Kecenderungan Impulsive Buying pada Pengguna Mobile Banking

impulsive buying

Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa, karena perbankan harus bersaing dan berkompetisi untuk memberikan layanan yang terbaik dan memuaskan nasabahnya.

Penggunaan smartphone atau ponsel pintar di Indonesia diprediksi akan terus meningkat. Pada tahun 2015, hanya terdapat 28,6% populasi di Indonesia yang menggunakan gawai tersebut.

Seiring berjalannya waktu, ponsel pintar semakin terjangkau, sehingga meningkatkan penggunaannya pula. Lebih dari setengah populasi di Indonesia atau 56,2% telah menggunakan ponsel pintar pada tahun 2018.

Setahun setelahnya, sebanyak 63,3% masyarakat menggunakan ponsel pintar. Hingga tahun 2025, setidaknya 89,2% populasi di Indonesia telah memanfaatkan ponsel pintar. Dalam kurun waktu enam tahun sejak tahun 2019, penetrasi ponsel pintar di tanah air tumbuh 25,9%.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Manajemen Bisnis Era Digital dalam e-Commerce

Perkembangan teknologi informasi yang semakin maju ini membuka peluang bisnis yang bisa dilakukan dengan menggunakan handphone yang dapat diakses oleh semua orang.

Hal tersebut tentunya membuat nasabah berharap untuk mendapatkan fasilitas perbankan yang dapat mempercepat transaksi bisnis mereka yang juga dapat diakses melalui handphone, sehingga dunia perbankan berinovasi dengan menciptakan mobile banking untuk memenuhi kebutuhan nasabah.

Di Indonesia mobile banking bukanlah hal yang asing lagi, karena telah menjadi bagian dari inovasi perbankan dalam mengikuti persaingan bisnis global. Oleh karena itu, institusi-institusi perbankan berusaha memberikan kepuasan pelayanan kepada para nasabahnya dengan memberikan fasilitas perbankan, berupa layanan mobile banking untuk melakukan transaksi atau bisnis.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Mengancam Perbankan?

Penggunaan jaringan seluler untuk kepentingan transaksi komersial (mobile commerce) dinilai cukup aman, karena identitas pengguna lebih jelas, satu nomor ponsel hanya digunakan oleh satu orang. Maka mobile banking terlihat lebih sukses perkembangannya di Indonesia.

Transaksi melalui mobile banking menjadikan prosesnya mudah dan hemat baik hemat waktu, biaya dan tenaga. Namun kemudahan dan efisiensi ini memunculkan trade-off (kecenderungan yang bertentangan) yaitu dapat memicu pemborosan.

Konsumen yang aktif secara digital (digitally active) dinilai lebih menguntungkan bagi bisnis perbankan ketimbang konsumen konvensional. Laporan McKinsey & Company yang terbaru menyebut, konsumen Indonesia yang aktif menggunakan mobile banking lebih banyak melakukan pembelian ketimbang yang tidak menggunakan mobile banking.

McKinsey membagi tiga jenis kostumen, yaitu konsumen nondigital, konsumen digital moderat, dan konsumen aktif digital. Hasilnya, konsumen aktif secara digital membeli sebanyak 1,4 produk dalam 12 bulan terakhir. Sementara, konsumen digital moderate dan konsumen nondigital hanya membeli 0,7 produk bank dalam 12 bulan terakhir.

Secara keseluruhan jumlah produk yang dimiliki konsumen aktif secara digital lebih banyak ketimbang jenis konsumen lain. Konsumen yang aktif secara digital memiliki 3,2 produk. Sementara, konsumen digital moderat dan konsumen nondigital masing-masing hanya memiliki 2,9 dan 2,2 produk perbankan. Ini menjadikan konsumen yang aktif secara digital lebih valuable dibanding yang tidak aktif secara digital.

Penulis: Romiyati, S.I.P.
Mahasiswa Magister Manajemen FE UST Yogyakarta

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses