Penegakan Hukum terhadap Pelaku Perpeloncoan Mahasiswa Baru dalam Kerangka Sosiologi Hukum

Penegakan Hukum terhadap Pelaku Perpelocoan Mahasiswa Baru dalam Kerangka Sosiologi Hukum

Abstrak

Perpeloncoan terhadap mahasiswa baru yang terjadi dalam kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) masih menjadi persoalan serius di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Praktik ini kerap disamarkan sebagai pembinaan kedisiplinan, namun pada kenyataannya sering mengarah pada tindakan bullying, baik secara fisik maupun verbal. Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan antara hukum tertulis dan pelaksanaan hukum di lapangan. Melalui pendekatan sosiologi hukum, tulisan ini menganalisis bagaimana norma informal, struktur kekuasaan, dan budaya senioritas di lingkungan kampus melemahkan efektivitas penegakan hukum terhadap perpeloncoan. Penegakan hukum seharusnya tidak hanya bersifat represif, tetapi juga harus mengedepankan pendekatan preventif dan edukatif. Berdasarkan hukum positif Indonesia, tindakan bullying dalam perpeloncoan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi semua pihak di lingkungan kampus untuk menciptakan budaya hukum yang kondusif dan bebas dari kekerasan simbolik maupun fisik.

Kata Kunci: Perpeloncoan, sosiologi hukum, penegakan hukum, kekerasan kampus, Pasal 335 KUHP.

Abstract

Hazing against new university students, particularly during the Introduction to Campus Life Program (PKKMB), remains a persistent issue in many Indonesian higher education institutions. Often disguised as discipline-building or character development, these practices frequently escalate into bullying, involving both physical and verbal abuse. This phenomenon reflects a gap between written law (law in the books) and law enforcement in practice (law in action). Using a socio-legal approach, this paper analyzes how informal norms, power structures, and the culture of seniority within the campus environment weaken the effectiveness of legal enforcement against hazing. Legal enforcement should not only focus on punitive measures but also prioritize preventive and educational approaches. According to Indonesian criminal law, bullying in the form of hazing can be subject to criminal sanctions under Article 335 paragraph (1) of the Criminal Code (KUHP). Therefore, collaborative efforts from all campus stakeholders are necessary to establish a legal culture that fosters a safe and violence-free educational environment.

Keywords: bullying, socio-legal approach, law enforcement, campus violence, Article 335 of the Criminal Code.

Bacaan Lainnya

Latar Belakang

Perpeloncoan terhadap mahasiswa baru, yang sering kali dilakukan dalam rangkaian kegiatan orientasi atau pengenalan kehidupan kampus, masih menjadi praktik yang mengakar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Meskipun tindakan tersebut kerap kali disamarkan sebagai bagian dari pembinaan mental atau pelatihan kedisiplinan, kenyataannya tidak sedikit kasus perpeloncoan berujung pada kekerasan fisik dan psikis. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat serta mempertanyakan efektivitas regulasi hukum dalam melindungi mahasiswa baru dari tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai pendidikan (Yunus, 2020).

Dalam konteks sosiologi hukum, fenomena perpeloncoan mencerminkan adanya kesenjangan antara hukum tertulis (law in the book) dan pelaksanaan hukum di lapangan (law in action). Budaya kekerasan yang dilegitimasi oleh senioritas, lemahnya penegakan hukum internal di kampus, dan kurangnya keberanian korban untuk melapor menjadi faktor utama berulangnya praktik tersebut. Pendekatan sosiologi hukum diperlukan untuk mengkaji bagaimana norma sosial dan struktur kekuasaan dalam komunitas kampus turut memengaruhi efektivitas hukum dalam mencegah dan menindak perpeloncoan (Mahendra, 2021).

Penegakan hukum terhadap pelaku perpeloncoan seharusnya tidak hanya menitikberatkan pada hukuman pidana, tetapi juga melibatkan pendekatan sosiologis dengan memperhatikan aspek preventif, edukatif, dan kultural. Hal ini penting agar penegakan hukum tidak hanya bersifat reaktif, melainkan mampu mendorong perubahan perilaku dan budaya hukum yang lebih humanis dalam kehidupan kampus (Raharjo, 2017).

Lebih lanjut, pendekatan sosiologi hukum juga membantu menganalisis bagaimana norma informal seperti solidaritas kelompok, loyalitas senior-junior, dan tradisi ospek memainkan peran dalam melemahkan norma hukum formal. Untuk itu, strategi penegakan hukum perlu dirancang secara komprehensif dengan melibatkan seluruh elemen kampus, mulai dari pimpinan perguruan tinggi, organisasi mahasiswa, hingga aparat penegak hukum, guna menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan simbolik maupun fisik (Fitriyani & Nuryani, 2022).

Dengan pendekatan multidisipliner, khususnya melalui kerangka sosiologi hukum, diharapkan analisis terhadap praktik perpeloncoan tidak hanya berhenti pada tataran normatif, tetapi mampu memberikan gambaran menyeluruh mengenai penyebab dan solusi penegakan hukum yang efektif dan berkeadilan di lingkungan perguruan tinggi (Rasyid, 2019).

Rumusan Masalah

  1. Jelaskan tindakan Bullying dalam Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa baru!
  2. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap kasus perpeloncoan secara bullying terhadap kegiatan pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB)?

Pembahasan

Tindakan Bullying dalam Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru

Bullying ataupun perundungan merupakan suatu perbuatan yang biasanya dengan adanya unsur-unsur seperti adanya tindakan kekerasan atau premanism dengan memberikan alasan untuk mewujudkan suatu sifat yang disiplin, taat akan aturan, merangkai karakter, serta menciptakan adanya relasi yang kuat antara senior dan junior di lingkungan pendidikan. Tidak demikian, tujuan yang diinginkan malah terciptanya suatu penyimpangan, karena diketahui tidak adanya komunikasi yang baik antara senior dan junior serta tidak adanya harmonisasi antara keduanya. Hal-hal yang dilakukan seperti perlakuan kasar, adanya intrik hingga buruknya hubungan antara kedua pihak, timbulnya rasa kebencian dan dendam sehingga menjadi sesuatu yang dianggap kebiasaan yang dilakukan kepada generasi-generasi berikutnya.

Pelonco dengan tindakan bullying memberikan dampak yang buruk bagi pelaku maupun korban serta institusi dalam menjaga nama baik. Sebab bullying dikategorikan sebagai suatu tindakan baik fisik maupun verbal. Bullying adalah tindakan mengintimidasi seseorang atau lebih dengan anggapan bahwa sasarannya lemah. Bullying juga dapat dijelaskan sebagai tindakan menggunakan kekuatan atau kekuatan sendiri untuk menyakiti seseorang dan membuat seseorang mengalami trauma. Bentuk bullying dibedakan menjadi bentuk fisik dan bentuk verbal.

Dalam hal tindakan pemberian sanksi memberikan keikutsertaan mahasiswa yang seakan membuat suatu tindak tersebut sebagai sesuatu yang dianggap wajar karena dilakukan dengan landasan kebiasan yang dilakukan di kalangan kehidupan pengenalan kehidupan kampus mahasiswa baru yang menyebabkan mahasiswa baru menjadi korban Pelonco yang bersifat bullying verbal dan memaksa secara keras dalam melakukan sesuatu.

Tindakan bullying juga bisa dilakukan dengan cara-cara yaitu baik secara langsung maupun melalui media online. Bullying merupakan bentuk tindakan pertama dari perilaku yang cenderung agresif, maksudnya manakala perbuatan yang dilakukan merupakan tindakan kasar, baik fisik, kejiwaan dengan berupa media seperti perkataan atau satu kesatuan dari ketiga perlakuan tersebut. Pelaku bullying melakukan aksinya dengan melihat korban yang memang pada posisi yang tidak bisa atau melakukan instruksi terhadap kegiatan ataupun pola kegiatan yang telah dibuat oleh pelaku bullying.

Salah satu bentuk kekerasan, yang salah satu dari bagian tersebut ialah “bullying” bisa dijadikan suatu pengelompokan dalam bentuk delik pidana. Pada istilahnya, berdasarkan kamus bahwa tindak pidana merupakan makna yang yang digunakan dari istilah bahasa Belanda dengan istilah strafbaar feit. Di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana/Wetboek van Strafrech (KUHP/WvS) dikenal istilah strafbaar feit, namun pada kenyataanya makna dari hukum pidana sering dipergunakan istilah delik.4

Penegakan Hukum terhadap Kasus Perpeloncoan Secara Bullying terhadap Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB)

Perilaku perpeloncoan yang terjadi dalam kegiatan pengenalan kehidupan kampus kerap kali dilakukan dengan cara yang melewati batas dengan tindakan seperti bullying yang memberikan adanya kesewenang-wenang yang dilakukan oleh senior terhadap junior. Pada pelaksanaanya, mengakibatkan dibutuhkannya penegakan hukum terhadap tindakan perpeloncoan dalam bentuk bullying.

Penegakan hukum yang dilakukan seharusnya pada pihak yang melakukan penyelenggaraan Pengenalan kehidupan kampus Universitas di fakultas memang kemahasiswaan dengan mencari pihak yang bertanggungjawab dan menyelidiki secara apakah kehidupan atau kebiasaan yang dianggap membuat pihak pelaku bullying berperilaku demikian terhadap mahasiswa yang pada perponrolan dengan cara bullying dan mendapat ucapan yang kasar merupakan sesuatu hal yang biasa. Upaya dari penegakan hukum, merupakan yang telah disampaikan oleh Lawrence M. Friedman, hal ini didefinisikan bahwa peraturan harus dimaknai selaku dari maksud dari hukum (content of law), upaya pelaksanaan hukum (structure of law) dan kebiasaan atau budaya hukum (culture of law). Oleh sebab itu, penegakan hukum tidak tidak hanya diadakan berdasarkan peraturan yang bersifat tertulis, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Dan pokok dari hukum tersebut yaitu pentingnya upaya untuk mewujudkan budaya hukum masyarakat yang kontributif supaya terlaksananya penegakan hukum secara maksimal.

Penegakan hukum yang dilakukan berdasarkan peraturan yang ada di Indonesia, pihak yang melakukan perpeloncoan dengan bentuk bullying seharusnya diberlakukan dengan seadil-adilnya. Pada dasarnya, bukan saja pihak korban yang dirugikan namun pihak dari lembaga yang menyelenggarakan tersebut juga terkena imbas dengan banyaknya spekulasi dari kalangan luar bahwa seharusnya lembaga yang bernaung di dunia pendidikan seharusnya menjalankan hakikat pendidikan dengan benar melainkan bukan untuk melakukan bullying terhadap orang lain. Hal tersebut termasuk pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP selengkapnya berbunyi: “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

a. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

b. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.”

Kesimpulan

Tindakan perpeloncoan yang dilakukan dalam rangka kegiatan pengenalan lingkungan pendidikan sering kali dibalut dengan dalih pembinaan kedisiplinan atau loyalitas, padahal terdapat unsur pemaksaan yang tidak sejalan dengan peraturan resmi dari otoritas pendidikan tinggi. Perilaku seperti memaksa, mempermalukan, atau mengintimidasi mahasiswa baru merupakan bentuk kekerasan simbolik yang secara hukum dapat dikenai sanksi karena termasuk dalam perbuatan yang tidak menyenangkan dan melanggar hak asasi manusia. Dalam kerangka sosiologi hukum, hukum seharusnya mampu menyesuaikan diri dengan dinamika sosial masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, hukum tidak hanya menjadi instrumen pengendalian sosial, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan ketertiban berdasarkan realitas sosial yang ada. Namun, pada kenyataannya, sering kali terdapat kesenjangan antara norma hukum yang berlaku dengan praktik di lapangan.

 

Penulis: Fiona Azzahra Adris
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum, Universitas Halu Oleo

Dosen Pengampu: Ramadhan Tabiu, S.H., LL.M.

 

Dafatr Pustaka

Muhammad Hatta, “Tindakan Perundungan (Bullying) Dalam Dunia Pendidikan Ditinjau Berdasarkan Hukum Pidana Islam,” Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman 41, no. 2 (2018): 280–301, https://doi.org/10.30821/miqot. v41i2.488.

Evita Monica Chrysan, Yiska Marva Rohi, and Dini Saputri Fredyandani Apituley, “Penerapan Sanksi Tindakan Anak Yang Melakukan Bullying Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak,” Jurnal Hukum Magnum Opus 3, no. 2 (2020): 162–72

Evita Monica Chrysan et al., “Penerapan Sanksi Tindakan Anak Yang Melakukan Bullying Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak,” Jurnal Hukum Magnum Opus 3, no. 4 (2020): 162–72.

Yusnanik Bakhtiar, “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penyelesaian Kekerasan Bullying Di Sekolah,” Kebijakan Hukum VI, no. 1 (2017): 114–27.

 

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses