Padepokan Adem Ayom Ayem

Budaya
Padepokan Adem Ayom Ayem.

Latar Belakang

Bapak Suyadi, S.Pd., seorang guru SD di salah satu sekolah dasar di Desa Godan yang biasa dipanggil Mbah Raden  memasuki masa purna tugas pada tahun 2016. Kecintaan beliau pada dunia anak dan budaya Jawa mendorongnya untuk membuat kegiatan positif dalam  mengisi masa pensiun.

Selain seorang pendidik beliau adalah pecinta budaya Jawa. Di sela-sela kegiatan mengajarnya beliau juga aktif dalam kegiatan kebudayaan Jawa. Seiring perkembangan zaman anak-anak sekarang tidak lagi mengenal budaya Jawa.

Inilah yang membuat Mbah Raden prihatin, sehingga tercetus ide untuk mengenalkan budaya kepada anak-anak di lingkungan beliau tinggal.

Bacaan Lainnya

Deskripsi

Di tahun 2017, Mbah Raden mulai mendirikan padepokan, pertama kali Mbah Raden mengenalkan tentang permainan tradisional kepada anak-anak di lingkungan beliau tinggal, karena belum ada tempat jadi kegiatan itu dilakukan di Balai Desa Godan.

Setelah berjalan setahun, padepokan yang diberi nama Padepokan Adem Ayom Ayem tersebut mempunyai tempat di depan kediaman Mbah Raden dan berkembang menjadi sebuah tempat pembelajaran budaya Jawa.

Baca Juga: Warisan Keris di Padepokan & Museum Keris Brojobuwono

Di antaranya ada permainan tradisional, tari tradisional, musik tradisional, musik angklung ala Purwokerto, cerita-cerita tentang dongeng tembang macapat.

Padepokan Adem Ayom Ayem mengalami perkembangan yang cukup pesat. Setiap hari jumlah anak-anak yang berlatih dan belajar budaya Jawa semakin bertambah. Awal mula yang belajar ke padepokan adalah anak-anak sekitar tetapi sekarang sudah menjalan ke kecamatan lain.

Pengurus padepokan pun dibentuk serta jadwal latihan mulai dibuat secara teratur. Hari Senin dan Rabu sore  latihan karawitan mula (yang belum bisa menjadi bisa), hari Minggu jam 8-10 latihan karawitan bagi anak-anak  yang sudah siap mengiringi pentas wayang kulit.

Anak-anak padepokan sudah pentas di berbagai daerah baik di tempat orang punya kerja, maupun di Kantor Dinas Kabupaten, Dinas Pariwisata, Kominfo, Kesbanglinmas, di acara car freeday, dan di tempat-tempat wisata.

Seiring  berjalannya waktu Padepokan Adem Ayom Ayem digunakan juga sebagai tempat belajar bagi murid SD yang ada di dekat padepokan. Bahkan ada jadwal khusus bagi siswa SD untuk belajar tentang bahasa Jawa di padepokan. Di padepokan juga terdapat TBM (Taman Baca Masyarakat) yang mulai dirintis tahun 2019.

Di awal buku-buku diperoleh dari donatur rekan-rekan Mbah Raden. Pertengahan tahun  2023 TBM mendapat sumbangan 600 buku dan beberapa alat lego serta alat pelajaran  dari komunitas LEBAH Jakarta.

Kemudian di tahun  2024 ini mendapatkan bantuan buku dari Perpustakaan  Daerah Jawa Tengah sebanyak 800 buku dan 1 rak buku.

Baca Juga: Menelusuri Warisan Budaya: Kunjungan Mahasiswa FTV ISI Surakarta ke Padepokan Keris Brojobuwono

Selain anak anak, ibu-ibu juga berlatih musik lesung di Padepokan Adem Ayom Ayem. Saat ini menurut Mbah Raden ada 6 musik lesung yang baku seperti Semar mantu, Petruk munggah gunung, Gendung songo, Gendung dowo.

Aturan memainkan musik lesung tersebut sudah baku turun-temurun dari orang tua terdahulu. Jika digunakan untuk pertunjukan  musik lesung dapat diaransemen dipadukan dengan berbagai macam gamelan misalnya kendang.

Mbah Raden berharap Padepokan Adem Ayom Ayem akan terus eksis agar anak-anak generasi penerus bangsa tetap mengenal dan mencintai budaya Jawa.

Penulis: Keisya Anendya Salsabilla (NPM: 24120321)
Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas PGRI Semarang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses