Generasi Z (Gen Z), yang lahir dan tumbuh di era teknologi canggih, memiliki keunggulan dalam memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi dan jualan online. Dengan hanya berada di rumah, memotret produk, lalu mengunggahnya ke media sosial, banyak dari mereka yang berhasil menarik perhatian pembeli dan memperoleh pendapatan.
Era digital saat ini memang mempermudah aktivitas berjualan, terutama bagi Gen Z yang mahir menggunakan teknologi. Oleh karena itu, integrasi e-commerce dengan media sosial menjadi sangat penting. Saat ini, aplikasi jual beli online seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada sudah banyak digunakan.
Selain itu, platform media sosial seperti Instagram dan Facebook telah menyediakan fitur belanja yang memungkinkan pelanggan membeli produk langsung melalui aplikasi. Pemanfaatan fitur ini dapat mempermudah proses transaksi bagi penjual dan pembeli. Sementara itu, aplikasi pesan seperti WhatsApp, dengan fitur status atau story-nya menjadi salah satu platform yang paling mudah dan sering digunakan untuk promosi.
Baca Juga: Opini dan Data: Menelusuri Lemahnya Kesehatan Mental Gen Z
Tidak sedikit dari mereka yang mulai berjualan online, setelah lulus SMA/SMK, baik dengan bekerja di bisnis orang lain maupun membuka usaha sendiri. Mahasiswa pun sering kali memanfaatkan waktu luang untuk berjualan sambil tetap menjalani aktivitas perkuliahan.
Kemudahan ini membuat bisnis online semakin diminati karena dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Namun, dibalik kemudahan tersebut, terdapat fenomena unik yang sering terjadi pada Gen Z, yakni kecenderungan berjualan berdasarkan mood.
Mood atau suasana hati menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi konsistensi mereka dalam menjalankan bisnis. Sebagai contoh, saat mood sedang baik mereka mampu bekerja dengan rajin, teliti, dan penuh semangat. Sebaliknya, ketika mood buruk melanda dari mereka memilih untuk berhenti sementara atau selamanya.
Generasi Z seringkali menjadikan mood sebagai faktor utama dalam menjalankan usaha. Misalnya, mereka cenderung mempromosikan produk sesuai suasana hati, sehingga pelanggan kadang mengira mereka sudah berhenti berjualan, padahal kenyataannya bisnis tetap berjalan dan bahkan laris.
Ada pula yang memulai usaha karena iseng, tetapi justru ramai pembeli hingga merasa lelah dan membutuhkan waktu istirahat, baru kemudian melanjutkan usaha ketika mood kembali baik. Disisi lain, beberapa memilih berhenti berjualan karena sepi pelanggan dan kembali pada kebiasaan rebahan.
Sebagai generasi Z memiliki potensi besar dalam dunia bisnis online berkat kemampuan mereka memanfaatkan teknologi dan media sosial. Meskipun mood sering menjadi tantangan yang mempengaruhi konsistensi mereka, hal ini seharusnya tidak menjadi penghalang. Dengan kreativitas, kemampuan adaptasi, dan strategi yang matang, Gen Z dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk terus berkembang.
Keberhasilan dalam berjualan online tidak hanya ditentukan oleh mood, tetapi juga oleh komitmen dan pengelolaan emosi yang baik. Di era digital yang semakin kompetitif, Gen Z dapat menjadi pelaku bisnis yang tangguh dan inovatif, asalkan mampu mengelola tantangan dengan bijak.
Penulis: Khoirunnisaa Khotiibah
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News