Kodilogi Tafsir Faidlurrahman Juz 2 Karya Kyai Sholeh Darat di Museum Masjid Agung Demak

arya Kyai Sholeh Darat di Museum Masjid Agung Demak.
Kodilogi Tafsir Faidlurrahman Juz 2 Karya Kyai Sholeh Darat di Museum Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak yang terletak di pesisir pulau Jawa tepatnya di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid Agung Demak didirikan oleh Raden Patah dengan bantuan Walisonggo pada sekitat abad ke- 15 M. Sehingga dikenal sebagai masjid paling tua di Pulau Jawa.

Selain dijadikan tempat pusat keagamaan Masjid Agung Demak juga sering dijadikan kajian observasi oleh sejumlah peneliti sebab di Museum Masjid Agung Demak menyimpan sekitar 14 peninggalan manuskrip atau mushaf Al-Qur’an kuno, beberapa dari manuskrip tersebut adalah wakaf dari masyarakat.

Salah satu manuskrip yang populer adalah manuksrip Tafsir Faidlurrahman Juz 2. Tafsir Faidlurrahman termasuk salah satu warisan intelektual Islam pra-modernisme di Jawa karya Syaikh Muhammad Shalih ibn Umar al-Samarani yang lebih dikenal dengan sebutan “Kyai Sholeh Darat”.

Berbeda dengan tafsir lain, tafsir ini ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa dan dicetak pertama kali pada tahun 1894 M (1312 H ) di Singapura oleh penerbit al-Muhammadiyah.

Bacaan Lainnya

Kitab tafsir ini terdiri dari dua jilid, jilid pertama terdiri dari surat al-Fatihah sampai surat al-Baqarah sebanyak 577 halaman, sedangkan jilid kedua terdiri dari surat Ali Imran sampai surat an-Nisa’ sebanyak 705 halaman.

Naskah kitab tafsir ini ditulis khusus oleh Kyai Sholeh Darat karena memenuhi permintaan RA Kartini yang kemudian diberikan sebagai hadiah atas perkawinannya dengan R.M. Joyodiningrat.

RA. Kartini sangat menyukai pemberian itu dan mengatakan: “Selama ini al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini, ia menjadi terang-benderang sampai makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami”.

Karakteristik Kodikologis dan Kondisi Fisik

Naskah kitab tafsir ini tersimpan di Museum Masjid Agung Demak dengan kode Nomor DK-MAD/MMAD.17/AQ/2023, berasal dari Drs. H. Masruchin Ahmad, ketua BKM Kabupaten Demak pada tahun 1989-1995 M.

Kondisi fisik pada 3 lembar awal naskah sedikit geripis dan berlubang akibat dimakan ngengat pada beberapa bagian naskah. Namun secara keseluruhan naskah tafsir ini masih utuh. Ukurannya cukup besar dengan panjang 29 cm dan lebar 19 cm dengan teks 24,5×15 (cm).

Sementara jenis alas naskah menggunakan kertas cetakan, dengan aksara arab pegon dan warna tulisan hitam. Manuskrip tersebut memiliki kolofon dengan jumlah halaman 428 dan jumlah kuras 10.

Dari segi isi, manuskrip tersebut terdiri dari 2 juz dimulai surat Al-Fatihah sampai surat Al-Baqarah, dengan jumlah baris/ halaman 25. Pada bagian baris awal teks-teks tercantum “al-Juz tsani min faidlurahman fitarjamah tafsir kalam……lil’älim ‘alamah wa al-bahrulfahamah Abi Ibrahiim Muhammad Sholeh ibn Umar As-Samarani…..”

Pada bagian baris akhir teks: … faraghtu tafsir hadzihisurah fīyaum al-tsulatsa fitasyri tasi ‘asyar fisyahri safar 1312 mugo-mugo bisa ngawiti surat al-Maidah fi juz tsalits……… Ringkasan isi teks: Tafsir al-Qur’an.

Baca Juga: Tafsir Qur’anul Karim Nurul Huda Karya Mudhar Tamim: Tafsirnya Orang Madura

Penulisan yang digunakan oleh Kyai Sholeh Darat menggunakan penulisan bahasa Arab pegon, yaitu sistem penulisan yang menggabungkan aksara Arab dengan bahasa Jawa.

Hal ini merupakan upaya Kyai Sholeh Darat untuk menjelaskan makna Al-Qur’an dalam menyebarkan ajaran Islam dengan bahasa yang mudah untuk dipahami masyarakat Jawa.

Dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat sekitar mencerminkan usaha Kyai Sholeh Darat untuk mendekatkan ajaran Islam dengan budaya dan bahasa lokal

Eksoterik dan Esoterik dalam Penafsiran Kiai Shaleh Darat

Kyai Shaleh Darat dengan corak tasawufnya tidak hanya menafsirkan Al-Qur’an secara zhahir (eksoterik) saja, melainkan juga menafsirkan secara bathin (esoterik). Model seperti ini yang menjadikan penafsiran beliau amat komprehensif.

Contohnya dipaparkan dalam tafsiran beliau terhadap Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 173. Ayat ini menyampaikan beberapa hal yang diharamkan terhadap kaum muslimin untuk dikonsumsi, di antaranya adalah bangkai, darah, dan babi.

Selain mengartikan lafal (الْمَيْتَةَ) secara eksoterik, beliau juga menafsirkan secara esoteriknya, yaitu “memakan atau menggunakan harta yang bukan semestinya”. Kiai Shaleh Darat bukan hanya mengharamkan pengonsumsian bangkai, melainkan juga mengingatkan terlarangnya memakan atau menggunakan harta yang bukan semestinya.

“…Setuhune Allah haramaken iki barang kang dzahir kang wus tinutur, semono  uga Allah iya haramaken ingatase batin ningali ghairullah saking piro piro maujudat maka utawi ngibaratake batang lan isyarahe iku banda dunya…”

Pada lafal (الدَّمَ) yang dalam makna eksoteriknya berarti darah, Kiai Shaleh Darat menuturkan makna esoteriknya yaitu “syahwat manusia”.

Secara tersirat beliau mengingatkan kita untuk selalu dapat mengendalikan syahwat dan bukan sebaliknya. Begitu juga Lafal (الْخِنْزِيرِ) selain secara eksoterik bermakna “babi”, Kiai Shaleh Darat mengartikan secara esoterik sebagai “hawa nafsu”.

“Utawi ngibaratake dam iku syahwat insyaniyah lamuna ora ana syahwat iku ingdalem dam panggone”. “Maka utawi khinzir iku ibarate hawa nafsu maka den serupaake kelawan Khinzir kerana bangete kewane lan inane lan khiyanate dzahire lan batine”

Secara mendalam, Kiai Shaleh Darat amat berjasa dalam mencerdaskan umat, terkhusus terkait pemahaman mereka terhadap kandungan Al-Qur’an. Tidak sekadar makna zhahir (eksoterik), makna secara esoterik pun ikut beliau jabarkan.

Sebegitu kemprehensifnya, tidak hanya secara harfiah, beliau membantu umat di sekitarnya untuk memahami kandungan esensial Al-Qur’an. Dengan demikian, Kyai Shaleh Darat patut dicatat dengan tinta emas dalam rantai sejarah penafsiran Al-Qur’an.

Baca Juga: Cahaya Bintang, Cahaya Kenabian: Tafsir Ayat 1-2 Surat An-Najm

Histori Islami yang Perlu Dilestarikan

Kajian kodikologi terhadap naskah kuno seperti manuskrip tafsir atau al-Qur’an memberikan ilmu serta kesempatan untuk memahami lebih luas tentang bagaimana para ulama terdahulu mengenalkan dan mengajarkan al-Qur’an.

Selain menjadi sejarah keilmuan Islam, naskah tafsir ini juga menjadi inovasi bagi kalangan mufassir untuk terus menjaga dan meningkatkan penafsiran di era digitalisasi.

Penulis: Kelompok 7
1. Sami’atul Umaroh (2330110003)
2. Rahmawati (2330110009)
3. Alfiyatin Nikmah (2330110019)
4. Nila Aini Rahmawati (2330110035)
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Institut Agama Islam Negeri Kudus

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses