KBM Daring Demi Eksistensi Dan Formalitas Semata?

KBM Daring Eksistensi Formalitas

Pandemi COVID-19 masih saja belum bisa diredakan sampai sekarang. Virus dengan mudahnya menyebar dan tidak kenal pandang bulu, terlebih Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus positif Virus COVID-19 yang tinggi. Virus yang mulai mewabah pada 31 Desember 2019 di Kota Wuhan Provinsi Hubei Tiongkok, saat ini sudah menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia, sehingga pada tanggal 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) menetapkan wabah ini sebagai pandemi global. Ratusan ribu manusia terpapar COVID-19 di seluruh dunia, bahkan sampai puluhan ribu menjadi korban meninggal. Virus ini cepat menular melalui kontak antar manusia yang sulit diprediksi karena kegiatan sosial yang tidak bisa dihindari merupakan penyebab terbesar menyebarnya COVID-19 ini.

Oleh sebab itu untuk mengurangi korban akibat wabah ini, seluruh dunia serentak menerapkan menjaga jarak atau social distancing untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Kebijakan social distancing memberikan dampak fatal terhadap roda kehidupan manusia, mulai dari masalah ekonomi yang memiliki dampak paling terasa karena hal ini menyentuh seluruh lapisan masyarakat, terhentinya perjalanan roda ekonomi mengakibatkan tertutupnya kebutuhan primer manusia untuk memenuhinya, dengan begitu negara akan sangat terbebani jika harus menanggung segala kebutuhan pokok setiap penduduknya.

Baca Juga: Online Learning Tak Kunjung Usai, Apa Saja Tantangan Mahasiswa Saat Menjalaninya?

Bacaan Lainnya
DONASI

Pembelajaran Daring

Selain masalah ekonomi, yang menjadi perhatian masyarakat juga yaitu pendidikan. Keputusan pemerintah tentang social distancing dirasa sangat mendadak, membuat lembaga pendidikan sekolah/madrasah menjadi rumah, membuat anak belajar mandiri dan melaksanakan pembelajaran jarak jauh atau PJJ yaitu pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan murid secara online untuk mencapai pembelajaran yang menggunakan teknologi, media elektronik berupa hp (hand phone) dan laptop atau komputer memunculkan pro dan kontra di kalangan orang tua.

Pembelajaran daring dijadikan solusi di masa pandemi seperti ini dengan menggandeng berbagai aplikasi pendukung untuk melakukan pembelajaran bagi siswa, melalui platform atau aplikasi seperti video conference, Zoom, Google Meet, Google Classroom, Quiziz, Kahoot, dan lainnya. Tidak hanya proses pembelajaran yang dilakukan secara daring, namun Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir semester juga dilakukan via online. Sistem ini telah berjalan beberapa bulan namun masih menuai pro dan kontra khususnya di kalangan orang tua. Sebagian orang tua merasa tidak masalah dengan sistem pembelajaran yang dilakukan secara daring. Sementara sebagian lain merasa keberatan dengan sistem daring, seperti apakah kebijakan perkuliahan daring tersebut sudah berjalan efektif? Apakah transformasi ilmu yang dilakukan antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembelajaran sudah berjalan secara baik? Ataukah perkuliahan daring dilakukan demi eksistensi dan formalitas agar perkuliahan tetap berjalan?

Masalah Pembelajaran Daring

Sampai saat ini, banyak suara-suara khususnya mahasiswa yang menanggapi terkait perkuliahan secara daring, terlebih lagi bagi mahasiswa yang terkendala akses jaringan internet karena berada di daerah-daerah yang jaringan internetnya belum memadai. Tidak hanya terkait masalah jaringan internet, namun juga keefektifan belajar secara daring yang dinilai belum efektif karena kebanyakan pembelajaran hanya sebatas pemberian tugas dan sedikit adanya proses transformasi ilmu. Walaupun mahasiswa pada dasarnya memang diajarkan untuk mandiri, namun jika terus menerus hanya sebatas pemberian tugas tanpa adanya bimbingan atau penjelasan, akan berdampak banyaknya persepsi terkait pemahaman materi, karena cara berpikir setiap individu akan berbeda.

Dalam penerapannya, pembelajaran maupun perkuliahan secara daring juga masih harus melihat kondisi mahasiswa yang terkena kendala pembelajaran selain kondisi geografis, namun juga kondisi ekonomi dan kondisi lingkungan. Bagi mahasiswa dengan keluarga yang terdampak pandemi COVID-19 dan mengalami pasang-surut ekonomi, dan mahasiswa yang tidak memiliki perangkat yang mendukung perkuliahan seperti laptop, ataupun komputer lainnya, juga akan mengalami kendala untuk mengikuti perkuliahan daring. Alhasil, mereka akan kesulitan mengikuti perkuliahan atau bahkan tidak bisa mengikuti perkuliahan.

Baca Juga: Semiotika Teknologi dalam Pembelajaran Berbasis Online

Walaupun sudah ada pemotongan biaya kuliah bagi beberapa mahasiswa yang dinilai pantas untuk mendapatkan potongan biaya, dan subsidi kuota belajar per mahasiswa, belum menjamin keefektifan belajar secara daring. Namun setidaknya hak mereka sudah didapatkan karena mahasiswa pada saat pembelajaran daring tidak bisa menikmati fasilitas yang biasanya digunakan ketika di kampus. Pada situasi pembelajaran daring seperti sekarang, terhitung penggunaan kuota semakin membengkak dan mahasiswa perlu lebih banyak biaya agar memiliki kuota dan dapat mengikuti perkuliahan.

Meskipun pembelajaran daring masih belum dikatakan secara maksimal, namun kebijakan pemerintah terkait penyelenggaraan pembelajaran daring perlu kita apreasi karena sebagai langkah pemberantasan dan pemutusan rantai penyebaran virus COVID-19. Inisiatif yang tadinya hanya sebatas wacana semata, kini mau tidak mau harus digunakan karena adanya COVID-19 ini. Apa yang akhirnya terjadi? Tentunya pembelajaran secara daring akhirnya terlaksana. Namun, semua hal yang dikhawatirkan sebelumnya juga akhirnya terjadi bersamaan dengan diberlakukannya kebijakan tersebut. Untungnya Kemendikbud selaku pemegang kebijakan, tanggap terhadap keluhan-keluhan yang keluar dan sesegera mungkin melakukan evaluasi. Mulai dari penyederhanaan kurikulum sampai rencana pembagian kuota internet gratis. Semua diupayakan guna memberikan kelancaran dalam kegiatan pendidikan secara daring.

Sisi Negatif Pembelajaran Daring

Apakah cara-cara yang dilakukan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah cukup untuk menyelesaikan masalah? Pasti yakin sebagian besar dari para pelajar, mahasiswa dan juga orang tua/wali bahkan guru akan menjawab BELUM. Kenapa? Karena memang dampak dari pembelajaran daring ini sangat besar dan ketidaksiapan dalam penerapannya justru sudah menimbulkan permasalahan baru. Untuk itu mari kita uraikan satu per satu:

Pertama, harus kita akui bersama pembelajaran daring sangat tidak efektif dalam hal penjelasan materi dibandingkan pembelajaran tatap muka. Pada pembelajaran tatap muka saja –yang bertemu langsung dan dijelaskan langsung– murid belum tentu langsung paham. Apalagi kalau tidak bertemu. Jangan harap pula akan terjadi pendidikan karakter pada pembelajaran daring. Yang ada sekitar 70% dari pembelajaran daring isinya hanya pemberian tugas untuk pemenuhan target nilai siswa.

Baca Juga: Kuliah Daring Bikin Mahasiswa Makin Tidak Kritis

Kedua, pembelajaran daring justru bisa lebih mahal ketimbang luring. Yang pasti untuk orang tua/walinya memiliki penghasilan menengah ke bawah, pembelajaran daring sangat boros. Biasanya mereka hanya memberikan uang jajan atau uang untuk keperluan membeli perlengkapan sekolah untuk anak-anak mereka. Namun ketika harus daring, mau tidak mau mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli kuota internet yang seharinya bisa menghabiskan rata-rata 1 GB untuk satu anak. Misalkan 1 GB = Rp 10.000, jika mereka punya 3 orang anak yang semuanya merupakan pelajar maka satu bulannya harus mengeluarkan 900.000 rupiah. Ini hanya pemisalan saja. Bisa ada kemungkinan lainnya.

Ketiga, pembelajaran daring lebih melelahkan ketimbang pembelajaran luring. Ini tidak hanya dirasakan oleh murid saja, namun juga orang tua/wali dan juga guru. Bagi siswa pembelajaran daring lebih melelahkan karena tugas terasa lebih banyak (sebelum penyederhanaan kurikulum). Atau bagi siswa di daerah pelosok Indonesia yang kesulitan sinyal harus menempuh jarak jauh menuju tempat bersinyal kuat. Bagi orang tua wali yang biasanya tidak perlu mengawasi dan mengajari anak-anak mereka belajar akhirnya ikut turut berperan menjadi guru bagi anak-anak mereka. Bagi guru, pembelajaran melelahkan karena bisa memakan waktu 24 jam. Kenapa bisa? Karena dalam pembelajaran daring terdapat toleransi pengumpulan tugas yang rentang waktunya bisa sampai tengah malam. Belum lagi yang beberapa muridnya susah dihubungi, pemalas, dan lain sebagainya membuat guru menjadi tidak bisa terlepas dari HP-nya. (Pernyataan di atas merupakan keluhan asli hasil wawancara dan tidak dibuat-buat).

Sisi Positif Pembelajaran Daring

Namun, di samping itu, dalam pembelajaran daring juga terdapat sisi positifnya, diantaranya waktu pembelajaran dapat disesuaikan secara waktu dan tempat atau dilaksanakan dengan fleksibel, mahasiswa dapat berkreasi sesuai dengan inovasinya, mahasiswa dapat menemukan karakter baru dalam dirinya, lebih mendekatkan pada penguasaan teknologi. Atas tuntutan kondisi pada saat ini, walaupun belum sepenuhnya efektif dan baik, pelaksanaan pembelajaran atau perkuliahan daring mau tidak mau, setuju maupun tidak setuju, hal tersebut harus dilakukan, karena pendidikan merupakan kebutuhan kita, dengan tetap mengusahakan pembelajaran daring tetap berjalan secara efektif. Kemandirian dan pengoptimalan dalam proses belajar harus tetap dilakukan, sehingga transformasi ilmu tetap ada, dan semua dosen, mahasiswa dan semua pihak yang bersangkutan dapat mengatasi kekurangan yang ada dari sistem pembelajaran daring.

Baca Juga: Tetap Mengedepankan Perkembangan Karakter dalam Pembelajaran Daring

Solusi Permasalahan Pembelajaran Daring

Komunikasi antara guru maupun dosen sebagai pendidik dan mahasiswa sebagai peserta didik sangat perlu dilakukan demi keberlangsungan pembelajaran daring yang baik.  Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki apa yang sudah dilakukan, kesempatan untuk memperbaiki sistem pembelajaran sangat terbuka lebar,  hanya saja tergantung dari kita menyegerakan atau menundanya. Oleh sebab itu, solusi yang ditawarkan dalam masalah yang di hadapi semasa pandemi covid-19 baik dari pro dan kontra orang tua dan guru:

  1. Mendukung dan berkolaborasi dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan pemerintah setempat seperti Kemendikbud dan Kemenag serta pemerintah daerah untuk meningkatkan kebijakan strategis terkait pembelajaran dari rumah.
  2. Memberikan dukungan terhadap guru dalam bentuk peningkatan kapasitas dan penyediaan materi pembelajaran yang bisa mengakomodasi proses pembelajaran dari rumah, baik yang bersifat daring maupun luring.
  3. Mendorong keterlibatan orang tua melalui informasi tentang berbagai bentuk dukungan bagi anak dalam proses belajar dari rumah atau BDR. Memberikan dukungan informasi terhadap orang tua yang merupakan fasilitator utama bagi proses pembelajaran anak dari rumah agar lebih bisa optimal memfasilitasi pembelajaran anak-anak mereka.
  4. Memfasilitasi koordinasi antara mitra pembangunan dan organisasi masyarakat sipil, serta berbagi informasi dan sumber daya dalam jaringan kemitraan.
  5. Mendokumentasikan dan menyebarkan cerita inspiratif dari guru dan orang tua dalam memfasilitasi pembelajaran jarak jauh.

Selain itu, untuk solusi jangka panjang, pemerintah harus membangun sebuah jaringan internet sesegera mungkin yang memadai bagi dan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Berupa tower pemancar dan titik WIFI di setiap desa atau RW jika perlu. Bangun jaringan internet yang menjangkau seluruh daerah, kuat, dan cepat seperti yang telah dilakukan di Korea Selatan. Sehingga tidak terjadi lagi keluhan mengenai jaringan internet. Selanjutnya adalah menyusun strategi kebijakan mengenai kurikulum dan pembelajaran. Seperti permasalahan yang sudah dijabarkan pertama, kita tahu bahwa pembelajaran tatap muka itu jauh lebih efektif dalam pemberian materi. Sedangkan pembelajaran daring efektif dalam pemberian tugas.

Sebelum pandemi, kita tahu keseharian di sekolah –terutama yang menerapkan fullday school– diberlakukan pembelajaran (klasik) tatap muka yang sangat membosankan, membuat jenuh, dan cenderung tidak efektif. Maka dari itu kedepannya kita memerlukan suatu kebijakan kurikulum yang melaksanakan pertemuan tatap muka yang tidak terlalu lama namun langsung ke inti pembahasan dan pendidikan karakter. Sedangkan penugasan dilakukan melalui daring di luar pertemuan tatap muka. Dengan begitu, proses pembelajarannya akan jadi lebih evisien dan efektif.

Prihantini
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI