Pengaruh Status Sosial dalam Tradisi Bajapuik: Perkawinan Masyarakat Pariaman

Perkawinan Masyarakat Pariaman
Tradisi Bajapuik.

Pendahuluan

Pernikahan adalah tahap lanjutan untuk menempuh jenjang yang lebih serius dan menjadi hal sakral bagi setiap individu yang hendak melakukannya. Di Indonesia sendiri pernikahan erat hubungannya dengan tradisi dan budaya-budaya yang ada.

Setiap masyarakat di Indonesia tentu memiliki tradisi budaya yang unik dan memiliki simbol yang berfungsi sebagai cara berkomunikasi yang diwariskan dari generasi ke generasi, salah satunya di daerah Sumatera Barat yakni Pariaman yang memiliki budaya perkawinan berbeda dari wilayah lainnya di ranah Minang, yaitu tradisi Bajapuik.

Biasanya pihak laki-laki yang menyunting pihak perempuan justru di Pariaman pihak perempuan lah yang menyunting pihak laki-laki.

Bacaan Lainnya
DONASI

Asal-usul tradisi Bajapuik di masyarakat Pariaman berakar dari sistem kekerabatan matrilineal yang dipegang oleh orang Minangkabau. Dalam sistem ini, garis keturunan ditarik dari pihak ibu, yang memuliakan ibu dan perempuan sebagai sumber kehidupan.

Anak perempuan mewarisi seluruh harta, seperti tanah dan rumah gadang, sedangkan anak laki-laki tidak memiliki hak atas warisan tersebut.

Tradisi Bajapuik, yang dikenal juga sebagai “uang jemput,” merupakan sebuah adat istiadat yang berasal dari Minangkabau di Sumatera Barat. Dalam tradisi ini, pihak keluarga perempuan memberikan sejumlah uang atau barang berharga kepada pihak keluarga laki-laki sebelum pernikahan berlangsung.

Praktik ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada pihak laki-laki serta untuk mempererat hubungan kedua keluarga.

Sejarah dari tradisi Bajapuik sering kali dikaitkan dengan kisah pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Siti Khadijah. Dalam kisah tersebut, Khadijah memberikan sejumlah uang sebagai tanda penghormatan kepada Nabi Muhammad, yang kemudian diadaptasi dalam tradisi Bajapuik sebagai simbol penghormatan terhadap status sosial dan keturunan pihak laki-laki.

Tradisi Bajapuik di Pariaman ini termasuk ke dalam Adat Nan Diadatkan, yaitu adat yang bisa berubah kapan saja sesuai dengan kesepakatan dari masyarakat setempat. Selain itu, tradisi ini tentunya akan memiliki sanksi sosial bagi orang-orang yang tidak melakukannya (Amelia & Rahmania, 2019).

Baca Juga: Upacara Mapag Panganten dalam Tradisi Adat Pernikahan Sunda

Pembahasan

Tradisi budaya Bajapuik di Minangkabau dilakukan oleh pihak perempuan yang menjemput pihak laki-laki dengan memberikan sesuatu seperti uang atau barang dan bukan dalam artian hal ini menjadi ajang memperjual-belikan laki-laki, tradisi ini memiliki proses yang amat panjang agar sama-sama bisa disepakati dari kedua belah pihak dengan tujuan keluarga dari pihak perempuan maupun laki-laki lebih terjalin tali kekeluargaanya serta saling menghormati.

Pemberian ini dilakukan selama acara manjapuik marapulai dan akan dikembalikan saat pihak laki-laki mengunjungi mertua untuk pertama kalinya.

Makna bajapuik sendiri dalam tradisi pernikahan di Pariaman mencerminkan tanggung jawab dan penghargaan dari keluarga perempuan kepada pihak laki-laki. Pemberian ini melambangkan niat baik dan kesiapan keluarga perempuan untuk menjalin hubungan keluarga dengan pihak laki-laki.

Namun, maknanya telah bergeser dan kini sering dianggap sebagai beban finansial bagi keluarga perempuan, terutama jika pihak laki-laki memiliki status sosial yang tinggi.

Dalam adat Minangkabau yang diucapkan oleh seorang ayah tidak didengar dalam keluarganya. Peran orang tua hanya merawat dan menjaga anak-anaknya, Ayah memiliki hak penuh terhadap keponakannya dalam berbagai hal. Sebaliknya, Mamak, yang berarti saudara dari pihak ibu, memiliki tanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya dan juga kemenakannya

Proses lamaran di dalam tradisi Bajapuik dilakukan secara formal dari keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki. Sebelum proses lamaran, ninik mamak bertanggung jawab dalam mencari jodoh untuk keponakannya. Mereka berperan penting dalam memilih pasangan dan mengatur pelaksanaan pernikahan.

Menurut Martha dalam Yusfira (Andriyansyah, 2022), ninik mamak menentukan jumlah uang japuik yang akan diserahkan kepada pihak laki-laki melalui musyawarah. Tradisi Bajapuik mempertimbangkan status sosial dalam pencarian jodoh, dengan uang japuik ditentukan berdasarkan pendidikan, pekerjaan, dan keturunan gelar pihak laki-laki.

Hal ini sering menimbulkan perdebatan positif maupun negatif karena sering dianggap sebagai bentuk penghinaan dan transaksi manusia. Pemahaman ini perlu diluruskan di masyarakat Pariaman dan di perantauan, karena setiap tradisi memiliki tujuan yang bijak demi kebaikan bersama dan melestarikan budaya.

Dengan demikian, Bajapuik bukan hanya sekadar simbolik, tetapi juga sebuah manifestasi dari nilai-nilai luhur dalam budaya Minangkabau yang menekankan pentingnya hubungan baik antar keluarga dan kesejahteraan bersama.

Sebagai bukti yang telah terjadi dapat dilihat berdasarkan berita yang dikutip dari tribunnews.com Gagal Nikah, Wanita di Padang Bunuh Diri, Keluarga Pria Diduga Minta Mahar Rp 500 Juta.

Dalam berita tersebut memperlihatkan seorang wanita viral karena ditemukan bunuh diri di salah satu kamar Oyo, berbagai spekulasi datang dari pengguna sosial media ada yang mengatakan ‘bunuh diri karena tidak direstui orangtua, bunuh diri karena mertua meminta mahar 500 juta’ padahal kedua calon mempelai sudah melakukan prewedding.

Masalah ini memberikan dampak sosial dan psikologis yang sangat serius. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa benar adanya status sosial berpengaruh dalam menentukan jumlah pemberian uang japuik dari pihak keluarga perempuan untuk pihak keluarga laki-laki yang ditentukan dari beberapa faktor berdasarkan gelar, profesi, dan sebagainya. Karena dalam kasus di atas calon mempelai laki-laki berprofesi sebagai polisi.

Baca Juga: Modernisasi dan Perpaduan Budaya dalam Adat Pernikahan Etnis Pesisir

Kesimpulan

Secara singkat Bajapuik merupakan tradisi yang dilakukan oleh keluarga perempuan dengan membawa sejumlah uang atau barang dan dibawa ke keluarga laki-laki. Uniknya tradisi adat istiadat ini hanya dilakukan oleh masyarakat Pariaman, sedangkan suku-suku lain di Minangkabau Sumatera Barat seperti Paya-kumbuh, Bukit tinggi, dan Solok tidak menganut adat ini.

Adat ini melibatkan keluarga perempuan yang memberikan sesuatu kepada keluarga laki-laki sebagai bagian dari proses lamaran, bukan sebagai ajang memperjual-belikan dengan upaya untuk mempererat hubungan keluarga antara kedua belah pihak serta saling menghormati.

Meskipun demikian, makna yang seharusnya untuk mempererat hubungan keluarga telah bergeser dan sering dianggap sebagai beban finansial, terutama jika pihak laki-laki memiliki status sosial tinggi.

Proses lamaran ini dilakukan secara formal oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki, dengan ninik mamak berperan penting dalam menentukan jumlah uang Bajapuik berdasarkan status sosial pihak laki-laki. Meskipun terdapat pro dan kontra, Bajapuik memiliki tujuan yang bijak dalam melestarikan budaya dan memperkuat hubungan keluarga.

Jika uang japuik tidak diberikan dalam proses perkawinan, berbagai sanksi hukum dan sosial akan timbul. Sanksi sosial seperti cemoohan dari keluarga dan lingkungan, terutama dari ninik mamak. Secara hukum adat, hal ini bisa mengakibatkan pembatalan perkawinan dan pasangan tersebut dianggap tidak mengikuti adat serta tidak menghormati ninik mamak.

Meskipun begitu tidak seharusnya tradisi Bajapuik ini menjadi penghalang besar untuk melakukan pernikahan, karena fokus utama seharusnya adalah bagaimana perempuan dan laki-laki yang menjalaninya baik dari proses sebelum pernikahan sampai saat sudah berumah tangga. Jangan sampai hal-hal yang tidak diinginkan terjadi karena dua keluarga mengalami miskomunikasi.

Penulis: Andina Aulia Putri dan Dessy Kartika Putri
Mahasiswa Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Andriyansyah, Y. R. (2022). Tradisi Bajapuik Masyarakat Minangkabau Di Pariaman. Jurnal Budaya Nusantara, 137-143.

Riza G. R. (2023). Pergeseran Makna Tradisi Bajapuik Adat Pernikahan Pariaman. Dialektika Komunika: Jurnal Kajian Komunikasi Dan Pembangunan Daerah. Vol 11. No. 1

Rizka Amelia dan Rahmania. (2019). Budaya Hukum Perkawinan Adat Bagi Masyarakat Pariaman. Lex Jurnalica, 16(2), 144-151

https://prohaba.tribunnews.com/amp/2023/11/21/gagal-nikah-wanita-di-padang-bunuh-diri-keluarga-pria-diduga-minta-mahar-rp-500-juta?page=all diakses pada pukul 21.55 wib

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI