Krisis Inflasi dan Fragmentasi Ekonomi di Zona Eropa Pasca Pandemi dan Perang Ukraina

Krisis Inflasi dan Fragmentasi Ekonomi di Zona Eropa Pasca Pandemi dan Perang Ukraina
Krisis Inflasi dan Fragmentasi Ekonomi di Zona Eropa Pasca Pandemi dan Perang Ukraina

Pasca pandemi, uni eropa seharusnya memasuki fase pemulihan, namun invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 membuat fase pemulihan yang perlahan dibangun menimbulkan keraguan, apakah eropa akan bertahan usai pandemi yang merugikan di berbagai aspek? Rusia yang mematok harga energi yang pesat untuk menghindari intervensi NATO membuat angka inflasi di kawasan euro menembus 10,6% pada Oktober 2022, dampak yang dihasilkan tentu terasa luas, mulai dari meningkatnya biaya hidup hingga penurunan daya beli masyarakat.

Hal tersebut negara-negara UE mengambil langkah-langkah unilateral untuk mengatasi krisis energi, subsidi besar-besaran dalam mengendalikan harga domestik. Ini menciptakan ketimpangan dalam respons antarnegara yang secara implisit melemahkan solidaritas eropa.

Krisis ini juga memperlihatkan rapuhnya ketahanan ekonomi Uni Eropa terhadap ancaman eksternal, dapat dilihat dengan ketergantungannya dengan gas Rusia dianggap sebagai keuntungan strategis karena harganya yang murah, plan b dengan upaya diversifikasi energi dan mengimpor gas alam cair dari negara lain masih membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. 

Inflasi yang tinggi memperumit ketimpangan, karena masyarakat eropa yang berpenghasilan rendah mengalokasikan proporsi penghasilan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dasar. European Central Bank (ECB) dihadapkan pada dilema antara penurunan inflasi dan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, mengingat mereka harus menjaga kedua hal tersebut karena beberapa negara mulai dihadapkan oleh resesi.

Bacaan Lainnya

Krisis inflasi dan fragmentasi yang terjadi di Zona Eropa bukan hanya gangguan dalam jangka waktu yang pendek, namun sebagai pengingat adanya tantang struktural yang lebih dalam. Ketergantungan energi, ketimpangan fiskal antar negara, dan lemahnya koordinasi kebijakan menjadi faktor yang perlu dibenahi secara sistemik.

Baca Juga: Amerika Serang Iran: Bara Konflik dan Guncangan Ekonomi Global

Jika Uni Eropa gagal menjawab tantangan ini dengan solidaritas yang kuat dan reformasi yang berani, maka proyek integrasi Eropa bisa kembali terguncang, seperti yang pernah terjadi dalam krisis utang zona euro satu dekade lalu.

Inflasi sangat memukul rumah tangga berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, negara anggota harus memastikan jaring pengaman sosial yang kuat, termasuk penyesuaian upah minimum, bantuan sosial berbasis inflasi, dan subsidi pangan. Cadangan pangan strategis serta perlindungan terhadap sektor pertanian juga harus menjadi bagian dari agenda ketahanan Eropa. 

Eropa memerlukan berbagai pendekatan yang adaptif dan terkoordinasi dengan sistemik. Rencana Eropa bukan hanya menjaga ketahanan pangan, menginvestasikan lebih besar dalam ketahanan energi dan menjaga stabilitas harga, namun juga Zona Eropa harus mempersiapkan rencana untuk tidak bergantung dengan sesuatu yang beresiko.

Krisis energi yang disebabkan oleh ketergantungan pada gas Rusia membuat negara-negara eropa harus membuat rencana untuk mempercepat diversifikasi sumber energi melalui program European Green Deal demi keberlanjutan lingkungan dan membangun sistem kemandirian yang strategis. Terakhir, penguatan diplomasi merupakan langkah yang strategis dalam menghadapi krisis energi dan inflasi yang terjadi di negara eropa.

Baca Juga: Retakan Perang dan Harapan dalam Pertukaran Tahanan Ukraina Rusia

Uni Eropa membangun pembangunan energi dengan Norwegia, Qatar dan Amerika Serikat dalam mengamankan pasokan gas alam cair untuk mengatasi ketergantungan pasokan gas pada Rusia, selain itu Uni Eropa memperkuat diplomasi ekonomi dengan menjalin kemitraan dengan negara Asia, Afrika dan Amerika Latin, program yang bernilai €300 miliar yang diluncurkan pada 2021 untuk membangun infrastruktur dan konektivitas yang berbasis nilai-nilai demokrasi dan keberlanjutan.

Penulis: Muhammad Rafiqul Azzam
Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Andalas

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses