Krisis Pengungsi dan Keamanan Nasional: Pertukaran Politik

pengungsi
Krisis pengungsi global.

Krisis pengungsi global merupakan salah satu masalah kemanusiaan yang paling mendesak di dunia saat ini. Menurut Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), lebih dari 103 juta orang akan mengungsi pada akhir tahun 2023, karena melarikan diri dari kekerasan, penganiayaan, dan perang.

Ketika pemerintah di seluruh dunia bergulat dengan cara menanggapinya, ketegangan signifikan lainnya muncul: bagaimana kita menyeimbangkan antara kebutuhan moral untuk melindungi individu yang melarikan diri dari bahaya dan keharusan untuk menjaga keamanan nasional?

Di satu sisi, negara memiliki kewajiban hukum dan kemanusiaan untuk memberikan perlindungan. Konvensi Pengungsi 1951 mewajibkan pemerintah untuk menyediakan tempat berlindung bagi mereka yang melarikan diri dari penganiayaan, dengan menyadari dampak buruk perang dan penindasan.

Negara-negara seperti Jerman telah menunjukkan kepemimpinan dalam hal ini, menerima lebih dari satu juta pengungsi selama puncak krisis Suriah sambil melembagakan langkah-langkah pemeriksaan yang ketat untuk mengatasi masalah keamanan.

Bacaan Lainnya

Demikian pula, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam memastikan para pengungsi menerima perlindungan yang mereka butuhkan.

Namun, masalah keamanan nasional sering kali mendorong penentangan politik terhadap pemukiman kembali pengungsi. Serangan teroris di negara-negara Barat, seperti serangan Paris 2015 dan serangan 9/11 di Amerika Serikat, telah menimbulkan kekhawatiran bahwa arus pengungsi akan dieksploitasi oleh para ekstremis.

Dewan Eropa untuk Pengungsi dan Pengasingan (ECRE) mengamati bahwa masalah keamanan, terutama prospek infiltrasi teroris, sering kali memengaruhi kebijakan negara-negara seperti Hungaria dan Polandia, yang telah memilih untuk menutup perbatasan mereka bagi para migran. Ketakutan yang meningkat terhadap terorisme, dapat dimengerti, menjadi pendorong di balik tindakan ini.

Namun, pertukaran politik tidak sesederhana memilih antara keamanan dan kasih sayang. Negara-negara yang menjadi tuan rumah dapat dan harus melakukan langkah-langkah penyaringan yang ketat tanpa mengabaikan orang-orang yang paling tidak beruntung di dunia.

Baca Juga: Konflik Sipil di Sudan Menyebabkan Banyaknya Pengungsi

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi seperti Amnesty International berpendapat bahwa para pengungsi, yang sering kali berasal dari tempat-tempat yang dihancurkan oleh kelompok-kelompok ekstremis, melarikan diri dari bahaya dan bukannya menambah bahaya.

Mekanisme penyaringan yang lebih efisien dan terbuka dapat membantu memecahkan masalah keamanan sambil tetap mematuhi standar internasional.

Selain itu, mengintegrasikan pengungsi ke dalam masyarakat juga menguntungkan negara tuan rumah dan para pengungsi. Pengungsi berkontribusi secara ekonomi dengan mengisi kekurangan tenaga kerja dan memperkaya tatanan budaya di tempat tinggal mereka yang baru.

Dewan Hubungan Luar Negeri (CFR) menyoroti bahwa ketika para pengungsi diberikan sumber daya yang mereka butuhkan untuk berhasil, seperti program bahasa dan pelatihan kerja, mereka dapat berkontribusi secara signifikan kepada masyarakat mereka, meringankan dan bukannya memperparah beban ekonomi.

Rahasianya adalah mengembangkan kebijakan yang memprioritaskan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keamanan. Kita dapat mengurangi bahaya sekaligus menghormati kewajiban moral kita dengan memperkuat keamanan perbatasan, melakukan pemeriksaan menyeluruh, dan meningkatkan program integrasi.

Sebagai masalah dunia, krisis pengungsi membutuhkan respons terkoordinasi yang menggabungkan kehati-hatian dan kasih sayang.

Baca Juga: Representasi Kehidupan di Palestina dalam Tiga Film Hayya

Para pemimpin dunia perlu melihat lebih jauh dari sekadar kompromi dan berusaha mencari solusi yang mengakui nilai dan martabat setiap orang ketika krisis pengungsi terus berlanjut.

Selain diwajibkan oleh hukum, memberikan suaka merupakan hal yang benar secara moral dan menguntungkan bagi negara yang menerima pengungsi dan pengungsi itu sendiri.

Penulis: Gabriel Kiza
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

https://www.iom.int/crisis-response

https://ecre.org/

https://www.cfr.org/human-rights/refugees-and-displaced-persons

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses