Fenomena Tindakan Bunuh Diri pada Generasi Z di Indonesia: Bagaimana Cara Mencegahnya?

Generasi Z
Fenomena Tindakan Bunuh Diri pada Generasi Z (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Kasus bunuh diri sedang marak terjadi di Indonesia. Bunuh diri sendiri tidak mengenal usia, jenis kelamin, ras, bahkan profesi tertentu.

World Health Organization menuliskan bahwa jumlah kematian akibat bunuh diri di dunia mendekati 800.000 kematian per tahun atau satu kematian setiap 40 detik.

79% kasus bunuh diri terjadi di negara berpendapatan rendah dan menegah. Bunuh diri menjadi  penyebab kematian kedua pada kelompok umur 15-29 tahun.

Bacaan Lainnya
DONASI

Saat ini, kasus bunuh diri pada usia muda juga sedang terjadi, utamanya pada generasi muda yang disebut generasi Z.

Salah satu kejadian bunuh diri yang terjadi pada usia muda menimpa pada seorang mahasiswi salah satu universitas di Semarang yang masih berusia 20 tahun.

Mahasiswi tersebut tewas setelah melompat dari lantai empat salah satu mall di Semarang pada tanggal 10 Oktober 2023 pukul 17.30 WIB.

Berdasarkan pengakuan dari teman kerja almarhumah, perilaku almarhumah tidak seperti biasanya. Temannya berkata bahwa almarhumah sering bengong dan tatapan matanya kosong.

Kasus yang lain juga terjadi pada seorang mahasiswi di salah satu universitas di Semarang yang masih berusia 24 tahun.

Mahasiswi tersebut ditemukan tewas bunuh diri di dalam kamar kosnya pada tanggal 11 Oktober 2023. Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan sejumlah surat wasiat yang berada di kamar almarhumah.

Berdasarkan pernyataan dari pacarnya, diduga almarhumah mengalami masalah ekonomi berupa masalah keuangan di tempat kerja dan tagihan pinjaman online.

Bunuh diri sendiri merupakan upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mengakhiri kehidupan dengan berupaya untuk mati.

Pelaku bunuh diri menciptakan sebuah jalan termudah untuk meninggalkan masalah dengan mencabut nyawanya sendiri.

Kasus bunuh diri banyak terjadi akibat dari puncak frustasi seseorang karena faktor ekonomi, sosial maupun psikologis.

Risiko seseorang untuk melakukan bunuh diri juga meningkat pada kasus depresi yang berlarut. Seseorang dengan depresi yang berlarut akan berpikir bahwa bunuh diri merupakan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalahnya.

Ditinjau dari sisi kepribadian, emosi orang yang akan melakukan bunuh diri biasanya terlihat dari emosi yang naik-turun.

Banyak yang berasumsi bahwa orang yang bersenang-senang tidak akan mengalami depresi padahal pada kenyataanya pelaku bunuh diri sudah memutuskan untuk melakukannya.

Generasi Z merupakan generasi yang lahir pada tahun 1995-2010. Generasi Z hidup di zaman teknologi dimana hampir seluruh aktivitasnya menggunakan media teknologi/elektronik.

Hal tersebut tentu saja menjadikan populasi yang akrab disebut Gen Z menjadi orang yang lebih kreatif.

Gen Z memiliki kelebihan yaitu cenderung memiliki sikap ingin tahu yang sangat tinggi dan mahir dalam penggunaan teknologi.

Selain itu, gen Z juga dapat mengerjakan beberapa aktivitas secara cepat dalam waktu yang bersamaan, misalkan menonton sambil membaca pesan melalui sosial media.

Generasi Z merupakan kelompok individu yang kelak dapat menjadi pemimpin serta bermanfaat dalam lingkungan bila memperoleh pendidikan yang layak.

Generasi Z diyakini dapat menciptakan generasi-generasi lain dengan daya saing yang semakin tinggi serta menjadi kelompok individu yang paling muda saat ini dan memiliki pengetahuan yang tinggi.

Akan tetapi, generasi Z memiliki kecenderungan untuk mengalami ketergantungan dengan aktivitas di internet dan media sosial.

Generasi Z mengalami kerentanan terhadap penyakit mental dan selalu ingin menyelesaikan sesuatu dengan instan.

Hal tersebut terjadi karena gen Z sangat bergantung kepada teknologi sehingga cenderung mengabaikan keadaan yang terjadi dari lingkungan sebenarnya.

Masalah kesehatan mental pada gen Z dipengaruhi oleh tingginya intensitas sosial media dan paparan internet World Health Organization mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah ketika individu menyadari potensi dirinya, mampu melakukan coping stress (manajemen stress) dengan baik, produktif dalam bekerja dan dapat memberikan kontribusi positif terhadap lingkungannya.

Era digital memang membawa perkembangan dan perubahan dalam banyak aspek namun dapat menyebabkan pengidap penyakit mental semakin tinggi.

Percobaan bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan dua hal yang cukup berbeda namun memiliki hubungan yang kompleks.

Kedua hal ini masuk dalam bagian niat bunuh diri. Perihal ide bunuh diri dan rencana bunuh diri termasuk dalam bagian dari suicidality atau suicidal behavior.

Terdapat jarak antara pikiran/ide bunuh diri terhadap tindakan bunuh diri pada beberapa individu. Ide bunuh diri biasanya telah dipikirkan dalam beberapa hari, minggu bahkan tahun tetapi beberapa mungkin tidak pernah memikirkan sebelumnya.

Dengan kata lain, kejadian tersebut terjadi secara impulsif. Oleh sebab itu, para penyintas percobaan bunuh diri perlu mendapatkan dukungan sosial (social support) dari keluarga, sahabat maupun orang-orang di sekitarnya.

Setiap orang memiliki hak hidup, yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia, diatur dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

Kasus bunuh diri belum spesifik diatur oleh undang-undang jika berkaitan dengan motivasi diri, namun mengenai orang yang mendukung atau membujuk orang lain bunuh diri diatur pada pasal 345 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara 4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri”.

Akses teknologi yang dapat dijangkau dengan mudah memberikan potensi beberapa orang untuk memberikan informasi mengenai pentingnya manajemen stress.

Kondisi tersebut dapat meningkatkan kebutuhan akan pentingnya layanan kesehatan mental dan kesehatan mental tidak menjadi suatu hal yang tabu lagi.

Sosial media dapat menjadi sarana bagi Gen Z untuk membagikan perjuangan mereka dalam mencapai kesehatan mental yang optimal.

Hal tersebut dapat meningkatkan interaksi sosial sehingga mereka dapat saling berbagi pengalaman untuk saling menguatkan satu sama lain.

Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam upaya pencegahan tindakan bunuh diri. Orang tua dapat berperan sebagai bagian penting dari support system anak muda.

Bentuk peran orang tua dalam tindakan ini adalah memberikan waktu serta perhadian khusus, memberikan atensi terhadap tindakan-tindakan yang tidak semestinya dilakukan oleh anaknya dan tidak meremehkan kondisi psikis anak tersebut.

Orang tua harus hadir sebagai seorang sahabat bagi para anak muda yang memiliki masalah dalam kesehatan mental.

Upaya pencegahan tindakan bunuh diri juga membutuhkan peran dari tokoh agama. Tokoh agama sendiri berperan sebagai ‘sahabat’ spiritual bagi anak muda.

Tokoh agama dapat memberikan dukungan dengan berbagai cara seperti mengajak anak muda tersebut bergabung dalam kegiatan-kegiatan rohani, memberikan dukungan spiritual dengan mendukung anak muda tersebut di dalam doa dan memberikan masukan positif kepadanya.

Masyarakat juga memiliki peran dalam upaya pencegahan tindakan bunuh diri. Masyarakat dapat mengembangkan pertahanan sosial lewat pemberdayaan organisasi kemasyarakatan seperti karang taruna dan LSM, mengangkat isu lokal, masalah dan penyebab bunuh diri serta memberikan masukan kepada para pengambil keputusan di tingkat lokal.

Dengan kata lain, masyarakat dapat memberikan pengaruh positif yang dapat mempengaruhi individu untuk berhenti dari perilaku merusak diri sendiri.

Selain itu, para generasi Z juga dapat melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan profesional yang ahli dalam masalah kejiwaan, seperti psikiater atau psikolog untuk mendapatkan intervensi medis lebih lanjut.

Mari bersama kita cegah kejadian bunuh diri di Indonesia. Sesungguhnya, bunuh diri tidak terjadi dalam satu malam.

Pastikan kita hadir memberikan dukungan bagi orang sekitar kita yang membutuhkan pertolongan tanpa ada unsur menghakimi.

Penulis: Shelley Jovanca
Mahasiswa Hukum Kesehatan, Universitas Hang Tuah Surabaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI