Pelanggaran HAM: Penembakan Siswa SMK Negeri 4 oleh Oknum Polisi

Pelanggaran HAM
Sumber: blue.kumparan.com.

Minggu (24/11) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, peristiwa penembakan siswa SMK Negeri 4 Semarang Gamma Rizkinata Oktafundi (17) menarik perhatian publik setelah ia meninggal dunia akibat luka tembak di bagian pinggul.

Peristiwa ini termasuk pelanggaran HAM karena adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak berwenang kepada masyarakat yang tidak memiliki power.

Kronologi Kejadian

Polrestabes Semarang memberikan pernyataan bahwa anggota Sat Res Narkoba Semarang bernama Aipda Robig Zaenudin melihat di Perumahan Paramount ada dua geng yang sedang tawuran. Anggota tersebut hendak melerai justru diserang, kemudian melepas tembakan peringatan yang ternyata mengenai pinggul korban.

Setelah tembakan tersebut, anggota yang berada di lokasi membawa korban ke RSUP dr. Kariadi bersama beberapa anggota geng Seroja. Setelah identitas korban diketahui, pihak keluarga membawa jenazah ke Sragen untuk dimakamkan.

Bacaan Lainnya

Keterangan Pihak Lain

Polda Jateng justru memberikan keterangan bahwa, tidak ada tembakan peringatan. Tembakan yang dilepaskan langsung mengenai korban. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto menjelaskan bahwa Robig melakukan tindakan eksesif atau berlebihan yang sebetulnya tidak perlu untuk melepaskan tembakan kepada orang yang sedang tawuran.

Namun, pernyataan dari Polrestabes Semarang ternyata berbeda dengan satpam Perumahan Paramount dan pihak sekolah.

Baca Juga: Pergerakan Mahasiswa: Sekitar Peristiwa Gerakan Satu Oktober (GESTOK) 1965

Satpam Perumahan Paramount mengaku tidak melihat adanya tawuran di sekitar lokasi, pun dengan temannya yang bertugas. Beliau mengatakan bahwa jika ada tawuran maka satpam akan melapor pada atasan tentang aksi tersebut.

Pihak sekolah menjelaskan bahwa korban merupakan siswa berlatar belakang baik dan termasuk siswa berprestasi di sekolah. Korban adalah anggota Paskibra yang baru saja menang lomba pasukan baris berbaris di Akpol. Pihak sekolah juga membantah bahwa korban merupakan siswa yang senang ikut tawuran.

Respon Masyarakat

Insiden ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat dan menjadi perbincangan di media sosial lantaran pihak polisi melakukan penembakan terhadap warga sipil dan tidak berada di situasi tertentu yang diatur oleh hukum.

Masyarakat mengaku kecewa dan meragukan aparat kepolisian. Hal ini juga didukung karena banyaknya kasus penembakan yang dilakukan oleh polisi kepada warga sipil.

Masyarakat merasa skeptis terlebih dengan penjelasan dari kepolisian yang berbeda dengan keterangan dari para saksi. Seolah fakta yang sebenarnya ditutupi untuk melindungi sesuatu dari masyarakat.

Respon Komisi III DPR RI

Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, meminta agar ada transparansi kepada publik dan betindak dengan tegas sesuai aturan, baik penegakan hukum maupun pelanggaran etika. Hal ini juga berkaitan dengan peristiwa polisi menembak polisi di Solsel sehingga diharapkan adanya ketegasan dan solusi komprehensif dari pihak kepolisian terkait kasus ini.

Sudirta juga mengatakan akan terus memantau penanganan perkara agar masyarakat juga dapat mengikuti dan mengetahui kelanjutan dari penyelesaian kasus.

Tanggapan Komnas HAM

Komnas HAM juga meminta agar kasus ini diperdalam lagi. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, Uli Parulian Sihombing, menyatakan bahwa sudah menurunkan Tim Kerja Pemantauan dan Penyelidikan dari Komnas HAM ke Semarang. Namun, hasil dari perkembangan penyelidikan masih belum mau diungkap karena masih dalam pemantauan.

Baca Juga: Jargon “Hidup Perempuan yang Melawan” di Aksi Kamisan Sebagai Bentuk Solidaritas Terhadap Gerakan Perempuan

Kesimpulan

Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, lantaran sebelumnya terdapat kasus polisi melakukan penembakan di Solsel dan dua kejadian ini terjadi dalam waktu yang berdekatan. Oleh karena itu, harus ada evaluasi dari pihak kepolisian agar mematuhi peraturan yang ada.

Melakukan penembakan kepada warga sipil dengan alasan yang tidak jelas dan adanya narasi yang berbeda-beda tentunya menjadi tanda tanya besar di tengah-tengah masyarakat. Kasus ini juga termasuk dalam pelanggaran HAM berat karena merampas paksa kehidupan seseorang yang menyebabkan kematian.

Penulis: Josephine Shana Darrellita
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses