Gaya Penyampaian dalam Puisi
Di antara genre karya sastra, puisi merupakan salah satu yang cukup banyak diminati oleh para pengarang maupun pembaca. Ciri puisi yang identik dengan kalimat yang padat, berbait-bait, tapi tak mengurangi keindahan gaya bahasa pencipta karya. Sama seperti genre sastra lainnya, sifat puisi adalah konotatif, tidak terus terang.
Apa yang tertulis berkemungkinan bukan makna benda tersebut secara harfiah. Simbol dan tanda penanda dalam puisi bisa bersifat multitafsir, antara pengarang dan pembacanya dapat menimbulkan perbedaan pemaknaan.
Sebuah tantangan bagi seorang penikmat puisi ketika memecahkan kode-kode bahasa buatan pengarang. Puisi bagaikan misteri yang menunggu untuk segera dipecahkan.
Tidak sembarang orang yang mampu menerjemahkan bahasa pengarang, memecahkan misteri, dan menemukan maksud yang sebenarnya dituturkan pengarang melalui rangkaian kata puitisnya.
Melihat Api Bekerja memuat bahasa-bahasa dalam puisi bagaikan cermin besar yang memperlihatkan kehidupan manusia dari berbagai sisi. Mengungkap perasaan rindu, hancur, kecewa dalam menghadapi segala masalah kehidupan.
Realitas Nyata dengan Sentuhan Surealis
Antologi berjudul “Melihat Api Bekerja” mengangkat beberapa tema yang erat dengan keseharian hidup. Sekalipun pembaca akan melalang buana bersama gaya bahasa surealisme ala penulis, membaca puisi-puisi dari “Melihat Api Bekerja” masih merasakan elemen-elemen membumi yang akrab dengan keseharian di realitas nyata.
Beberapa judulnya mengambil aktivitas manusia, misalnya “Menyaksikan Pagi dari Beranda” atau “Menikmati Akhir Pekan”. “Menyaksikan Pagi di Beranda” menceritakan kenyataan dari kehidupan manusia yang serba sibuk kesana dan kemari.
Sedangkan puisi “Menikmati Akhir Pekan” yang terkesan menyenangkan jika membaca judulnya justru bait-baitnya membawa perasaan miris pembaca karena menyampaikan manusia yang memalsukan kebahagiaan dan membiarkan diri mengikuti kehendak orang lain seakan ‘membunuh’ anak kecil jujur di dalam hati kecil mereka, “Mereka tertawa dan menipu diri sendiri menganggap hidup mereka baik-baik saja”.
Bait sebelah kanan mengungkapkan bahwa orang yang patah hati, jujur dan tidak banyak bicara tanpa menutupi perasaan mereka dengan kebahagiaan semu.
Kehidupan Romannsa Manusia
Membicarakan kehidupan tidak akan lengkap jika tak membahas romantika dan perasaan akan mengagumi seseorang.
Sajak-sajak rindu romansa misalnya, pengarang ,menempatkan aku liris sebagai sudut pandang orang pertama demi menggapai cinta dambaan hatinya di dalam puisi “Menunggu Perayaan” Jalan yang dilalui oleh ‘Aku’ tak selalu berwujud aspal baru, melainkan jalanan berlubang, retak, tak sempurna lagi yang dilalui berbagai kendaraan bermotor setiap harinya.
Perjuangannya terkadang juga tidak membuahkan hasil seperti ekspetasi. Terkadang dambaan hati memilih menyapa wajah sendunya dengan punggung indahnya. Aku masih berkeinginan untuk menemani orang yang dicintainya bahkan menjelma menjadi benda-benda di kamarnya, atau menjadi sinar matahari pagi yang membuatnya membuka mata.
Puisi “Belajar Berenang” yang menjadi pembuka puisi-puisi lainnya menggunakan mengambil sudut pandang orang kedua sebagai pengamat. Kata ganti orang kedua tunggal “Kau” hampir di setiap awal kalimat. Perulangan kata ganti “Kau” menunjukkan bahwa “Kau” adalah orang yang sangat didambakan.
Setiap kalimatnya adalah Kau yang menghiasi pikiran tokoh “Aku” seseorang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Aku. Di lain puisi, pengarang memggunakan “Aku” sebagai sudut pandang untuk mendeskripsikan perihal isi hatinya ke lawan bicara yaitu “Kau”.
Kehidupan kedua orang ini digambarkan bertolak belakang di puisi “Mendengar Radiohead”. Keadaan antara “Kau” dan “Aku” yang berbeda “tepat ketika seseorang melihat matahari sore menutup mata, di tempat lain ada seorang menatap matahari pagi bangun” menunjukkan “Kau” dan “Aku” hidup di tempat yang berjauhan.
Perasaan ini juga diutarakan dalam puisi “Sejam Sebelum Matahari Tidak Jadi Tenggelam” tokoh aku yang sedih sedangkan kau lebih bahagia.
Kasih Sayang kepada Orang Tua
Disamping itu, pengarang juga mendeskripsikan kedua orang tua, seperti dalam puisi “Ada Anak Kecil Kesepian di Tubuh Ayahmu”. Pengarang menuliskan satu kalimat panjang untuk ibu yang menjelaskan seorang perempuan akan menjadi tempat anak-anaknya belajar dan menanyakan sesuatu.
Namun berbeda dengan ayah, kalimatnya tepisah menjadi baris baru di paling akhir puisi. “Aku cuma seorang ayah yatim-piatu” menjelaskan bahwa satu-satunya keluarga yang ayah miliki hanya istri dan anaknya disaat menjadi seorang kepala keluarga.
Rasa rindu dan sayang kepada para ibu yang dituangkan oleh pengarang tidak sebagai ungkapan klise seperti ketika diantara kumpulan sajaknya. Terlihat di beberapa judul, meski tidak secara terang-terangan memuat kata “Ibu”.
Tangguh tak mengenal Lelah dalam merawat anaknya. Pengarang menuliskan segala lelah ibu, yang tersimpan hanya dalam hatinya untuk tetap melihat senyuman anaknya di hari ini dan hari-hari selanjutnya seperti dalam puisi “Perihal Tokoh Utama Komik”.
Komik merupakan cerita bergambar favorit bagi kalangan anak-anak. Puisi ini secara implisit meletakkan Ibu sebagai tokoh utama dalam komik anak-anak. Tokoh utama yang tangguh merawat keluarga namun tetap memancarkan senyuman tulus dan murah hati.
Konteks Puisi dalam Kehidupan
Melihat Api Bekerja menggunakan gaya narasi berupa interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Tidak hanya manusia, tetapi juga hewan atau bahkan pohon-pohon.
Pengandaian melalui peristiwa yang terjadi secara ilmiah dalam tubuh, seperti Kau nyawa yang berlepasan seperti balon-balon kecil dari paru-paruku” yang sebenarnya gelembung ini dalam konteks ilmu biologi ialah alveolus yang memiliki bentuk bulat seperti balon-balon kecil di organ paru-paru manusia.
Keunikan Penggunaan Sebab Akibat
Menilik dari aspek gaya bahasa, pengarang memiliki ciri khas dalam merangkai baris-baris puisi. Di dalam satu baris pengarang menyandingkan dua kata yang saling berlainan sifat atau kalimat yang tidak terkait sebab akibat. Contohnya “menangis tanpa air mata” suatu hal yang mustahil jika berpikir secara logis.
Akan tetapi penafsiran kata menangis yang berhubungan dengan perasaan sedih bisa diartikan sebagai rasa sedih yang terpendam. Sepintas penggabungan ini akan terasa ganjil bagi pembaca awam.
Namun bukan berarti pengarang sembarang menggunakan kedua hal yang bertolak belakang tersebut tanpa maksud. Disini puisi menerapkan cara berpikir yang luas dalam sebaris kalimatnya.
Pengarang kerapkali membandingkan antara manusia yang merupakan makhluk hidup dengan keindahan alam, fenomena alam, atau benda alam. Bahkan benda-benda tak hidup bisa berperilaku layaknya manusia atau yang bisa disebut personifikasi seperti bunga yang bisa tertawa atau jari-jari air mengangkat manusia ke permukaan.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, apabila kita menelusuri puisi-puisi “Melihat Api Bekerja” seakan berjalan diantara dunia nyata dan mimpi surealis. Penggabungan dua unsur ini membuat pembaca memiliki perspektif yang luas dalam memaknai kehidupan dan segala pergolakannya.
Api bekerja dalam judul seperti ungkapan implisit bagaimana cara melihat atau memandang manusia beraktivitas di keseharian hidupnya. Bagaimana ia hidup di tengah lingkungannya. Kumpulan puisi ini mengeksplorasi sisi emosional manusia dalam segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya.
Penulis: Vania Nariswari
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News