Mengatasi Writer’s Block: Antara Keberanian, Strategi, dan Bantuan AI

Penulis
Mengatasi Writer’s Block: Antara Keberanian, Strategi, dan Bantuan AI.

Writer’s block adalah istilah yang sering kita dengar dalam dunia tulis-menulis, terutama di kalangan penulis fiksi. Banyak yang mengalaminya, banyak pula yang menggunakannya sebagai alasan ketika naskah tak kunjung selesai.

Tapi apa sebenarnya writer’s block itu? Apakah ia benar-benar nyata? Atau hanya ketakutan yang kita beri nama agar terasa sah untuk berhenti menulis?

Writer’s Block: Nyata atau Hanya Alasan?

Ada dua pendekatan ekstrem dalam memandang writer’s block.

Pendekatan pertama datang dari mereka yang tidak percaya bahwa writer’s block adalah hal nyata. Bagi kelompok ini, kebuntuan menulis hanyalah bentuk lain dari rasa takut dan kemalasan. “Menulis memang sulit,” kata mereka.

Bacaan Lainnya

“Ada hari-hari ketika kata-kata mengalir, dan ada hari-hari ketika satu kalimat terasa seperti mendaki gunung. Tapi itu bukan penyakit. Itu bagian dari proses.”

Pendukung pandangan ini menyarankan pendekatan radikal: lawan rasa takut dengan tindakan. Tulis saja. Setiap hari. Tidak peduli apakah hasilnya bagus atau tidak. Karena semakin lama kamu menunggu mood datang, semakin besar rasa takut yang kamu pelihara.

Ibarat seseorang yang hampir tenggelam, tapi memilih kembali ke laut dan akhirnya menjadi penyelam profesional. Solusinya adalah menghadapi rasa takut, bukan menghindarinya.

Di sisi lain, pendekatan kedua mengakui bahwa writer’s block adalah nyata, terutama bagi penulis fiksi. Argumennya sederhana: menulis fiksi membutuhkan imajinasi, dan imajinasi sangat bergantung pada rasa percaya diri.

Baca Juga: Menulis, Ya Menulis Saja

Ketika rasa percaya diri menurun, karena merasa naskah buruk, ide tidak orisinal, atau jalan cerita buntu, maka imajinasi pun ikut menghilang. Dan saat itu terjadi, layar kosong terasa seperti tembok raksasa.

Solusinya bukan dengan memaksa menulis, melainkan dengan membangun kembali rasa percaya diri melalui pencapaian kecil dan terukur. Misalnya dengan melakukan riset, memperbaiki outline, menyusun ulang alur, mengisi celah logika, atau menulis bagian cerita yang paling mudah dibayangkan terlebih dahulu.

Sedikit demi sedikit, tumpukan halaman yang berhasil ditulis akan menjadi bukti bahwa kamu mampu. Dan bukti itu membangkitkan rasa percaya diri yang hilang.

Meski tampak bertolak belakang, kedua pendekatan ini sebenarnya sepakat pada satu hal penting. Jangan pernah berhenti menulis hanya karena kamu merasa mentok.

Entah kamu memilih untuk melawan ketakutan secara langsung, atau memilih untuk membangun ulang pondasi kreatifmu secara perlahan, kamu tetap harus bergerak. Karena hanya dengan bergerak, kamu akan sampai ke tujuan.

Di antara dua pendekatan ini, antara keberanian menulis tanpa henti dan strategi membangun kepercayaan diri, hadir satu alat baru yang bisa menjadi penyeimbang yang efektif. Alat itu adalah Artificial Intelligence atau AI.

Baca Juga: Wattpad Membuka Peluang bagi Penulis Amatir untuk Bersinar

AI: Bukan Pengganti, Tapi Penunjang Kreativitas

AI tidak hadir untuk menggantikan penulis. Kreativitas, intuisi, dan emosi manusia tidak bisa diduplikasi sepenuhnya. Namun AI bisa menjadi alat bantu yang sangat berguna dalam mengatasi hambatan-hambatan teknis dan mental yang sering muncul dalam proses menulis.

Jika kamu termasuk penulis yang percaya bahwa writer’s block harus dilawan, AI bisa membantu kamu tetap menulis ketika otakmu terasa beku. Butuh ide karakter? AI bisa membantu menciptakan profilnya. Bingung dengan dialog? AI bisa memberi contoh. Tidak tahu bagaimana membuka bab pertama? Kamu bisa meminta saran.

Di sisi lain, jika kamu sedang berusaha membangun kembali kepercayaan diri melalui langkah-langkah kecil, AI juga bisa menjadi teman yang membantu. Misalnya saat kamu ingin menyusun ulang outline, AI dapat menyarankan struktur yang lebih kuat.

Jika kamu bingung dengan logika cerita atau adanya plot hole, AI bisa menyoroti bagian yang janggal. Bahkan untuk mengevaluasi gaya bahasa atau konsistensi narasi, AI bisa memberikan umpan balik yang cepat dan netral.

Sama seperti penyelam yang menggunakan alat bantu pernapasan, wetsuit, dan kompas bawah air, seorang penulis pun berhak menggunakan alat bantu dalam menjalani proses kreatifnya. Yang terpenting bukan alatnya, tetapi bagaimana kamu menggunakannya.

AI bukan pengganti tulisanmu. Ia adalah mitra yang bisa membantumu masuk lebih dalam ke dunia imajinasi tanpa takut tenggelam.

Namun tetap perlu diingat, AI hanya bisa membantumu jika kamu memilih untuk menulis. Tidak ada alat, teknologi, atau metode apapun yang dapat menolong jika kamu sendiri tidak duduk dan mulai menulis.

Penulis: Iyaka Samanda Caysar
Mahasiswa Teknik Informatika, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses