Akuntabilitas dan transparansi adalah terminologi yang sering kita dengar dalam menjelaskan mengenai pemerintahan yang baik. Begitu pula bagi penyelenggara negara, akuntabilitas, dan transparansi merupakan asas umum yang harus diemban dalam menjalankan amanah dan jabatannya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme di mana asas keterbukaan dan asas akuntabilitas adalah salah satu asas utama dalam instrumen penyelenggaraan negara.
Selain itu dalam Pasal 5 menyatakan bahwa seorang penyelenggara negara memiliki kewajiban yaitu mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya, sebelum memangku jabatannya bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat; tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, tas, dan golongan melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara adalah hal yang sangat penting untuk menjaga integritas pemerintahan.
Konsep transparansi mengacu pada keterbukaan informasi terkait penggunaan anggaran belanja negara, sehingga masyarakat dapat memantau bagaimana uang pajak mereka digunakan oleh pemerintah.
Sedangkan konsep akuntabilitas menyangkut tanggung jawab pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan tersebut, termasuk di antaranya pejabat publik dan lembaga-lembaga negara.
Dalam konteks Indonesia, isu kurangnya transparansi dan akuntabilitas telah menjadi sorotan publik selama bertahun-tahun. Banyak kasus korupsi proyek infrastruktur atau pembelian barang-barang publik dengan harga yang tidak masuk akal telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.
Hal ini bukan saja merugikan keuangan negara, tetapi juga meningkatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Salah satu penyebab utama kurangnya transparansi adalah rendahnya kesadaran akan pentingnya transparansi di kalangan pejabat publik.
Sebagian besar pejabat masih belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka memegang tanggung jawab besar atas penggunaan anggaran belanja negara serta harus melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik agar berjalan secara efisien dan efektif.
Kurang adanya regulasi juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.
Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan tata kelola keuangannya melalui reformasi birokrasi, masih banyak peraturan-peraturan yang ambigu atau lemah sehingga memudahkan praktik-praktik korupsi.
Selain itu, proses audit internal maupun eksternal pada beberapa instansi pemerintahan seringkali tidak berjalan dengan baik.
Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia yang kompeten di bidang akuntansi atau keuangan, sehingga proses audit seringkali tidak mendalam dan hanya sebatas formalitas belaka.
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Ketika masyarakat merasa bahwa penggunaan anggaran belanja negara tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas maka akan timbul rasa ketidakpercayaan terhadap pemerintahan serta menimbulkan dampak buruk pada stabilitas politik nasional.
Pemerintah yang terbuka menyampaikan informasi keuangan kepada publik lebih dipercaya dibanding pemerintah yang relatif tertutup.
Untuk mengatasi isu tersebut, diperlukan peningkatan kualitas tata kelola keuangan negara melalui reformasi birokrasi yang lebih efektif dan komprehensif.
Reformasi birokrasi perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek regulatif, SDM, sistem informasi maupun infrastruktur untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi pelaksanaannya.
Peningkatan partisipatif masyarakat juga menjadi salah satu cara untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini, diperlukan adanya mekanisme pengawasan oleh masyarakat sehingga setiap program atau proyek yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Terakhir namun tidak kalah penting adalah perlunya pembentukan tim independen sebagai pengawas atau penasihat bagi lembaga pemerintahan dalam pelaksanaannya reformasi birokrasi.
Tim tersebut dapat membantu memberikan masukan dan evaluasi atas program-program kerja yang telah dilakukan sehingga akan lebih mudah untuk melakukan perbaikan pada pelaksanaannya di masa mendatang.
Dalam kesimpulannya, kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara merupakan isu penting yang harus segera ditangani oleh pemerintahan Indonesia.
Reformasi birokrasi secara menyeluruh serta peningkatan partisipatif masyarakat menjadi solusi terbaik untuk meningkatkan tata kelola keuangannya agar bisa sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas.
Hanya dengan adanya upaya bersama dari semua pihak maka visi Indonesia sebagai negara yang kuat dan maju akan bisa dicapai tanpa ada lagi kasus korupsi ataupun praktik-praktik manipulatif lainnya!
Penulis:
Arival Aryadi
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas Bukittinggi, Sumatera Barat
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi