Yogyakarta – Mayoritas harga pangan mengalami kenaikan secara rata-rata nasional, Senin (23/6/2025).
Beras medium juga mencatatkan kenaikan harga 1,14% duduk di angka Rp14.145 per kg.
Diikuti harga beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) naik 4,33% menjadi Rp13.100 per kg (Bisnis.com, JAKARTA, 23 Juni 2025).
Harga beras kembali melonjak dan melebar di berbagai daerah, bahkan saat pemerintah mengklaim bahwa stok beras nasional dalam kondisi aman dan melimpah.
Ironisnya, lebih dari 130 kabupaten/kota di Indonesia mengalami kenaikan harga beras pada pekan kedua Juni 2025 (Bisnis.com, 17 Juni 2025).
Kondisi ini menjadi kejanggalan besar dalam logika pasar. Menurut Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Lilik Sutiarso, kenaikan harga beras sangat tidak masuk akal mengingat tahun ini produksi beras nasional dalam kondisi memuaskan, saat stok cadangan beras pemerintah atau CBP tahun ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah.
“Anomali semacam ini tidak boleh dibiarkan karena merugikan masyarakat dan juga para petani. Bagaimana mungkin beras kita 4,2 juta tapi harga di sejumlah pasar naik.” (Beritasatu.com, 19 Juni 2025)
Per 13 Mei 2025, cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog tembus 3,7 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2,02 juta ton merupakan hasil serapan gabah/beras dari dalam negeri, sedangkan sisanya berupa beras impor tahun 2024 (Kompas.id).
Saat cadangan beras masih tersedia pemerintah melakukan impor beras hal ini menjadi sebuah ironi yang menyedihkan.
Inilah watak asli dari sistem kapitalisme dalam mengelola pangan: rakyat tidak menjadi prioritas. Pangan diposisikan sebagai komoditas ekonomi, bukan hak dasar rakyat.
Negara hanya bertindak sebagai regulator, bukan penjamin distribusi yang adil. Akibatnya, distribusi dan harga pangan sangat dipengaruhi oleh permainan pasar dan kepentingan segelintir elite pemilik modal.
Kondisi ini semakin menegaskan bahwa sistem kapitalisme telah gagal memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Solusi tambal sulam seperti bansos atau operasi pasar justru menambah sederet masalah baru, bukan hanya menjadi penenang sementara, tanpa menyentuh akar masalahnya ibarat obat pengurang nyeri yang merusak ginjal bila terus diberikan tanpa mengobati sumber sakitnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta alat komunikasi dan transportasi semestinya lebih mempermudah proses distribusi dan tata kelola utamanya dalam pengaturan urusan sektor strategis termasuk dalam hal ini adalah pangan.
Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab langsung terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan. Islam memandang pangan sebagai hak yang wajib dipenuhi, bukan barang dagangan. Islam akan mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberikan yang terbaik pengelolaan masyarakat.
Bidang pertanian, farmasi,kedokteran, teknik dan berbagai bidang akan diintegrasikan untuk mengurai berbagai problem khususnya dalam hal ini adalah sektor pangan, kemajuan ilmu pengetahuan didukung oleh negara hingga bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, negara tidak hanya mampu melakukan swasembada pangan namun menjadi yang terdepan dalam berbagai sektor strategis untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Imam (penguasa) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem Khilafah Islam, negara akan memberikan subsidi benih, pupuk, irigasi secara gratis kepada petani. Hasil panen akan dikelola langsung, bukan diserahkan pada tengkulak atau spekulan pasar. Distribusi beras dijamin merata, dan penimbunan (ihtikar) dilarang keras.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa menimbun bahan makanan untuk dijual kepada kaum Muslimin, maka Allah akan menimpanya dengan penyakit kusta dan kebangkrutan.” (HR. Ahmad)
Melalui pengelolaan langsung oleh negara, stok tidak akan menumpuk di gudang, impor tidak dilakukan kecuali dalam kondisi yang diperlukan dan distribusi tidak akan dipersulit birokrasi atau kepentingan politik. Khilafah juga tidak akan menetapkan harga secara paksa, kecuali untuk mencegah kezaliman dan praktik penimbunan, sebagaimana panduan syariat.
Harga barang-barang akan terbentuk secara alami melalui mekanisme pasar yang sehat, yaitu ketika suplai melimpah dan distribusi lancar. Negara hanya memastikan ketersediaan dan kelancaran distribusi, tanpa mencampuri pembentukan harga, sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ ketika ditolak menetapkan harga: “Sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga, menahan dan melapangkan rezeki.” (HR. Tirmidzi)
Sudah saatnya kita menyadari bahwa krisis pangan, harga yang tidak terkendali, dan kebijakan yang merugikan rakyat tidak akan pernah benar-benar selesai selama sistem kapitalisme masih menjadi panglima.
Problem sistemik bila ditambal dengan regulasi teknis, maka hasilnya adalah krisis yang terus berulang.
Bila akar sistemnya diganti dari Sang Pencipta seperti yang tercatat dalam tinta emas sejarah peradaban Islam, rakyat bisa benar-benar merasakan keadilan dan keberkahan yang nyata.
Penulis: apt. Wahyu Titis, L,M.Farm
Mahasiswa Prodi S3 Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News