Pada hakikatnya, peraturan daerah (perda) dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah administratifnya. Setiap daerah memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda, baik dari segi sosial, ekonomi, budaya, maupun lingkungan.
Perda harus mampu merespon tantangan dan peluang yang ada di suatu wilayah, dengan mempertimbangkan faktor-faktor lokal yang mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Perda menjadi alat penting bagi pemerintah daerah untuk menciptakan kebijakan yang relevan dan tepat sasaran, yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Perda bukan sekadar peraturan administratif, melainkan alat untuk menciptakan kesejahteraan dan keteraturan bagi masyarakat di daerah. Proses pembentukan perda memerlukan alokasi sumber daya yang tidak sedikit, baik dari segi waktu maupun biaya.
Setiap tahapannya, mulai dari penyusunan rancangan, kajian akademis, hingga konsultasi dengan masyarakat dan pembahasan di lembaga perwakilan, memakan waktu yang cukup lama dan melibatkan banyak pihak.
Selain itu, setiap tahapan ini membutuhkan anggaran yang besar untuk memastikan prosesnya berjalan sesuai dengan ketentuan hukum dan standar administratif yang berlaku.
Efektivitas perda juga sangat bergantung pada perencanaannya. Perda yang baik harusya merupakan perda yang stabil, jelas, dan berlaku untuk jangka panjang. Ketika perda sering diubah, selain memakan waktu dan biaya tambahan, hal ini juga dapat menciptakan ketidakpastian hukum di kalangan masyarakat dan pelaku usaha.
Masyarakat akan kesulitan menyesuaikan diri dengan peraturan yang terus berubah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus fokus pada penyusunan perda yang matang, berbasis pada kebutuhan nyata masyarakat, dan mengedepankan partisipasi publik.
Dengan cara ini, perda dapat diimplementasikan secara efektif tanpa menimbulkan penganggaran untuk melakukan perubahan. Ini juga memungkinkan pemerintah daerah untuk lebih bijaksana dalam penggunaan anggaran, dengan mengalokasikan dana yang ada untuk program-program prioritas lainnya yang dapat mendukung pembangunan daerah.
Pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam menyusun regulasi. Regulasi harus dirancang dengan tujuan untuk memastikan keberlangsungan kehidupan masyarakat dan menjamin tercapainya keseimbangan antara kepentingan umum dan kepentingan individu.
Perda yang dibentuk harus dipastikan memenuhi kebutuhan masyarakat, relevan dengan permasalahan yang ada, dan memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan daerah.
Jika perda dibuat tanpa kajian yang mendalam atau tanpa partisipasi publik yang memadai, ada risiko bahwa peraturan tersebut tidak akan efektif, sehingga perlu dilakukan perubahan atau bahkan pencabutan dalam waktu singkat.
Baca Juga:Â Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa dengan Penyediaan Kotak Saran
Keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan perda menjadi kunci penting agar peraturan yang dihasilkan relevan dan diterima secara luas, karena masyarakat adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan tantangan di lingkungannya.
Masyarakat akan merasakan secara langsung dampak yang ditimbulkan perda, sehingga mereka berhak memberikan masukan terkait dengan hak dan kewajiban yang akan diatur. Partisipasi aktif ini memastikan bahwa kebutuhan riil masyarakat tersalurkan dalam kebijakan daerah.
Dengan demikian, perda yang dihasilkan lahir melalui proses yang partisipatif dan berbasis pada kebutuhan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjamin kebebasan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi mereka pada tahapan pembentukan peraturan.
Partisipasi masyarakat memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap realitas hidup sehari-hari di daerah mereka sendiri. Dengan mendengarkan suara dan masukan masyarakat, pemerintah dapat memastikan bahwa perda yang dibuat lebih responsif terhadap kebutuhan lokal.
Lebih jauh lagi, partisipasi ini memperkuat legitimasi perda di mata masyarakat dengan menjadikan mereka sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keterlibatan ini merupakan bentuk demokrasi partisipatif yang memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap kebijakan yang dihasilkan.
Keterlibatan masyarakat dalam pembentukan perda juga meningkatkan rasa keadilan dalam kebijakan publik. Ketika masyarakat terlibat secara aktif, kebijakan yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan kepentingan umum, bukan hanya mewakili suara elit politik atau kelompok tertentu.
Proses partisipatif ini menjamin bahwa kebijakan yang diambil memperhitungkan berbagai kepentingan dan sudut pandang, sehingga lebih inklusif dan adil. Legitimasi ini penting untuk memastikan bahwa perda diterima dengan baik oleh masyarakat dan dijalankan secara efektif di lapangan.
Kebijakan yang memiliki legitimasi kuat akan lebih dihormati dan diikuti oleh masyarakat. Dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat bukan hanya soal etika pemerintahan yang baik, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk menciptakan kebijakan yang lebih berkelanjutan.
Ketidakhadiran masyarakat dalam proses pembentukan perda bukan hanya mempersempit ruang partisipasi, tetapi juga menimbulkan ketidakpuasan.
Masyarakat yang merasa diabaikan akan cenderung kurang menerima atau bahkan menolak peraturan yang ditetapkan, karena tidak dilibatkan dalam pembentukan aturan yang berdampak pada kehidupan mereka.
Hal ini berpotensi memicu konflik atau gejolak sosial ketika perda yang ditetapkan tidak sesuai dengan kebutuhan atau kondisi masyarakat. Lebih dari itu, ketidakpuasan ini dapat berujung pada ketidakpatuhan terhadap aturan yang dibuat, yang pada akhirnya menghambat implementasi perda secara efektif di lapangan.
Baca Juga:Â Peranan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan
Faktor lain yang memperparah masalah ini adalah minimnya sosialisasi rancangan perda sebelum disahkan. Masyarakat sering kali terkejut dengan munculnya perda baru yang tidak pernah disosialisasikan secara terbuka.
Padahal, sosialisasi yang efektif dan inklusif sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap peraturan tersebut.
Dengan sosialisasi yang memadai, masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan dari peraturan yang akan diterapkan, sehingga meningkatkan partisipasi dan dukungan terhadap aturan yang ditetapkan.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pembentukan perda sangat jarang dilakukan. Meskipun ada ketentuan yang membuka ruang partisipasi publik, pada praktiknya, keterlibatan tersebut sering kali bersifat formalitas atau tidak melibatkan masyarakat secara luas.
Dalam banyak kasus, masyarakat hanya menjadi penonton pasif dari proses yang seharusnya melibatkan mereka secara aktif.
Rendahnya tingkat partisipasi ini bisa disebabkan oleh kurangnya akses informasi, termasuk di antaranya minimnya sosialisasi dari pihak pemerintah, serta tidak adanya mekanisme yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi secara langsung dalam proses pembentukan kebijakan daerah.
Akibatnya, ruang dialog yang seharusnya bisa menjadi ajang pertukaran gagasan antara pemerintah dan masyarakat menjadi terbatas.
Namun, meskipun keterlibatan masyarakat sangat penting, perlu diingat bahwa perda harus dibuat untuk kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu saja.
Perda seharusnya mencerminkan aspirasi dan kebutuhan yang luas, yang mencakup berbagai lapisan masyarakat, dari segi sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya bermanfaat bagi segelintir orang, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.
Ketika perda hanya mencerminkan kepentingan kelompok tertentu, misalnya, kelompok elit atau pengusaha, maka kebijakan tersebut bisa menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat mengarah pada ketidakpuasan dan konflik sosial.
Dalam konteks ini, representasi yang tepat menjadi tantangan besar. Keberadaan masyarakat tidak bisa diwakili oleh segelintir kelompok yang mungkin memiliki agenda atau kepentingan pribadi. Hal ini berpotensi mengabaikan suara dan kebutuhan masyarakat yang lebih luas.
Keterlibatan berbagai elemen masyarakat, termasuk kelompok rentan, perempuan, dan komunitas minoritas, sangat penting untuk memastikan bahwa setiap sudut pandang dan kebutuhan terwakili dalam pembentukan perda.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengembangkan mekanisme partisipatif yang inklusif, yang memberikan ruang bagi semua suara untuk didengar dan dipertimbangkan.
Dengan demikian, perda yang dihasilkan tidak hanya menjadi lebih adil, tetapi juga lebih diterima dan dapat dilaksanakan dengan baik di lapangan, karena mencerminkan konsensus masyarakat yang lebih luas.
Keterlibatan masyarakat membuat mereka lebih cenderung menghargai dan mematuhi peraturan yang dihasilkan. Rasa memiliki ini muncul karena mereka merasa bahwa suara mereka didengar dan kebutuhan mereka dipertimbangkan.
Baca Juga:Â Persepsi dan Partisipasi Masyarakat mengenai Kawasan Konservasi Hutan
Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan perda juga meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat dalam mematuhi peraturan tersebut.
Ketika masyarakat merasa menjadi bagian dari proses pembuatan kebijakan, mereka lebih mungkin merasa bertanggung jawab untuk menerapkan dan menjalankan peraturan tersebut.
Hal ini dapat menciptakan budaya patuh yang lebih kuat dalam masyarakat, di mana individu tidak hanya melihat peraturan sebagai sesuatu yang ditetapkan oleh pemerintah, tetapi juga sebagai hasil kesepakatan bersama yang harus dipatuhi demi kebaikan bersama, sehingga dapat mengurangi resistensi dan pengimplementasiannya lebih terjamin. Dengan kata lain, demokrasi masyarakat secara luas dapat tercipta dengan peningkatan partisipasi masayarakat.
Keterlibatan masyarakat juga memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan. Proses partisipatif sering kali bisa memakan waktu lebih lama karena banyaknya pihak yang perlu didengar dan diakomodasi dalam diskusi.
Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengesahan perda, yang mungkin diperlukan segera untuk menangani isu-isu mendesak.
Selain itu, tidak semua elemen masyarakat memiliki pemahaman yang memadai terkait substansi hukum atau kebijakan publik. Ketidaktahuan ini dapat mengakibatkan diskusi yang kurang efektif dan keputusan yang diambil tidak berdasarkan informasi yang lengkap.
Kelemahan lain dari keterlibatan masyarakat adalah potensi dominasi oleh kelompok tertentu. Dalam proses partisipasi, ada risiko bahwa suara kelompok tertentu, terutama yang lebih terstruktur atau memiliki sumber daya lebih, akan lebih terdengar dibandingkan kelompok lain.
Hal ini dapat mengarahkan kebijakan untuk menguntungkan kepentingan pribadi segelintir orang, yang pada akhirnya dapat mengabaikan kebutuhan masyarakat yang lebih luas.
Karenanya, penting bagi pemerintah daerah untuk memastikan bahwa mekanisme partisipasi yang diterapkan bersifat adil, sehingga semua suara dapat didengar dan diakomodasi dengan baik, tanpa ada satu kelompok pun yang mendominasi proses.
Dengan memahami baik kelebihan maupun kelemahan dari keterlibatan masyarakat, pemerintah daerah harus merancang mekanisme partisipasi yang mendorong masyarakat terlibat aktif dalam pembentukan perda, serta memastikan semua suara masyarakat didengar dan diakomodasi secara adil.
Keterlibatan yang baik akan menghasilkan perda yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi juga menciptakan rasa kepemilikan yang lebih kuat di kalangan warga.
Di era demokrasi ini, menciptakan ruang dialog yang terbuka dan konstruktif antara pemerintah dan masyarakat merupakan langkah strategis untuk mewujudkan kebijakan publik yang lebih berkualitas.
Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam pembentukan perda bukan hanya sekadar formalitas, melainkan merupakan landasan penting dalam membangun pemerintahan yang responsif dan bertanggung jawab.
Penulis: Anggiat Sahat Maruli Gultom
Mahasiswa MIH Universitas Jambi
Editor:Â Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News