Merawat Akar, Menatap Dunia: Urgensi Menjaga Identitas Nasional di Tengah Arus Globalisasi

Merawat Akar, Menatap Dunia: Urgensi Menjaga Identitas Nasional di Tengah Arus Globalisasi

Globalisasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari peradaban modern. Dunia kini saling terhubung dalam waktu nyata—melalui internet, budaya pop, perdagangan bebas, dan migrasi sosial. Namun di balik segala kemudahan itu, globalisasi membawa tantangan serius bagi eksistensi identitas nasional bangsa-bangsa, termasuk Indonesia. Di tengah arus pertukaran budaya, gaya hidup global, dan standar internasional, identitas nasional sebagai cerminan jati diri bangsa kerap terkikis secara perlahan.

Di sinilah urgensi menjaga identitas nasional menemukan momentumnya. Tidak hanya sebagai wacana simbolik, tetapi sebagai benteng ideologis dan budaya agar bangsa ini tetap berdiri kokoh di tengah perubahan zaman. Artikel ini akan menguraikan pentingnya merawat akar kebudayaan dan identitas nasional sembari tetap membuka diri terhadap perkembangan dunia global.

Baca juga: Peran Kewarganegaraan dalam Membangun Identitas Nasional di Era Modern

Identitas Nasional: Pilar Kebangsaan yang Tak Boleh Retak

Identitas nasional merupakan representasi kolektif suatu bangsa atas sejarah, budaya, nilai, bahasa, dan sistem sosialnya. Di Indonesia, identitas ini termanifestasi dalam Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, bahasa Indonesia, serta warisan budaya lokal yang beragam. Identitas nasional adalah akar yang menyatukan keragaman, menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan pemecah belah.

Bacaan Lainnya

Tanpa identitas yang kokoh, bangsa menjadi rapuh dan mudah terombang-ambing oleh nilai luar yang belum tentu sesuai. Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2023), terjadi penurunan penggunaan bahasa daerah secara signifikan di kalangan generasi muda, yang disertai meningkatnya dominasi bahasa asing, terutama dalam percakapan digital dan media sosial. Ini hanyalah satu gejala dari makin pudarnya unsur-unsur khas yang menjadi identitas bangsa.

Ancaman Globalisasi terhadap Identitas Nasional

Globalisasi menawarkan standar universal dalam berbagai aspek kehidupan: cara berpakaian, selera musik, bahasa, bahkan pola pikir. Budaya pop Korea (K-Wave), gaya hidup barat, serta dominasi platform media sosial global telah membentuk selera generasi muda. Menurut survei Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo, 2023), 71% remaja Indonesia lebih banyak mengakses konten luar negeri daripada konten budaya lokal.

Kecenderungan ini memunculkan kekhawatiran tentang lunturnya identitas nasional secara perlahan. Gaya hidup instan, nilai individualisme, hingga persepsi bahwa budaya lokal kuno dan tidak keren menjadi semakin kuat. Ditambah lagi, algoritma media sosial yang mempromosikan konten viral dari luar memperkecil peluang eksistensi konten lokal untuk bersaing.

Baca juga: Dialektika K-Popers dengan Identitas Nasional

Pentingnya Merawat Akar Budaya

Merawat akar berarti menjaga kesinambungan nilai-nilai lokal yang menjadi ciri khas bangsa. Ini bukan berarti menutup diri dari dunia luar, tetapi membentengi diri agar tidak kehilangan keaslian. UNESCO (2022) menekankan pentingnya pelestarian budaya lokal dalam menghadapi homogenisasi budaya akibat globalisasi.

Indonesia sendiri telah memiliki Strategi Nasional Pemajuan Kebudayaan yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 114 Tahun 2022. Strategi ini menekankan pentingnya pemetaan dan perlindungan warisan budaya, pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya, dan penguatan peran masyarakat dalam pelestarian.

Namun implementasinya masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya anggaran kebudayaan di daerah, minimnya infrastruktur pendukung seperti rumah budaya atau arsip digital, serta lemahnya integrasi pelestarian budaya dalam sistem pendidikan.

Menatap Dunia Tanpa Kehilangan Jati Diri

Menjadi bagian dari masyarakat global bukan berarti meninggalkan identitas bangsa. Justru dengan identitas yang kuat, Indonesia bisa tampil di panggung dunia dengan percaya diri. Jepang dan Korea Selatan adalah contoh negara yang berhasil mempertahankan dan memodernisasi budaya lokalnya untuk menjadi soft power global.

Indonesia pun bisa melakukan hal serupa. Program diplomasi budaya, festival budaya internasional, pengembangan industri kreatif berbasis lokal, dan kurikulum pendidikan karakter adalah jalan untuk menatap dunia dengan tetap berpijak pada akar bangsa.

Kita tidak harus menjadi barat untuk modern. Kita bisa modern dalam versi Indonesia—dengan batik, bahasa Indonesia, gotong royong, dan semangat Pancasila yang dihidupi secara relevan.

Peran Strategis Pendidikan dan Media

Pendidikan memiliki posisi sentral dalam menjaga identitas nasional. Kurikulum Merdeka yang diterapkan Kemendikbudristek sejak 2022 memberikan peluang besar untuk memperkuat muatan lokal, sejarah nasional, dan karakter kebangsaan. Namun dibutuhkan upaya sistematis agar pembelajaran budaya tidak sekadar simbolik, melainkan membentuk kesadaran dan kebanggaan nasional.

Sekolah harus menjadi ruang hidup bagi nilai-nilai kebangsaan. Guru harus mampu menjembatani warisan budaya dengan konteks masa kini. Misalnya, mengaitkan nilai gotong royong dalam proyek berbasis komunitas atau mengenalkan budaya lokal melalui media digital interaktif.

Di sisi lain, media juga memiliki peran penting. Konten-konten lokal yang berkualitas, media massa yang mengangkat narasi kebangsaan, dan ekosistem digital yang mendorong eksplorasi budaya bisa menjadi alat efektif mempertahankan identitas nasional. Kominfo (2024) mencatat bahwa konten kreatif lokal yang dikemas dengan cara modern cenderung lebih diterima di kalangan muda, meskipun butuh dukungan platform dan promosi.

Solusi dan Rekomendasi Kebijakan

Untuk menjaga identitas nasional di tengah globalisasi, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak:

  • ​Pemerintah perlu memperkuat dukungan terhadap komunitas budaya lokal melalui insentif, pelatihan, dan fasilitasi publikasi digital.
  • ​Sekolah harus aktif mengintegrasikan nilai-nilai kebangsaan dalam seluruh mata pelajaran, bukan hanya di pelajaran PPKn.
  • ​Industri media dan konten digital perlu bekerja sama dengan kreator lokal untuk memproduksi konten yang membanggakan identitas Indonesia.
  • ​​Gerakan masyarakat sipil, seperti komunitas literasi budaya dan forum anak muda, harus diberi ruang dan dukungan lebih luas untuk berekspresi dalam bingkai budaya lokal.
  • ​Pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat diplomasi budaya agar produk budaya lokal dapat diterima di kancah internasional dengan identitas yang kuat.

Penutup

Identitas nasional adalah akar dari keberadaan sebuah bangsa. Dalam arus globalisasi yang tak terelakkan, Indonesia harus menatap dunia tanpa kehilangan jati dirinya. Merawat akar bukan berarti mundur, tetapi justru melangkah maju dengan kekuatan sejarah, budaya, dan nilai-nilai luhur bangsa.

Dengan pendidikan yang berakar, media yang mendidik, dan kebijakan yang berpihak pada kebudayaan, Indonesia dapat menjadi bangsa yang terbuka, namun tetap teguh pada dirinya sendiri. Di sinilah esensi dari nasionalisme modern: berpikir global, tetapi tetap berpijak pada akar lokal.

Penulis:

1. Adhiatma Brian Fallah Widagdo
2. ⁠Nilam Dwi Aidah Faridah
3. ⁠Balqis Dhiya Nafisa

Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dosen Pengampu: Drs. Priyono, M.Si 

Editor: Rahmat Al Kafi

Daftar Referensi

​1.​Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2023). Laporan Penggunaan Bahasa di Kalangan Generasi Muda.

​2.​Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (2023). Survei Media Sosial dan Perilaku Digital Remaja Indonesia.

​3.​Kominfo RI. (2024). Indeks Literasi Digital Nasional.

​4.​UNESCO. (2022). World Report on Cultural Diversity and Globalization.

​5.​Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Pemajuan Kebudayaan.

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses