Menulis merupakan media seseorang untuk berekspresi, biasanya seseorang akan menulis ketika di dalam pikirannya sudah menumpuk hasil-hasil pemikirannya. Tetapi ada juga yang memang ingin menulis karena ingin terkenal. Meskipun motivasi orang berbeda-beda, kegiatan menulis merupakan kegiatan positif dengan mendayagunakan kata-kata. Seseorang yang tidak mampu menyampaikan pemikirannya dengan berbicara dapat dilakukan dengan menulis.
Saya dan generasi muda saat ini berada di zaman dimana dunia pengetahuan yang sangat mampu dijangkau. Bahkan ada yang mengatakan, dengan satu genggaman serasa dunia sudah kita ketahui. Dengan kemudahan mencapai pengetahuan tersebut, sekarang tinggal bagaimana generasi muda menyikapinya.
Generasi muda saat ini khususnya mahasiswa atau pelajar kebanyakan tidak mampu menulis, yang dimaksudkan menulis adalah karya ilmiah, Fiksi atau Nonfiksi, dan karya lainnya. Karena, generasi muda disibukkan dengan kegiatan-kegiatan dan organisasi-organisasi, sehingga kebanyakan generasi muda dididik hanya mampu untuk berbicara, tetapi tidak mampu untuk menyampaikan apa yang dibicarakan dalam bentuk tulisan. Hanya beberapa generasi muda saja yang mampu menyampaikan apresiasinya dalam bentuk tulisan.
Setiap lembaga pendidikan, seperti universitas, menuntut mahasiswanya untuk mampu menulis. Misalnya dengan pemberian tugas makalah, begitu juga dengan tugas akhir mahasiswa. Tetapi terkadang mahasiswa malas untuk menulis, bukan karena ketidakmampuan mahasiswa untuk menulis tetapi karena ketidakmauan mahasiswa untuk menulis.
Banyak penyebab yang menjadikan mahasiswa tidak mau menulis, salah satunya adalah Phobia Menulis. Mahasiswa takut kalau nanti pembaca memberikan nilai yang jelek terhadap tulisannya. Tentu hal ini bukanlah permasalahan besar, karena menulispun merupakan suatu proses, tinggal bagaimana mahasiswa mau melanjutkan atau tidak.
Menulis sendiri tidaklah sesulit apa yang selama ini kita bayangkan. Ketika seseorang sudah berkata “saya tidak bisa menulis” itu adalah kesalahan pertama yang menjadikan kita tidak mau untuk menulis. Selama masih bisa bicara atau ngobrol, sudah pasti bisa menulis karena sejatinya menulis adalah tak ubahnya bicara.
Dengan menulis, kita sebenarnya bisa mengembangkan apa yang ada dalam benak dan hati kita yang kemudian dituangkan dalam media dengan rangkaian kata-kata. Diksi yang diambil tak perlulah berat namun tetap harus informatif. Karena menulis memang bukan ajang gaya-gayaan agar terlihat intelek. Menulis bisa menjadi media penyalur aspirasi atau luapan perasaan si penulis dengan begitu orang lain bisa menjadi tahu apa yang ada dalam perasaan kita.
Begitulah pentingnya budaya menulis bagi generasi bangsa. Suatu bangsa tidak bakalan maju apabila para penulis tidak ada lagi di dalam bangsa atau negara tersebut. Di Indonesia pada kenyataanya saat sekarang ini, dalam dunia pendidikan terutama di SMP dan SMA sangat jarang diajarkan budaya untuk menulis terutama karya tulis ilmiah. Para siswa dihadapkan dengan soal-soal latihan sesuai kurikulum, diberi ujian pilihan ganda dan sangat jarang seorang guru memberi tugas berbentuk karangan. Kecerdasan siswa tidak dididik dengan menulis tapi dididik dengan berfikir saja.
Begitu juga dengan mahasiswa pada saat sekarang ini. Mahasiswa lebih banyak ditekankan untuk berbicara daripada menulis. Sebenarnya keduanya sangat berkaitan dengan adanya kecintaan menulis maka timbul juga kecintaan membaca. Sehingga pengetahuan menjadi lebih luas dan kemampuan berbicara di depan umum juga bisa lebih baik lagi.
Saya pernah mengalami hal yang unik. Ketika perkuliahan sedang berlangsung, sesekali dosen mengajak mahasiswa berinteraksi dengan memberi pertanyaan, tetapi pada saat itu tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan dari dosen, dan pada akhirnya dosen meminta agar mahasiswa menuliskan jawabannya lewat selembar kertas. Alhasil, jawaban dari para mahasiswa malah melebihi espektasi dari dosen. Hal ini membuktikan bahwa ada hal yang tidak dapat diucapkan sedangkan dapat dituliskan. Dan membuktikan bahwa lewat tulisan mahasiswa dapat menyampaikan aspirasi yang tidak dapat diucapkan dengan kata-kata.
Mengingat banyaknya manfaat kegiatan menulis, budaya menulis tentu perlu ditumbuhkembangkan. Namun untuk menumbuhkan kebudayaan tersebut, hal yang pertama kali yang harus dimiliki yaitu menumbuhkan dulu kecintaan dan kebiasaan kita dalam hal membaca. Sebab dibutuhkan kemampuan ataupun kecerdasan bahasa guna mengungkapkan pemikiran agar ketika menulis, seorang penulis dapat dengan mudah dalam memilih kata yang tepat di dalam tulisannya. Dan membaca merupakan solusinya. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak juga kata-kata yang bisa diproduksi.
Suatu fenomena yang terjadi saat ini adalah, menulis ibarat sebuah momok yang menakutkan. Padahal dalam menempuh pendidikan, kita tidak dapat melepaskan aktivitas kita dari kegiatan membaca dan menulis. Seringkali kita menemukan, banyaknya jumlah mahasiswa yang harus tertunda kelulusannya karena terkendala dalam tugas akhirnya dalam penulisan skripsi.
Mengapa mahasiswa harus menulis? Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Bangsa menuntut mahasiswa untuk menulis, karena apabila para penulis sudah tidak ada lagi siapakah yang akan penggantinya. Yang pasti salah satunya adalah mahasiswa. Karena tulisan-tulisan yang dihasilkan mahasiswa mempunyai intelektual yang tinggi dan sangat bermafaat bagi perkembangan suatu bangsa dan negara.
Di sini mahasiswa dituntut menulis bukannya hanya di waktu kuliah saja, dan bukan hanya menulis sesuai bidang dengan akademiknya. Tetapi bangsa dan negara menuntut mahasiswa setelah selesai kuliah bisa menghasilkan tulisan-tulisan, baik itu buku, majalah, berita di Koran, dan sebagainya yang sesuai dengan keahliannya. Yang dapat bemanfaat bagi kehidupan bangsa dan negara.
Yang bertanggung jawab terhadap tulisan, sejarah, peristiwa dan juga bahasa dan sastra bukan hanya hanya sejarahwan, sastrawan, ahli bahasa dan sebagainya. Tetapi, yang bertanggung jawab terhadap menulis adalah semua orang yang termasuk mahasiswa. Jadi kepada mahasiswa tingkatkanlah budaya menulis. Supaya nanti apabila tidak ada lagi penulis di dunia ini, kita dapat menggantikannya sebagai penerus bangsa.
ARIF MUNANDAR
Anggota HMI FH UMY