Hukum tata negara diartikan sebagai bagian hukum yang memiliki hubungan tertentu, yang muncul dalam perjalanan sejarah dan diatur oleh hukum yang disebut negara. Hukum tata negara memiliki beberapa fungsi:
- Fungsi konstitutif atau kelembagaan: Pemerintah harus didirikan melalui kantor-kantor;
- Atribut atau fungsi pemberdayaan: Kekuasaan kemudian dapat diberikan ke kantor-kantor ini;
- Fungsi mengatur atau memoderasi: Hanya dengan demikian pelaksanaan kekuasaan ini dapat dikenakan pembatasan/ batasan.
Ketiga fungsi ini biasanya terdapat dalam satu keputusan, sehingga pembentukan, pengaitan, dan pengaturan berlangsung secara bersamaan.
Baca Juga: Hukuman Mati Menurut Hukum Indonesia
Dengan adanya fungsi konstitutif maka hukum tata negara berkaitan langsung dengan hukum konstitusi. Demikian pula hukum konstitusional berkaitan dengan ‘negara’. Doktrin negara umum: uraian prinsip-prinsip umum (sintesis) dari berbagai hak negara dan perbandingan hak negara.
Pengertian konstitusi ini menjelaskan keterkaitan mengenai apa yang bisa dilakukan oleh tiap cabang pemerintah. Selain itu juga menjelaskan bagaimana tiap cabang pemerintah mampu mengontrol cabang-cabang lainnya.
Konstitusi juga berarti agregat dari dasar prinsip-prinsip yang menjadi hukum dasar negara, organisasi atau dari entitas lain. Umumnya akan menentukan bagaimana entitas tersebut akan diatur.
Hukum tersebut sebenarnya tidak mengatur hal-hal yang terperinci. Melainkan hanya menjelaskan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi sejumlah peraturan lainnya.
Konsep ‘negara’ tidak muncul dalam hukum konstitusional positif, tetapi memainkan peran penting dalam hukum internasional dan hukum privat. Dalam hukum internasional, negara adalah subjek hukum internasional. Dalam hukum privat, negara adalah badan hukum, tunduk pada hukum.
Sebuah negara (nasional) independen dalam hubungan eksternalnya, kompleks kantor yang diatur oleh undang-undang yang memiliki hubungan yang diatur secara hukum satu sama lain dan dengan subjek. Kasus konstitusi yang pernah terjadi di Indonesia di antaranya adalah:
1. Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950
Kurang dari satu tahun, negara-negara bagian menggabungkan diri dengan negara bagian Republik Indonesia.
Akhirnya pada 19 Mei, terbentuklah negara kesatuan sebagai perwujudan Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Lalu pada 15 Agustus 1950, terbentuk UUD Sementara (UUDS), UUD baru yang menggantikan UUD RIS.
Baca Juga: Banyaknya Penegak Hukum yang Melanggar Hukum, Mau Jadi Apa Negara Ini?
Bentuk negara, pemerintahan, dan kabinet berdasarkan UUDS 1950 yaitu:
- Bentuk negara: negara kesatuan;
- Bentuk pemerintahan: republik;
- Bentuk kabinet: parlementer;
Sistematika UUDS 1950 yaitu:
- Pembukaan (Mukadimah) terdiri atas 4 alinea, tetapi rumusannya tidak sama dengan UUD 1945;
- Batang Tubuh terdiri atas 6 bab dan 146 pasal;
- Tidak ada bagian penjelasan.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
Setela Agresi Militer Belanda II, bangsa Indonesia menghadapi pembentukan negara-negara federal atau bagian dari Belanda. Pemerintah berbicara dengan wakil-wakil negara untuk menentukan konstitusi apa yang akan digunakan.
Akhirnya, rancangan UUD RIS diajukan dan disahkan oleh badan perwakilan rakyat dan pemerintah negara bagian. Konstitusi RIS disahkan lewat Keputusan Presiden pada 13 Januari 1950 dan diundangkan pada 6 Februari 1950.
Konstitusi RIS mengatur bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan bentuk kabinet sebagai berikut:
- Bentuk negara: negara federasi/ serikat;
- Bentuk pemerintahan: republik;
- Bentuk kabinet: parlementer.
Sistematika konstitusi RIS 1945 yaitu:
- Pembukaan (Mukadimah) terdiri atas 4 alinea;
- Batang Tubuh terdiri atas 6 bab dan 197 pasal;
- Tidak ada bagian penjelasan.
Hukum di Indonesia dibuat untuk diterapkan dengan seadil-adilnya yang mana bertujuan kesejahteraan rakyat dan kemajuan negara.
Namun apa jadinya jika hukum di Indonesia ini hanya berlaku bagi rakyat kecil yang sudah menderita dengan kemajuan global, tetapi pelanggaran hukum yang dilakukan kaum pejabat dan konglomerat tidak pernah diusut secara tuntas dan terkesan berlalu begitu saja.
Penulis: Robby Raman Danu (2274201076)
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi