Masyarakat kini sedang dihebohkan dengan adanya istilah pungutan pajak tambahan atau yang disebut dengan opsen.
Arti dari istilah opsen tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), menyebutkan bahwa opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu.
Opsen merupakan penerapan skema pemungutan pajak baru bagi tiga jenis pajak daerah; opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang didapatkan oleh pemerintah provinsi serta opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang didapatkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Penerapan opsen pada penghitungan pajak daerah bertujuan untuk memudahkan bagi hasil penerima pajak antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, memperkuat local taxing power, serta memperkuat sinergi pemungutan pajak dan mempercepat penyaluran pajak.
Skema Opsen Pajak
Sesuai UU HKPD, penghitungan pungutan opsen pada PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% dari besaran pajak terutang, sedangkan opsen pada pajak MBLB ditetapkan sebesar 25% dari besaran Pajak terutang.
Besaran pajak terutang disesuaikan dengan jenis pajak yang diatur pada UU HKPD, contohnya seperti pada tarif PKB untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama ditetapkan paling tinggi 1,2%.
Salah satu contoh penerapan opsen pada Provinsi Jawa Timur sesuai dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menetapkan tarif PKB untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama sebesar 0,9% adalah sebagai berikut:
Harga mobil = Rp100.000.000
Tarif PKB = 0,9% dari harga mobil
Pajak Terutang = 0,9% x Rp100.000.000 = Rp900.000
Opsen = 66% dari besaran pajak terutang PKB = 66% x Rp900.000 = Rp594.000
Total pajak = Rp900.000 + Rp594.000 = Rp1.494.000
Total pajak sebesar Rp1.494.000 dibayarkan langsung oleh wajib pajak melalui loket pembayaran atau secara daring melalui aplikasi samsat digital dan marketplace tertentu.
Secara keseluruhan, jumlah total pajak yang dibayar oleh wajib pajak tidak jauh berbeda dari tarif yang digunakan sebelumnya yakni sebesar 1,5% sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang dengan harga mobil yang sama besaran pajak terutangnya sebesar Rp1.500.000.
Secara total pajak yang dibayar, wajib pajak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini membayar pajak dengan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah sebelum diterapkannya opsen PKB.
Aturan opsen PKB sedari awal tidak membuat jumlah pajak yang dibayar berubah besar, sehingga perbandingan pajak terutang dengan aturan yang baru seharusnya tidak jauh berbeda dengan perhitungan menggunakan aturan sebelumnya. Sehingga perhitungan pajak dengan skema opsen dinilai tidak menambah beban di masyarakat.
Baca Juga: Kenaikan Pajak dan Implikasinya pada UMKM
Pro dan Kontra
Skema pajak daerah dengan opsen dapat memberikan keuntungan yang lebih besar pada pemerintah kabupaten/kota terutama bagi kabupaten/kota dengan potensi pajak yang besar.
Pasalnya, skema yang baru diberlakukan pada tanggal 5 Januari 2024 ini membuat kabupaten/kota mendapat bagian langsung dari provinsi sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan meningkat.
Kerja sama antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota juga akan meningkat karena dalam mengelola pajak daerah diperlukan koordinasi dan integrasi data sehingga seluruh proses dari pendataan, pemungutan, hingga distribusi pendapatan pajak dapat berjalan secara efisien.
Transparansi pengelolaan hasil penerimaan pajak juga dapat meningkat karena mekanisme distribusi pendapatan yang langsung terbagi antara provinsi dan kabupaten/kota.
Pemerintah kabupaten/kota juga dapat termotivasi untuk meningkatkan kepatuhan pajak di wilayahnya karena adanya distribusi pendapatan pajak yang jelas.
Kehebohan di antara masyarakat tercipta ketika banyak media menarasikan adanya opsen pajak sebagai beban pajak baru untuk wajib pajak.
Pernyataan yang dibuat oleh beberapa media besar membuat anggapan negatif di masyarakat terkait dengan meningkatnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, padahal skema pajak dengan opsen tidak menambah jumlah pajak terutang secara signifikan tetapi hanya mengubah pola distribusi penerimaan pajak di pemerintah daerah.
Istilah “pungutan tambahan” yang melekat pada arti kata opsen dapat menggiring pemikiran masyarakat menjadi negatif. Kemungkinan terburuk yang dapat terjadi adalah tingkat kepatuhan pajak masyarakat menurun akibat kesalahpahaman informasi yang diterima.
Hal tersebut dapat membuat resistensi dari wajib pajak untuk enggan membayar pajak daerah nantinya. Pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota harus melakukan edukasi dan penyuluhan yang menyeluruh agar dapat memastikan pemahaman yang sama antara pemerintah dengan masyarakat.
Masyarakat harus memahami dulu konsep skema pemajakan yang baru agar tidak ada lagi persepsi masyarakat terkait opsen sebagai beban tambahan pajak.
Baca Juga: Kesadaran Wajib Pajak di Indonesia
Penerimaan pajak pada pemerintah provinsi secara keseluruhan akan dinilai menurun karena adanya skema opsen pajak.
Ditinjau dari tarifnya, skema opsen pajak mengambil beberapa bagian dari total pendapatan pajak yang diterima oleh pemerintah provinsi untuk langsung masuk ke pemerintah kabupaten/kota tempat objek pajak terdaftar.
Jika terjadi salah pemahaman, hal tersebut dapat dipahami masyarakat sebagai penurunan kinerja dalam menghimpun penerimaan pajak. Beberapa pemerintah kabupaten/kota yang dinilai memiliki potensi ekonomi yang lebih kecil juga dapat turut dirugikan karena skema opsen.
Masyarakat seringkali menggunakan kendaraan yang terdaftar di wilayah asli mereka, di kabupaten/kota yang cenderung potensi pajaknya besar, kemudian kendaraan tersebut sehari-harinya digunakan di kabupaten/kota dengan ekonomi lebih kecil.
Contohnya seperti kepadatan penduduk yang besar di kota Surabaya membuat masyarakat mencari pekerjaan di kabupaten lain seperti Gresik, masyarakat tersebut membawa kendaraan pribadinya yang terdaftar di Surabaya untuk digunakan sehari-hari di Kabupaten Gresik.
Pembagian opsen ke kabupaten/kota objek terdaftar membuat kabupaten/kota yang sehari-hari dilewati oleh kendaraan tersebut menjadi tidak mendapat penerimaan pajak.
Oleh karena itu, skema opsen juga berpotensi membuat adanya ketimpangan antar kabupaten/kota yang sebelumnya mendapat dana bagi hasil menjadi menerima total bagian pendapatan dari pajak yang sesuai dengan objek pajak yang terdaftar di masing-masing daerah.
Perlu diingat kembali bahwa pemahaman masyarakat berperan penting dalam penerapan skema opsen pajak.
Jika masyarakat memahami dan menerima skema baru dengan adanya opsen pajak sebagai perubahan sistem distribusi penerimaan pajak saja, maka kepatuhan pajak masyarakat akan tetap tinggi dan efek negatif dari opsen pajak dapat dirasakan bagi kota besar.
Sebaliknya jika masyarakat masih memiliki persepsi negatif terhadap skema opsen pajak maka efek negatifnya lebih terasa bagi keseluruhan penerimaan pajak oleh pemerintah daerah sebab adanya resistensi masyarakat yang membuat tingkat kepatuhan pajak menurun.
Baca Juga: Implikasi Rencana Kenaikan PPN 12% terhadap Realisasi Program Makan Bergizi Gratis
Penelitian berjudul “Analysis of Potential Motor Vehicle Tax Opportunities and Motor Vehicle Title Transfer Fee Opsens: Study in Central Lombok Regency” yang dilakukan oleh Hariadi, Hilendri, Ridhawati (2024) menyimpulkan bahwa pendapatan pemerintah daerah Provinsi NTB diperkirakan menurun ketika skema opsen dilaksanakan karena tarif pemerintah provinsi turun sebesar 0,675%, dari 1,7% menjadi 1,025%.
Sementara itu, pendapatan pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah diperkirakan akan meningkat apabila skema opsen diterapkan.
Untuk penghitungan opsen BBNKB, pendapatan pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah diperkirakan dapat lebih tinggi dengan menerapkan skema opsen BBNKB dibandingkan ketika menggunakan skema bagi hasil.
Hal tersebut dapat menjadi gambaran bahwa adanya skema opsen pajak daerah akan lebih menguntungkan bagi pemerintah kabupaten/kota dibanding pemerintah provinsi.
Strategi Pemerintah Daerah
Tujuan dari penerapan skema opsen untuk memudahkan administrasi fiskal harus dicapai, namun tidak serta merta kebijakan skema baru dapat langsung diterapkan karena sampai sekarang masih terdapat simpang siur informasi perubahan skema penghitungan pajak daerah di masyarakat.
Pemerintah daerah kini harus menyusun strategi agar penerapan skema baru dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah di antaranya:
Meningkatkan Kerja sama dan Koordinasi yang Baik antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota
Meningkatkan kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota agar dapat mengelola dana penerimaan pajak secara efisien.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus berkomitmen untuk sama-sama memaksimalkan potensi pajak di wilayahnya dan menghindari konflik antar instansi agar distribusi penerimaan pajak dapat dilakukan dengan lancar.
Meningkatkan Jumlah Edukasi dan Penyuluhan Pajak kepada Masyarakat
Meningkatkan jumlah edukasi dan penyuluhan pajak kepada masyarakat dan memastikan informasi yang dipahami oleh masyarakat sudah sesuai dengan aturan dalam undang-undang serta peraturan daerah.
Meningkatkan Kepatuhan Pajak Masyarakat dengan Memperbaiki Pelayanan yang Diberikan kepada Wajib Pajak
Jika persepsi mengenai opsen pajak sudah sesuai di masyarakat, pemerintah daerah harus meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat dengan memperbaiki pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak.
Pemerintah daerah harus menjunjung tinggi integritas serta akuntabilitas dengan memberikan informasi kepada masyarakat secara transparan terkait pengelolaan fiskal dari pajak yang dibayar wajib pajak.
Sistem Administrasi Perpajakan Pemerintah Daerah Harus Ikut Diperbaiki
Bersamaan dengan peningkatan kepatuhan pajak, sistem administrasi perpajakan pemerintah daerah harus ikut diperbaiki.
Sistem administrasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota harus dibuat setara agar tidak terjadi ketimpangan dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak.
Distribusi penerimaan pajak pun akan dianggap adil jika sistem administrasi pajak milik pemerintah daerah sama-sama memiliki kualitas yang baik dengan mengedepankan teknologi dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya.
Inovasi yang baik dari kolaborasi pemerintah daerah akan mengarahkan sistem perpajakan untuk memperkuat local taxing power sesuai dengan tujuan awal dibuatnya skema opsen pajak.
Jika strategi tersebut dapat dijalankan dengan maksimal oleh pemerintah daerah, opsen pajak dapat menjadi jalan untuk tetap menjaga keadilan dalam distribusi hasil penerimaan pajak di pemerintah daerah.
Kolaborasi yang baik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota tetap menjadi kunci agar skema baru dengan opsen pajak dapat memudahkan administrasi fiskal di masa depan.
Penulis: Widya Sri Lestari
Mahasiswa Prodi Akuntansi Sektor Publik, Politeknik Keuangan Negara STAN
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News