Perbandingan Hak Pekerja/ Buruh pada Undang-Undang Cipta Kerja dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Cipta Kerja
Ilustrasi: istockphoto

RUU Cipta Kerja salah satunya membahas tentang ketenagakerjaan dari jumlah 11 klaster yang terdapat dalam RUU tersebut. Klaster yang dimaksud dengan dileburnya 3 jenis undang-undang yang menjadi satu yaitu:

  1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  2. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial;
  3. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Tujuan pemerintah dalam upaya mencapai harmonisasi ketiga undang-undang agar memberikan sebuah ruang atau kesempatan kepada investor agar regulasi tumpang tindih yang dikhawatirkan oleh investor tidak mengakibatkan kerugian kepada investor itu sendiri.

Sehingga pada akhirnya melewati beberapa proses peninjauan kembali UU Cipta Kerja disahkan sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja oleh Presiden RI Ir. Joko Widodo.

Bacaan Lainnya
DONASI

Berdasarkan UU Cipta Kerja pada Pasal 1 Angka (1) menjelaskan, “Cipta Kerja adalah upaya menciptaaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional.”

Pembahasan dalam penulisan jurnal ini menekankan pada kedudukan dan perlindungan terhadap pemberian upah kepada pekerja/ buruh antara UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan.

Pengaturan lebih lanjut tentang tentang jenis pekerjaan, waktu, dan perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah sebagaimana Pasal 81 Angka (15) UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 59 Ayat (4) UU Ketenagakerjaan.

Perubahan tersebut mengakibatkan penghapusan aturan terhadap status waktu yang diberikan pengusaha kepada pekerja kontrak sehingga memberikan peluang pengusaha untuk bertindak sewenang-wenangnya.

Perubahan atas undang-undang ini dianggap tidak memperhatikan kesejahteraan pekerja karena banyak penghapusan pemberian upah seperti upah untuk membayar pesangon jika terjadi kepailitan, waktu istirahat kerja dihilangkan, serta upah perhitungan pajak penghasilan sebagaimana Pasal 81 Angka (24) UU Cipta Kerja mengubah Pasal 88 UU Ketenagakerjaan.

Penghapusan adanya sanksi kepada pengusaha yang tidak membayarkan upah sebagimana dimaksudkan dalam undang-undang mengakibatkan pengusaha dapat melakukan pemberian upah dengan sewenang-wenang perusahaan dan tidak mengutamakan hak pekerja untuk tidak mendapat diskriminasi.

Perubahan pada penekanan dua pasal di atas membuat masyarakat geram karena dianggap menghilangkan hak pekerja/ buruh.

Banyak penyimpangan yang dianggap tidak sesuai dengan keadaan buruh sejak ditandatanganinya undang-undang tersebut karena saat itu Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19 yang menurunkan perekonomian masyarakat.

Penulis: Alyshia Zabina
Mahasiswa Hukum Universitas 17 Agustus 1945

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI