Ketika Suami Tak Berperan sebagaimana Mestinya

suami tak berperan

Wahai para istri, pernahkah kalian merasa kecewa dengan suami? Tentu saja yang namanya hidup, mungkin kita pernah kecewa, pernah juga bahagia, ya itu adalah wajar. Namun, kalau kekecewaan itu terus berlarut, perlu kita waspadai. Karena biasanya akan berdampak pada fisik dan psikis. Kalau itu menimpa kita, ujung-ujungnya hanya ada satu kata yang dikeluarkan yaitu cerai.

Yang seharusnya menimbulkan kekecewaan bagi kita para istri adalah ketika suami kita tak berperan sebagai qowwam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 34, yang artinya:

Suami itu pelindung bagi istri, karena Allah telah melebihkan laki-laki atas perempuan, dan karena laki-laki telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan shalihah adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada…”

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca juga: Hukum Suami Istri Bermesraan di Depan Umum

Laki-laki itu adalah qowwam. Pemimpin bagi istri dan keluarganya. Pemimpin adalah sebuah karakter, imam, dan dia harus menjadi contoh. Ketika seorang suami tak peduli apalagi tak bertanggungjawab terhadap anak dan istri, maka patut dipertanyakan.

Ketika suami paham bahwa dirinya adalah qowwam, maka dia akan memperhatikan apa-apa yang terjadi pada istri dan keluarganya, dia akan mengikuti apa yang terjadi dan apa yang dirasakan oleh istrinya.

Tetapi, pada kehidupan yang sekarang banyak para istri yang tidak menemukan karakter qowwam pada suaminya. Ketika sebelum menikah, calon suami begitu memperhatikan kebutuhan calon istrinya. Tapi sayangnya, ketika sudah menikah, nampak dia kurang tanggung jawab.

Baca juga: Siapakah Lelaki Idaman dalam Al-Quran?

Kekecewaan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kita harus mencari akar permasalahannya. Kalau dilihat realitas di zaman sekarang, akar masalahnya adalah pertama karena memang suami itu lemah dalam hal pemahaman.

Sekarang banyak orang yang tidak memahami aturan agama. Hidupnya hanya sekedar untuk mengikuti hawa nafsunya. Sehingga saat menikah pun, dia tidak paham akan kewajibannya sebagai seorang suami. Yang kedua, banyak yang sudah paham, tapi malas dan tidak mau bersusah payah.

Ini adalah sebuah penyakit yang tak peduli dengan masa depan. Sehingga, hanya mementingkan dirinya sendiri, jalan-jalan ke kuliner, tidak merasakan apa yang dirasakan istrinya.

Berdasarkan banyaknya kasus ketidakharmonisan dan kekacauan rumah tangga tersebut maka kita sebagai yang belum menikah hendaknya dapat berikhtiar mempersiapkan diri baik secara iman maupun mental sebelum pernikahan.

Ilmu sebelum pernikahan ini atau yang familiar di dengar sebagai ilmu pra-nikah dipandang sangat penting bagi kematangan dan kedewasaan individu dalam memutuskan sikap serta tindakan yang harus dilakukan saat berumah tangga kelak.

Memang penulis belum mengalami bagaimana rasanya berada dalam kehidupan rumah tangga. Namun, dari berbagai cerita, berita, dan pengalaman sekitar, rumah tangga layaknya terlihat sebagai roller coaster kehidupan. Di dalamnya selalu datang ombak-ombak konflik, tak hanya satu atau pun dua tetapi berbagai.

Apabila seseorang yang menjalani peran dalam rumah tangga tidak memiliki ilmu dan juga tidak siap secara iman dan mental maka bagaimana kelak ia dapat memutuskan solusi yang tepat atas permasalahannya tersebut? Padahal kelak kehidupan berumah tangga ini akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah.

Maka ilmu pra-nikah ini sangat penting untuk diperhatikan dan diamalkan bagi pemuda atau pun dewasa, baik lelaki maupun perempuan terutama bagi yang belum menikah.

Setelah menikah pun juga tidak mengapa. Setelah menikah tidak berarti seseorang berhenti belajar tetapi akan lebih baik dan lebih matang sekiranya seseorang telah mulai mempersiapkan dirinya dari sebelum ia menikah.

Baca juga: Khitbah dan Ta’aruf Bukan Modus Syari’ah

Alhamdulillah saat ini kita hidup di zaman serba mudah dengan adanya bantuan teknologi. Berbagai kelas pra-nikah telah banyak diadakan melalui program-program online dengan berbagai jenisnya, ada yang berbayar maupun gratis, ada yang melalui live zoom maupun chat di sosial media.

Sehingga, kita disarankan disamping mengikuti kelas-kelas pra-nikah tersebut juga hendaknya dapat meluangkan diri untuk mengikuti kajian seputar pernikahan atau kehidupan dalam berumah tangga.

Dengan bekal ilmu yang matang, diharapkan untuk lelaki kelak dapat menjadi suami yang qowwam bagi rumah tangganya. Suami yang dapat menahkodai kapal rumah tangganya menuju jalan ketakwaan kepada Allah.

Suami yang memahami akan hak dan kewajiban yang harus ia lakukan terhadap istri dan anak-anaknya. Dan, begitu pula wanita diharapkan kelak dapat menjadi istri yang shalihah bagi suaminya.

Istri yang jujur dalam mengemban amanah finansial rumah tangganya. Istri yang kelak dapat menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, hingga mencetak generasi umat yang bertauhid, cerdas, dan profesional.

Tim Penulis:

1. Shafira Dhaisani Sutra
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI