Pernikahan Paksa: Pandangan Islam, Hukum dan Perspektif Psikologis

pernikahan paksa

Pernikahan merupakan hal yang diidamkan bagi seluruh insan, selain itu pernikahan merupakan cara untuk menghalalkan suatu hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh kehidupan secara bersama-sama dan membina keluarga yang baik. Hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang tua maupun pasangan itu sendiri.

Firman Allah QS. Ar-Ruum : 21

 وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Bacaan Lainnya

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Namun masih banyak orang tua terutama di pedesaan yang beranggapan bahwa apabila anak perempuannya telah mengalami masa pubertas dan memiliki perubahan pada badannya yang signifikan, maka mereka harus segera dinikahkan.

Sangat disayangkan pada faktanya masih banyak orang tua yang menikahkan anak perempuannya secara paksa tanpa melihat kematangan psikologisnya.

Contoh kasusnya adalah pernikahan yang terjadi di Ponorogo yang dilakukan oleh MY (14 tahun) dan AD (20 tahun) yang dipaksa oleh ayahnya sendiri.

Menurut pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 seseorang dapat menikah ketika telah memenuhi syarat, yaitu pihak pria berusia 19 tahun dan pihak wanita berusia 16 tahun.

Oleh karena itu apabila di antara keduanya belum memenuhi syarat tersebut, maka keduanya harus meminta dispensasi kepada pengadilan yang ditujukan kepada orang tua pihak mempelai.

Selain itu, pernikahan sesungguhnya harus dilaksanakan atas persetujuan kedua mempelai seperti yang ada pada pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi “Pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”

Dasar hukum larangan nikah paksaan juga terdapat dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah ﷺ bersabda “Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Dengan ia diam.”

Pernikahan dini secara paksa dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental sang anak seperti anxiety, stres bahkan depresi, karena dari segi psikologis yang belum matang serta perasaan campur aduk karena merasa khawatir dan ketakutan dalam menghadapi permasalahan yang akan datang dalam kehidupan rumah tangga tersebut.

Selain itu hal ini dapat menyebabkan kedua pasangan belum mampu untuk menjalankan kewajiban sepasang suami istri dikarenakan belum matang nya mental diantara keduanya.

Kesimpulannya adalah secara hukum, pernikahan dapat dilakukan dengan memenuhi syarat yakni umur yang cukup sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yaitu laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Jika kedua calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, maka harus mendapatkan izin dari kedua orang tuanya berdasarkan pasal 6 ayat (2). Selain itu pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, sehingga tidak ada kesan “pemaksaan” didalamnya.

Menurut pandangan islam pernikahan dini secara paksa ini dilarang apabila dapat menimbulkan kemudharatan, namun jika hal ini dilakukan untuk kemaslahatan besar diantara keduanya maka diperbolehkan, hal ini berdasarkan kaidah fiqih yang artinya “Menolak bahaya didahulukan atas mendatangkan kebaikan.”

Menurut perspektif psikologis pernikahan dini secara paksa ini dapat menimbulkan beberapa dampak buruk bagi kondisi mental anak diantaranya emosi yang tidak stabil, stres, anxiety, depresi bahkan bunuh diri. Tekanan-tekanan ini bisa berakibat fatal apabila sang anak menghadapi permasalahan ini tanpa adanya dukungan dari kerabat terdekat.

Penulis: Shofyah Assunny, Rani Dan Syahira
Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Daftar Pustaka

Prastini, E. (2022). Pernikahan Usia Dini dalam Tinjauan Hukum dan Psikologi Anak. Aufklarung: Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Humaniora, 2(2), 43-51.

Pradana, G. B. W. (2022). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Dini Karena Dipaksa Wali (Studi Kasus Desa Pudak Wetan Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo) (Doctoral dissertation, IAIN Ponorogo).

“Surah Ar Rum Ayat 21, Kenapa Sering Dipakai dalam Pernikahan?” selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5899662/surah-ar-rum-ayat-21-kenapa-sering-dipakai-dalam-pernikahan.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI