Harapan itu Bernama Anies Baswedan

Politik
Sumber foto: depokrayanews.com

Babak baru dinamika perpolitikan Indonesia akan segera diwujudkan dalam bentuk pesta demokrasi tertanggal 14 Februari 2024. Dalam menghitung hari, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menerima pendaftaran berkas Calon Presiden (Capres) dan Cawapres (Cawapres) mulai dari 19-25 Oktober 2023.

Sejumlah aktor politik yang digadang-gadang pun sudah bergesekan antara satu dengan lainnya dalam upaya memenuhi presidential threshold, dalam langkah memenuhi ambang batas, dan dalam upaya pemenangan kontestasi pemilu.

Anies, Ganjar, dan Prabowo menjadi tiga figur yang ditawarkan kepada publik yang sedang mempersiapkan muatan politik serta melakukan upaya beauty contest.

Atmosfer ini, tentu dirasakan oleh khalayak masyarakat luas yang menantikan siapa yang pantas dan siapa yang tidak pantas. Terdapat hal menarik pada pemilu 2024 ini, salah satu di antaranya terdapat berbagai berbagai elemen publik yang siap menguji isi kepala maupun gagasan dari berbagai macam kandidat.

Bacaan Lainnya

Hal ini tercermin dari berbagai universitas, media publik, maupun institusi non-governmental organization (NGO). Bagaimanapun, hal ini secara sontak langsung mendapat perhatian publik yang begitu masif. Hal ini juga, menjadi pembeda dengan kontestasi pemilu-pemilu sebelumnya yang sangat minim keterlibatan unsur publik untuk menguji gagasan, ide-ide, maupun isi kepala antar calon.

Dari sini, ini membuktikan bahwa masyarakat luas sudah cerdas dalam menentukan pilihannya atau dalam arti lain ini merupakan satu proses peningkatan dalam proses pendidikan politik dan berdemokrasi dalam negeri ini.

Di banyak kesempatan, dari ketiga calon terlihat ada satu kandidat yang memang memiliki kemampuan tata bahasa maupun argumen sangat menarik tak lain ialah Anies Rasyid Baswedan. Sosok ini, membawa jargon “Perubahan” dalam setiap agenda pertukaran pikiran di berbagai kesempatan.

Jika kita cermati, “Perubahan” di sini juga hanya dimiliki oleh sosok Anies di mana dua kandidat lainnya dengan membawa tema “Keberlanjutan”. Perubahan yang diharapkan memang ialah dengan selalu mencari upaya untuk perbaikan dan koreksi.

Dalam gambaran kebijakan pun, Anies selalu menyematkan kata kunci yakni mengintegrasikan keadilan dalam proses pembuatan kebijakan. Proses ini sangat bertolak belakang dengan apa yang kita saksikan saat ini, mulai dari kasus agraria Wadas dan Kendeng di Jawa Tengah, kejahatan Food Estate, serta yang baru terjadi dan miris kasus Rempang yang digadang menjadi Ecocity.

Hal ini sangat jauh dari proses keadilan dalam instrumen kebijakan. Mari kita ulas kembali ke Kampung Akuarium, yang menggambarkan kontradiksi dalam perumusan kebijakan di mana keadilan menjadi kata kunci dalam penyusunannya.

Setiap elemen dari warga diajak untuk berkolaborasi untuk menentukan bagaimana kampung susun ini diciptakan dengan proses yang berjalan damai dan mengikutsertakan budaya serta kultur perkampungan tersebut agar tetap terjaga.

Seperti apa yang juga disematkan oleh sosok Anies, masyarakat mengharapkan juga kesetaraan. Dalam definisi, setara berarti setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai aspek bernegara. Pendidikan dan kesehatan menjadi dua aspek yang sangat menjadi perhatian sosok Anies.

Di banyak kesempatan, Anies bahkan menekankan kedua aspek ini jangan dipandang sebagai biaya melainkan sebagai investasi. Jika ia dipandang sebagai biaya atau beban (cost) dalam sebuah proses pembuatan anggaran maka akan ada upaya untuk mengurangi atau memangkas hal ini. Namun, pandanglah ini sebagai investasi yang akan kita rasakan di waktu mendatang dalam medium-long term.

Jika kita merefleksikan diri, negara maju adalah mereka yang mengedepankan aspek pendidikan dan kesehatan sebagai keyword dari pembangunan manusia. Pembangunan infrastruktur yang masif akan tidak mendapatkan tempat jika ia dibuat hanya untuk segelintir pihak dan oligarki saja yang dapat memanfaatkannya.

Menanti kontestasi pemilu, publik mengharapkan sosok yang cerdas, amanah, dan memiliki akhlakul karimah. Harapan ini, mengembalikan kita ke dasar cita-cita NKRI yang tercakup dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Anies Rasyid Baswedan, sosok yang lahir dari rahim perjuangan panjang bangsa ini. Sehingga sampai dengan hari ini, publik masih dapat merasakan nafas dari perubahan dari harapan atas berbagai ketidakadilan dan berbagai disparitas maupun ketimpangan yang terjadi.

Perubahan menuju masyarakat adil dan makmur melalui proses berkeadilan, kesetaraan, dan kolaborasi. Negeri ini membutuhkan perubahan, seperti sebuah kompas yang mengkalibrasi tujuan kita bernegara yang dalam setiap lima tahun kita mengevaluasi sudah sampai mana perjuangan negara ini. Mari kita menyongsong kontestasi ini dengan mengedepankan rasa kejujuran dan dalam nuansa perdamaian.

Penulis:

Agam Fadhila
Mahasiswa Manajemen Universitas Negeri Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses