Ketangkasan Organisasi Pasca Pandemi Covid-19: Apakah Ketangkasan Strategis Organisasi Sektor Publik Mempengaruhi Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai/ Karyawan

Motivasi Kerja
Ilustrasi: istockphoto

Pandemi Covid-19 mengubah kehidupan manusia dan pola sosialnya termasuk organisasi dalam berbagai sektor. Banyak perusahaan yang terdampak walaupun secara tidak langsung namun tetap harus menyesuaikan pola pengelolaan sumber daya manusianya.

Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam suatu perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan, karena sumber daya manusia memimpin faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan. Kinerja karyawan mempunyai beberapa kontribusi terhadap perkembangan dan keberlangsungan suatu perusahaan.

Kinerja individu seorang pegawai dapat dipengaruhi oleh faktor kompetensi keterampilan dan motivasi kerja. Dunia sedang menghadapi perubahan besar yang memaksa para pemimpin untuk mengadopsi cara kerja yang lebih tangguh dan tangkas untuk menghasilkan kinerja organisasi yang positif.

Bacaan Lainnya
DONASI

Pemerintahan di masyarakat industri menghadapi tantangan penyesuaian historis, dan perubahan yang terus-menerus memberikan tekanan pada organisasi sektor publik, yang secara tradisional merupakan birokrasi.

Di birokrasi sektor publik, perencanaan strategis tradisional telah berjalan dengan baik dalam lingkungan yang lebih stabil (Hamalainen et al., 2012), namun saat ini mereka menghadapi semakin banyak masalah dalam konteks yang memerlukan adaptasi cepat terhadap perubahan lingkungan.

Lingkungan saat ini telah menciptakan kebutuhan dan peluang besar bagi perubahan sistemik dan struktural bagi organisasi sektor publik.

Namun, mereka juga menghadapi kendala khusus di sektor publik, seperti pengambilan keputusan yang demokratis, kebutuhan akan dukungan publik, kurangnya tekanan pasar, dan kendala lapangan kerja (misalnya gaji yang lebih rendah).

Selain itu, hasil organisasi sektor publik sulit diukur karena hubungan antara masukan dan hasil tidak jelas (Mulgan, 2009).

Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan: apakah kelincahan organisasi diperlukan dalam organisasi sektor publik, dan apa manfaatnya bagi organisasi itu sendiri terhadap motivasi kerja yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai?

Seiring berjalannya waktu, pegawai/ karyawan mulai terbiasa dengan kebiasaan bekerja jarak jauh (Work From Home/ WFH) karena dapat bekerja fleksibel dan memudahkan pekerjaan.

Masyarakat yang mendukung WFH merasa mereka dapat menghindari kemacetan, mengurangi stres, fleksibel dalam bekerja, serta merasa nyaman dalam bekerja di rumah (Ma’rifah, 2020).

Sayangnya kenyamanan tersebut menjadikan para pekerja melupakan tugas dan tanggung jawabnya sehingga pekerja bermalas-malasan dalam bekerja serta berkurangnya kedisiplinan para pekerja saat pandemi mereda dan kembali bekerja di kantor.

Masalah yang muncul adalah perubahan budaya kerja sebelum, selama, dan pasca pandemi Covid-19 di mana kurangnya kemampuan pegawai untuk mematuhi jam kerja dan kemandirian dalam mengambil keputusan ketika tidak ada pimpinan, serta rendahnya upaya belajar terkait alat teknologi di saat pandemi berlangsung.

Hal ini mengakibatkan turunnya motivasi kerja yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja pegawai sehingga berdampak kepada organisasi itu sendiri.

Di lain sisi, organisasi perlu merestrukturisasi dan bahkan mengurangi jumlah tenaga kerja mereka, persepsi ketangkasan organisasi dihargai oleh karyawan dan dapat memberikan semacam jaring pengaman, karena karyawan akan merasa bahwa organisasi mereka cukup tangguh dan akan mampu bertahan hidup.

Sesuatu masalah yang timbul hingga pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi terutama dalam sektor pelayanan publik.

Untuk menjawab persoalan tersebut di atas, organisasi perlu melakukan perubahan dalam menjalankan sistem organisasinya. Agility adalah sebuah gerakan yang dimulai pada tahun 2001 sebagai seperangkat nilai dan prinsip yang diartikulasikan oleh Agile Manifesto.

Pada waktunya, manifesto tersebut melahirkan berbagai metodologi manajemen termasuk Scrum, DevOps, Lean, dan Kanban.

Seiring berjalannya waktu, hal ini berkembang menjadi gerakan orang-orang dengan pola pikir tertentu (Denning, 2018), dan istilah ‘agility‘ telah menjadi keharusan bisnis yang sering dikutip dan telah menyebar ke berbagai sektor (Gallup, 2018).

Pola pikir tangkas berfokus pada memberikan nilai berkelanjutan kepada pelanggan sebagai tujuan utama kerja; pendekatan ini mencakup pendekatan berulang dan bertahap untuk bekerja dalam tim kecil dan bertujuan untuk mencapai kelincahan di seluruh perusahaan dengan beroperasi sebagai jaringan (Denning, 2018).

Penggunaan istilah ‘kelincahan’ dalam penelitian organisasi muncul pada akhir abad kedua puluh dan dikaitkan dengan kombinasi fleksibilitas, kegesitan, dan kecepatan; hal ini semakin dianggap sebagai sumber keunggulan kompetitif dalam lingkungan yang kompetitif dan berubah dengan cepat (Singh et al., 2013).

Ketangkasan strategis merupakan kombinasi antara kelincahan dan ketahanan organisasi seperti yang dianjurkan oleh Holbeche (2015).

Park (2011) mengidentifikasi tiga dimensi ketangkasan strategis organisasi, ketangkasan penginderaan, ketangkasan pengambilan keputusan, dan ketangkasan bertindak, yang agak mirip dengan kemampuan dinamis yang diperkenalkan oleh Teece, Peteraf, dan Leih (2016).

Ketangkasan strategis melibatkan respons strategis terhadap perubahan; ini menggabungkan manfaat desentralisasi dan sentralisasi. Ini lebih dari sekedar fleksibilitas atau daya tanggap; ini adalah penciptaan nilai yang berjangka panjang dan bertujuan bagi masyarakat.

Kerangka kerja ketangkasan strategis mencakup sensitivitas strategis, komitmen kolektif, dan fluiditas sumber daya, yang membantu organisasi sektor publik (Doz & Kosonen, 2008). Di sektor publik, dan khususnya di saat krisis, kebermaknaan pekerjaan mungkin menjadi sumber penting kebahagiaan di tempat kerja.

Dalam organisasi yang tangkas (agile organization), terdapat budaya pembelajaran yang aktif baik dari kemunduran maupun keberhasilan.

Sistem informasi dan proses pengetahuan yang kaya memungkinkan orang mengakses informasi yang mereka perlukan untuk melakukan pekerjaan mereka dan juga berbagi ide untuk memberikan peningkatan nilai pelanggan.

Upaya perubahan ditargetkan untuk menciptakan arus informasi yang bermakna dan menempatkan orang yang tepat untuk menganalisis dan menafsirkannya.

Untuk menciptakan ketangkasan strategis organisasi sektor publik yang mempengaruhi motivasi kerja terhadap kinerja, organisasi perlu melakukan agile innovation.

Hal ini dimaksudkan agar terciptanya lingkungan kerja yang fleksibel dan memungkinkan pegawai/ karyawan dapat mengembangkan kemampuan terutama pasca pandemi Covid-19. Praktik kerja berkinerja tinggi kondusif bagi inovasi, keterlibatan karyawan, dan tingkat otonomi karyawan yang tinggi.

Ini termasuk orang-orang yang bekerja dalam tim kecil non-hierarki dengan sejumlah tujuan yang jelas dan dapat dicapai dalam waktu singkat.

Karyawan diberdayakan dalam kehidupan kerja sehari-hari dan terdapat peluang berkelanjutan bagi mereka untuk memulai dan memimpin perbaikan dan inovasi dalam produk, layanan, dan proses.

Pemecahan masalah yang cepat dan pengambilan keputusan pada tingkat yang tepat dimungkinkan oleh praktik di tempat kerja seperti kerja tim yang terorganisir sendiri, batasan yang tidak jelas antara divisi organisasi internal dan juga organisasi mitra, tim perbaikan dan inovasi yang inklusif, kemitraan manajemen serikat pekerja, keterbukaan dan transparansi, dan kepemimpinan yang terdistribusi.

Dalam pelayanan sektor publik, kelincahan strategis suatu organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap keterlibatan kerja karyawan dan juga kesejahteraan.

Ketangkasan organisasi diperlukan bagi organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan dan bagi karyawan, yang akan lebih aman dan lebih terlibat jika mereka menganggap organisasi mereka gesit sehingga mampu merasakan, memanfaatkan, dan bertindak untuk mengimbangi perubahan lingkungan.

Saat ini masyarakat sedang mengalami beberapa krisis secara bersamaan, antara lain perubahan iklim, krisis energi, bahaya stagflasi, dan invasi Rusia ke Ukraina. Krisis-krisis ini menimbulkan pertanyaan mendesak mengenai ketahanan dan ketangkasan organisasi karena krisis ini kemungkinan besar bukan merupakan krisis global terakhir.

Pemerintah dan perusahaan perlu mengembangkan ketahanan dan kelincahan, yang dapat membantu organisasi menghadapi kesulitan, menahan guncangan, dan terus beradaptasi dan mempercepat ketika gangguan dan krisis muncul seiring berjalannya waktu.

Kepemimpinan, pembelajaran organisasi, dan kejelasan tujuan sebagai pendorong utama ketahanan organisasi sektor publik, artinya jika karyawan didukung oleh pemimpin yang peka terhadap perubahan, mengambil keputusan tepat waktu, dan bertindak tangkas, mereka akan merasakan keterlibatan kerja yang lebih tinggi pasca pandemi Covid-19 yang akan mempengaruhi motivasi kerja pegawai sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka.

Dalam hal kepemimpinan, pemimpin adalah pelayan publik yang memberikan pelayanan kepada orang lain, termasuk kepada bawahan akan semakin menumbuhkan keterikatan yang kuat antara pimpinan dan juga bawahan.

Keterikatan antara pemimpin dan bawahan tadi akan memberikan dampak yang positif dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab karena memiliki satu pemahaman yang sama dalam memberikan layanan tentunya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Publik juga membutuhkan pemimpin pelayan. Percepatan perbaikan kualitas pelayanan dimulai dari komitmen pemimpin. Tanpa adanya komitmen pemimpin, tak mungkin pelayanan publik ke masyarakat dapat berkualitas. Jika seorang pemimpin sangat menyadari bahwa tugas utamanya adalah memberikan pelayanan kepada publik, kesejahteraan masyarakat pasti akan bisa dicapai.

Karena prinsip kepemimpinan yang diterapkan akan selalu berorientasi pada kepuasan masyarakat. Teladan, integritas, komitmen, etos kerja, profesionalitas dan tanggung jawab berlandaskan karakter jiwa Bela Negara yang ditunjukkan oleh pemimpin pelayan sudah wajib diterapkan dalam setiap lini penyelenggaraan pelayanan publik.

Pemimpin sudah seharusnya berdiri di depan untuk menjadi teladan dan memberikan pelayanan kepada mereka yang dipimpin dan kepada masyarakat. Pemimpin harus berdiri di tengah untuk memantik dan menggugah motivasi dan inovasi dalam peningkatan kualitas layanan.

Dan seorang pemimpin juga harus bisa berdiri di belakang untuk mendorong bawahannya dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang prima.

Penulis: 

Titus Agusto Bere
Mahasiswa 
Magister Manajemen (M.M) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (F.E.B.) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran“ Yogyakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI