Perbandingan Hukum Tata Negara dalam Konteks LGBT dan Hak Asasi Manusia di Indonesia dan Thailand

Hukum LGBT dan HAM
Lambang LGBT (Sumber: Media Sosial dari pixabay.com)

Fenomena LGBT saat ini menjadi salah satu topik diskusi hangat di masyarakat, terutama karena maraknya promosi dan komersialisasi individu LGBT di media sosial. Dalam peradaban Timur yang masih berpegang teguh pada moral, etika, dan agama, aktivitas seksual yang dianggap menyimpang masih merupakan hal yang tabu.

Banyak orang berpendapat bahwa orientasi seksual yang berbeda dari norma adalah akar dari perilaku yang menyimpang ini. Kelompok yang mengidentifikasi diri sebagai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) seringkali dicap sebagai pelaku perilaku seksual menyimpang.

Kekhawatiran terkait LGBT telah menjadi isu global, dipicu oleh deklarasi hak asasi manusia universal, reformasi politik, dan demokratisasi. Beberapa negara menerima kelompok LGBT, seperti Thailand, sementara negara lain seperti Indonesia menolaknya.

Bacaan Lainnya
DONASI

Indonesia secara tegas menentang komunitas LGBT karena menganggap tindakan mereka menyimpang secara moral, agama, dan etika. Perspektif hak asasi manusia memicu diskusi terkait organisasi ini, di mana kelompok LGBT mencari pengakuan atas keberadaan dan komunitas mereka dari negara dan masyarakat.

Konstitusi Indonesia membatasi hak asasi manusia agar tidak bertentangan dengan moralitas, keyakinan agama, keamanan, atau ketertiban umum. Prinsip “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam konstitusi menjadi dasar untuk menjalani kehidupan yang demokratis.

Pasal 70 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang demi menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, serta memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis.

Negara berperan dalam menegakkan batasan-batasan ini, termasuk dalam pernikahan yang hanya diakui secara sah menurut agama masing-masing. Pernikahan LGBT dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, kesusilaan, etika, dan ketertiban umum.

Pasal 292 tentang kejahatan kesusilaan dalam hukum pidana mengatur tentang homoseksualitas, di mana orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan anak berjenis kelamin sama dan belum dewasa diancam pidana penjara lima tahun.

Thailand adalah contoh negara yang telah mengizinkan pernikahan sesama jenis dan menunjukkan toleransi terhadap komunitas LGBT, meskipun diskriminasi masih terjadi terutama di lingkungan pendidikan dan agama. Sistem hukum Thailand tidak menganggap homoseksualitas sebagai kejahatan, dan kesetaraan antara pria dan wanita dijamin oleh konstitusi untuk semua warga negara.

Komunitas LGBT di Thailand mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah yang terus mendukung kesetaraan universal dan mengimplementasikan langkah-langkah untuk mengadvokasi hak-hak mereka dan mendapatkan keadilan.

Konstitusi Thailand juga melarang diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan menjamin hak dan kebebasan setiap orang, termasuk keragaman seksual. Namun, upaya minoritas LGBT untuk memasukkan ketentuan khusus ke dalam konstitusi belum berhasil, dan mereka hanya mendapatkan perlindungan umum.

Di sisi lain, Indonesia tidak secara eksplisit melindungi hak bagi transgender, karena tidak ada peraturan yang secara jelas menerangkan mengenai keberadaan mereka. Transgender di Indonesia hanya berpayung pada peraturan yang sudah ada seperti beberapa pasal dalam UUD 1945 dan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga perlindungan hak mereka sangat terbatas dan rentan terhadap ketidaksamaan perlakuan.

Di Thailand, perlindungan hak bagi transgender jauh lebih maju. Negara ini telah mengesahkan undang-undang kesetaraan gender yang melarang diskriminasi terhadap transgender, dengan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Komunitas LGBT di Thailand merupakan yang paling beruntung di Asia dibandingkan dengan komunitas LGBT lainnya.

Pemerintah terus menerapkan langkah-langkah yang secara khusus menargetkan populasi yang memiliki tantangan dalam mengadvokasi hak-hak mereka dan mendapatkan keadilan. Tentu saja, anggota yang mengidentifikasi diri mereka sebagai lesbian, gay, biseksual, atau transgender akan sangat diuntungkan dengan hal ini. Untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kelompok LGBT, pemerintah mengontrol kebijakan hak asasi manusia mereka.

Baca juga: Ruang bagi LGBTQ dalam Perspektif Pancasila dan Hukum Indonesia

Meskipun demikian, perlindungan terhadap komunitas LGBT di Thailand tidak sepenuhnya bebas dari tantangan. Masih ada diskriminasi yang terjadi, terutama di lingkungan pendidikan dan agama.

Beberapa orang masih memandang LGBT sebagai tanda kedangkalan sosial atau ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan sosial yang signifikan. Namun, sistem hukum Thailand secara keseluruhan lebih mendukung hak-hak LGBT dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia.

Di Indonesia, komunitas LGBT masih harus menghadapi tantangan besar. Ketidakjelasan peraturan hukum terkait hak mereka membuat komunitas ini rentan terhadap diskriminasi dan ketidakadilan. Meskipun ada beberapa perlindungan yang diberikan oleh UUD 1945 dan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, hal ini belum cukup untuk memberikan perlindungan yang memadai.

Sebagai kesimpulan, isu LGBT di Indonesia dan Thailand menunjukkan dua pendekatan yang sangat berbeda terhadap hak asasi manusia dan kesetaraan. Thailand telah mengambil langkah-langkah progresif untuk melindungi hak-hak LGBT, sementara Indonesia masih berada di jalur yang konservatif, dengan hambatan hukum dan sosial yang signifikan.

Penting bagi kedua negara ini untuk terus berdialog dan mencari cara untuk melindungi dan menghormati hak-hak semua warga negara, termasuk komunitas LGBT.

 

Penulis: Nur Al Ihfani
Mahasiswa Hukum Tatanegara, UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI