut berubah dengan berkembangnya teknologi komunikasi adalah komunikasi krisis. Perkembangan teknologi komunikasi memperbesar potensi akan hadirnya krisis yang semakin besar dan pesat. Namun, disisi lain perkembangan teknologi dan informasi dapat membuat orang-orang semakin peduli dan perhatian terhadap sebuah isu atau risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi.
Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, komunikasi krisis semakin nyata keberadaannya. Mengingat berita yang tersebarluas di social media sangat banyak sehingga mengakibatkan masyarakat turut resah akan adanya pandemi ini. Saat dalam kondisi seperti inilah, komunikasi krisis harus dapat diatasi dengan baik oleh masyarakat maupun pengambil kebijakan dan pemegang otoritas.
Tersebarnya berita atau tulisan hoax yang bersumber dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dapat mengakibatkan masyarakat menjadi menyalahartikan berita tersebut dan akan semakin cemas dan khawatir tanpa mengetahui kebenaran berita atau tulisan tersebut.
Dalam menghadapi komunikasi krisis saat ini, masyarakat pun harus turut cerdas dan cermat dalam mengolah informasi yang baru saja didapatkan terutama informasi yang didapatkan dalam pesan singkat seperti pada pesan WhatsApp yang biasanya akan diteruskan dan disebarluaskan tanpa dicerna terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut. Adanya komunikasi krisis dapat dicegah oleh masyarakat dengan cara membaca atau memperkuat literasi terhadap informasi-informasi yang diberitakan dalam sumber yang jelas keberadaan dan kebenarannya.
Pemerintah pun memiliki peranan yang penting dalam menanggulangi adanya komunikasi krisis saat pandemi Covid-19 ini dengan cara menginformasikan kepada masyarakat apabila terdapat suatu informasi terbaru mengenai Covid-19 secara langsung baik menggunakan media elektronik seperti televisi dan radio serta menggunakan media massa serta social media dalam pemberitaan.
Pemerintah juga harus memiliki pemimpin khusus dalam memberitakan dan menyebarkan informasi terkait Covid-19 agar dapat membangun pola komunikasi antara masyarakat dan pemerintah dengan baik sehingga dapat mencegah tersebarnya berita hoax di tengah-tengah masyarakat.
Dengan keberadaan pemimpin khusus dalam komunikasi krisis saat pandemi ini dapat memegang peranan penting yang menjadi tolok ukur keberhasilan dan kegagalan dalam mengatasi pandemi ini. Apabila pola komunikasi krisis pemerintah Indonesia di tengah pandemic Covid-19 ini dibangun dengan baik, maka kebijakan yang diambil dan dibuat oleh pemerintah tidak akan menjadi tumpeng tindih dan membingungkan masyarakat luas.
Pemerintah dan masyarakat harus dapat melakukan komunikasi yang lebih terencana agar tingkat kepercayaan publik atau masyarakat tetap terjaga dan meningkat dibandingkan masyarakat mengonsumsi berita atau tulisan dengan sumber yang tidak jelas dan terkesan menakut-nakuti.
Dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pemerintah dengan pemerintah yang memegang otoritas dan memiliki data valid mengenai fakta dalam kondisi pandemi Covid-19, maka pemerintah harus menyerukan keterbukaan data yang merupakan hal yang penting untuk dilakukan dan disampaikan kepada masyarakat agar lebih sadar dan memahami situasi terkini. Oleh karena adanya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat, dapat dipastikan pandemi ini akan berangsur-angsur dapat teratasi dan negara Indonesia dapat beraktivitas normal kembali.
Sania Alya Fasya
Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta
Baca juga:
Duek Fakat: Cermin Demokrasi dan Gotong-Royong Orang Aceh
Berkembangnya Kearifan Lokal Kesenian Bantengan Mojokerto
PSBB itu Tidak Membosankan Kok