Posting Self Reward di Media Sosial: Salahkah Jika Ingin Merayakan Diri Sendiri?

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, media sosial telah menjadi panggung utama bagi banyak orang untuk merayakan pencapaian pribadi. Dari Instagram hingga TikTok, setiap unggahan prestasi memancing pertanyaan: apakah ini bentuk motivasi diri, atau sekadar upaya mencari validasi dari orang lain?

Pernah nggak, habis capek-capek berjuang, yang pertama kali kamu lakukan malah buka Instagram dan posting pencapaian? Bukan buat pamer, tapi biar diri sendiri inget “Gue udah sejauh ini, lho.” Tapi, di zaman semua orang bisa komentar, kadang tepuk tangan buat diri sendiri malah dianggap cari perhatian. Salahkah kalau kita pengen merayakan diri sendiri, Sob?

Kenapa Kita Butuh Tepuk Tangan Dari Diri Sendiri?

Coba bayangkan seseorang baru saja menyelesaikan skripsi setelah drama tujuh semester yang lebih pelik dari sinetron Ikatan Cinta. Apa yang pertama dia lakukan? Bukan istirahat atau peluk bantal sambil nangis bahagia. Tapi cari angle paling estetik buat foto layar laptop dan tumpukkan kertas kusut yang selalu di teror dosen tiap hari, lalu nulis caption sok-sok kalem Akhirnya bisa bernapas lega. Thanks, diri sendiri.” Lalu diam-diam mengecek notifikasi, berharap ada teman yang reply “Selamat yaa!” atau minimal gebetan nge-love.

Tapi, apakah itu salah? Apakah posting self reward berarti haus pengakuan? Atau justru bentuk kejujuran baru—semacam pelukan digital dari kita untuk kita, meskipun diam-diam berharap dapat minimal 50 likes biar gak malu-maluin?

Bacaan Lainnya

Baca juga: Ketika Media Sosial Mengendalikan Hidup: Saatnya Gen Z Melawan FoMO

Kenapa Self Reward itu Penting?

Menurut saya self reward itu mirip seperti perjuangan nelayan di Raja Ampat. Mereka tiap hari berjibaku jaga laut dari ancaman tambang nikel—capek, penuh tekanan, kadang nggak ada yang nyemangatin. Tapi tetap jalan terus, karena mereka tahu, laut yang dijaga baik bisa jadi sumber hidup. Nah, kita juga gitu. Setelah berjuang keras, kita perlu ngasih apresiasi ke diri sendiri. Bukan buat pamer, tapi biar hati nggak kosong. Self reward itu semacam vitamin buat jiwa—biar semangat nggak cepat layu dan kita tetap waras di tengah hiruk-pikuk hidup.

Fenomena ini banyak dilakukan oleh generasi milenial dan Gen Z, meski siapa pun bisa melakukannya. Mahasiswa yang lolos PTN suka bikin konten Jedag Jedug atau lulus sidang skripsi, hingga mereka yang berhasil diterima beasiswa LPDP, semua merasa layak merayakan keberhasilan di dunia maya. Bahkan pencapaian kecil seperti bangun pagi tanpa menunda alarm pun kerap dibagikan sebagai bentuk apresiasi diri.

Makanya, wajar saja kalau setelah capek berjuang, ada orang yang pengin bagi momen self reward-nya di media sosial. Sama kayak laut yang dijaga supaya tetap indah dilihat dan dinikmati, semangat pun kadang perlu dirayakan—meski cuma lewat satu postingan. Nggak semua bentuk perayaan itu artinya cari perhatian. Bisa jadi, itu satu-satunya cara dia mengakui pencapaiannya sendiri di tengah dunia yang sering kelewat sibuk buat ngasih tepuk tangan.

Baca juga: Sosialisasi Media Sosial Aman untuk Siswa SD

Self Reward itu Vitamin, Bukan Pamer!

Kalau bahas self reward, saya selalu sadar seperti sedang membicarakan diri sendiri. Soalnya saya pernah menang lomba menulis puisi nih, Sob. Hadiahnya? Jangan bayangin uang jutaan atau voucher belanja. Lebih mirip bonus kuota internet yang datang pas paket hampir habis. Tapi tetep saya posting di Instagram. Bukan biar dibilang keren sama mantan, tapi biar diri sendiri inget dan bersyukur, “Bro, kamu pernah banjir air mata tiap malam, pernah begadang demi dapetin hal yang saat ini bisa dibanggakan.” Kadang, self reward itu kayak pelukan hangat dari diri sendiri yang lebih nendang daripada healing mahal ke Raja Ampat yang lagi heboh itu.

Mungkin Sobat disini masih merasa takut posting pencapaian di media sosial, ya? takut dibilang sombong atau cari perhatian. Yowes rapopo, saya juga dulu seperti itu kok. Padahal kalau bukan kita sendiri yang kasih apresiasi, siapa lagi? Hidup itu gak cuma soal dapetin like dari orang lain, tapi juga kasih semangat buat diri sendiri. Ibarat kamu lagi nge-gameself reward itu save point-nya. Biar kalau nanti stres, kamu bisa inget sudah sejauh mana perjalananmu.

Baca juga: Peran Media Sosial dalam Memperkuat Daya Saing dan Pemasaran UMKM

Menjaga Semangat Seperti Menjaga Raja Ampat: Jangan Biarkan Self Reward Jadi Tambang yang Mengeruhkan Hati

Ngomong-ngomong soal perjuangan, dari tadi saya keinget Raja Ampat terus, Sob. Enggak, saya gak tiba-tiba jadi travel vlogger. Tapi perjuangan nelayan di sana yang lautnya mulai keruh karena tambang, mirip banget sama perjuangan kita menjaga semangat sendiri. Perjuangan mereka itu kayak kita yang tiap hari berusaha bertahan dari tekanan hidup—nggak selalu dapat applause, tapi tetap harus dihargai. Saya ngerasa, self reward itu harus kayak jaga Raja Ampat, penuh kesadaran, gak asal-asalan, dan harus dinikmati prosesnya. Jangan sampai self reward cuma jadi tambang baru, kelihatan mewah di feed, tapi bikin hati keruh di belakang layar.

Kalau posting pencapaian itu ibarat snorkeling di Raja Ampat—kamu gak perlu nyelam dalam-dalam buat tahu indahnya. Cukup nikmati permukaannya, syukuri prosesnya, dan biarin orang lain sibuk urusin diri sendiri.

Selama kita bisa jaga semangat seperti nelayan di Raja Ampat yang menjaga lautnya, self reward juga harus kita rawat dengan cara yang sama. Bukan sekadar buat pamer, tapi benar-benar jadi bentuk kasih sayang untuk diri sendiri. Jangan sampai self reward malah jadi tambang baru yang bikin hati makin keruh karena kita terlalu sibuk ngejar likes dan validasi orang lain.

Jadi, Sudahkah Kamu Merayakan Dirimu Hari Ini?

Ingat ya, Sob! Posting pencapaian di media sosial itu bukan soal cari perhatian orang, tapi cara kita bilang ke diri sendiri “Gue hebat, dan gue boleh bangga.” Dan yang paling penting, jangan sampai komentar negatif bikin kamu ragu buat rayain diri sendiri. Karena hidup ini sudah cukup berat tanpa harus kamu jadi musuh terbesar buat diri sendiri.

Jadi, kalau nanti ada yang nyinyir soal postingan self reward-mu, biarin aja. Toh, yang tahu beratnya perjalanan cuma kamu sendiri. Merayakan diri sendiri di media sosial bukan soal cari sensasi, tapi soal berani mengapresiasi setiap langkah, sekecil apa pun itu. Karena pada akhirnya, hidup ini bukan lomba siapa yang paling FYP, tapi siapa yang paling tulus menghargai dirinya sendiri. Kalau sudah begitu, maka postinglah sepuasnya pencapaian diri di sosial media sebagai bentuk self reward, dan berikan tepuk tangan terbaik untuk satu-satunya orang yang selalu ada dalam setiap cerita perjuanganmu, yaitu dirimu sendiri.

Penulis: M Deni Maulana
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Gadjah Mada

 

Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses