Kehampaan Hak: Masyarakat vs Perusahaan Kelapa Sawit di Indonesia

Kehampaan Hak

Review oleh Firda Widia Sari

Pengantar:

Buku kehampaan hak adalah eksplorasi yang memikat mengenai isu hak asasi manusia yang mendalam yang timbul dari ekspansi korporasi kelapa sawit yang begitu pesat di Indonesia.

Ditulis atas kolaborasi 4 orang akademisi dan aktivis yang membahas sebuah topik tentang maraknya konflik antar perusahaan sawit dan penduduk desa tempat industri perkebunan sawit.

Bacaan Lainnya

Hal tersebut didirikan seperti dibeberapa daerah di Indonesia yakni dalam contoh kasus yang diangkat dalam buku ini ada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat dan Riau.

Sesuai dengan apa yang dikemukakan penulis bahwa tujuan dari penyusunan buku ini adalah untuk membahas penyebab, karakter, dan akibat dari konflik antara korporasi sawit dan masyarakat lokal desa di beberapa wilayah di Indonesia.

Penulis menyajikan fakta dan data dengan cukup baik, membawa pembaca melihat lebih dalam mengenai kenyataan pahit yang dialami oleh masyarakat selama bertahun-tahun.

Buku ini juga menggali tantangan kompleks yang dihadapi warga pedesaan ketika mereka harus berjuang dengan konsekuensi berskala besar terhadap tanah dan kehidupan mereka.

Pembahasan:

Buku ini adalah penyelidikan mendalam mengenai disposisi sistematis atas tanah dan mata pencaharian penduduk lokal yang menemukan diri mereka berada dalam situasi konflik dengan korporasi sawit yang kuat.

Melalui kombinasi studi kasus mendalam, wawancara dan analisis sosial-politik, saya sendiri sepakat dengan ideologi penulis dalam menyajikan narasi yang kuat yang menegaskan bahwa problem ini merupakan problem yang serius untuk dikaji.

Perjuangan masyarakat dalam memperjuangkan hak mereka tidak akan pernah setara di mata hukum ketika berhadapan dengan negara dan korporasi.

Meninjau kembali Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Nomor 32 tahun 2009 pasal 66 yang menyatakan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

Namun dasar hukum ini hanyalah bualan semata. Jumlah kriminalitas dan intimidasi oleh aparat negara terhadap warga yang melawan dan memperjuangkan hak tanah mereka yang dirampas oleh pihak perusahaan masih saja dilakukan.

Ratusan bahkan ribuan warga masyarakat mendapatkan tindakan represif oleh aparat karena telah melakukan perlawanan dan menentang korporasi. Terlihat jelas hubungan erat negara dan korporasi dalam menelisik isu ini.

Tentu semua ini dilakukan atas adanya kepentingan korporasi dan kaum elite yang menyelinap masuk dan memanfaatkan institusi besar negara untuk melancarkan aksi dengan kerjasama kuat terjalin dalam melakukan eksploitasi terhadap lingkungan dan merampas hak warga lokal.

Penulis memeriksa dimensi hukum, sosial dan lingkungan dari isu ini. Mereka membongkar proses akuisisi tanah yang bermasalah, yang sering melibatkan paksaan dan manipulasi.

Konsekuensinya bagi masyarakat lokal sangat buruk, menyebabkan mereka kehilangan tanah, identitas budaya dan rasa terpinggirkan.

Dampak ini merambat melalui masyarakat yang menyebabkan penderitaan besar. Hal terberat yang dirasakan warga adalah ketika hukum tidak lagi berjalan dengan efektif di lapangan.

Disini jelas bahwa hukum semakin tajam ke atas dan tumpul ke bawah. Di mana hukum lebih berpihak pada elite daripada warga masyarakat lokal.

Disini juga dijelaskan bagaimana masyarakat lokal melakukan protes dan demo besar-besaran terhadap perusahaan kelapa sawit, mengapa mereka melakukannya, dan sejauh mana mereka berhasil menemukan solusi atas keluhan mereka.

Konflik kelapa sawit dan kewarganegaraan di Indonesia adalah bagian dari konflik yang disebabkan perubahan tata-guna lahan yang lebih besar, saat perusahaan-perusahaan pertambangan, pertanian, infrastruktur, perumahan, dan perkebunan mendapatkan akses ke lahan warga yang sangat luas dihampir seluruh wilayah di Indonesia.

Bahkan berita-berita mengenai isu ini marak disebar baik di surat kabar maupun di media lainnya tentang bagaimana protes warga terhadap korporasi yang merampas hak tanah mereka.

Buku ini juga mengulas tanggapan dari lembaga pemerintah, LSM dan Komunitas Internasional terhadap isu-isu tersebut.

Hal ini mengkritisi ketidakcukupan hukum dan regulasi yang ada dalam melindungi hak warga yang terkena dampak.

Peran tanggung jawab perusahaan adalah tema sentral, menyoroti kebutuhan mendesak akan praktik etis dan berkelanjutan dalam industri kelapa sawit.

Salah satu aspek yang paling memikat dari buku kehampaan hak ini adalah kesaksian langsung individu yang terkena dampak. Penulis memperkuat suara orang-orang yang telah dirampas haknya tersebut.

Narasi pribadi ini sekaligus menyayat hati dan menginspirasi, mengungkapkan ketahanan dan tekad kuat yang dimiliki warga dalam memperjuangkan hak-hak mereka meskipun pada akhirnya berwujud hampa hak atau dalam artian tangan kosong.

Kesimpulan:

Buku yang mengungkap penderitaan dan ketidakadilan yang dialami oleh warga pedesaan di Indonesia yang telah kehilangan hak-hak mereka akibat tindakan perusahaan kelapa sawit.

Sampai saat ini, warga pedesaan masih belum menemukan solusi yang memadai untuk masalah ini. Keberpihakan hukum dan elitisme telah menyebabkan hak-hak warga dirampas. Kenyataannya, banyak warga pedesaan terpinggirkan, hak-hak mereka seringkali diabaikan.

Proses akuisisi tanah yang kurang adil dan kurangnya perlindungan hukum yang memadai mengakibatkan warga pedesaan kehilangan tanah dan mata pencaharian mereka. Jika ada perlawanan mereka malah mendapatkan tindakan represif.

Hingga saat ini, kehampaan hak merupakan kenyataan yang menghantui banyak warga pedesaan yang berjuang untuk melindungi hak-hak mereka.

Solusi yang nyata terlihat semakin jauh dari jangkauan mereka. Buku ini mencerminkan perlunya perubahan mendalam dalam sistem hukum dan perlindungan hak warga pedesaan yang rentan terhadap eksploitasi.

Dalam konteks ini, “Kehampaan Hak” bukan hanya tentang ketidakadilan, tetapi juga panggilan untuk perubahan.

Dibutuhkan tindakan tegas dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk memastikan perlindungan hak warga pedesaan yang terus menderita akibat perampasan hak.

Tanpa upaya serius untuk memerangi ketidakadilan ini, warga pedesaan akan terus memperjuangkan hak mereka, dan konflik ini akan terus menjadi permasalahan mendesak dalam upaya mencapai keadilan sosial.

Buku ini menerangi realitas yang suram yang dihadapi oleh banyak warga negara Indonesia dalam perjuangan mereka melawan perusahaan kelapa sawit.

Buku ini menawarkan tinjauan yang seimbang dan komprehensif mengenai isu beragam yang berkaitan dengan hak atas tanah dan bagaimana penerapan hukum agraria di negara kita.

Narasi yang kuat dan analisis yang ketat dari penulis membuat buku ini wajib dibaca bagi siapapun yang peduli tentang hak asasi manusia, keadilan dan pertanggungjawaban perusahaan di dunia.

Ini merupakan seruan untuk bertindak dan menantang kita untuk mengevaluasi peran dan tanggung jawab kita dalam mengatasi isu mendesar ini.

Penulis: Firda Widia Sari
Mahasiswa Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Universitas Gadjah Mada

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:

Berenschot, Ward et al. (2023). Kehampaan Hak: Masyarakat VS Perusahaan Sawit di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

1 Komentar

  1. Wah lengkap sekali pembahasannya saya jadi paham maksud dari bukunya. Terimakasih reviewernya ..

Komentar ditutup.