Kebebasan yang tak bebas. Itulah pernyataan yang dirasa tepat untuk menggambarkan realitas kebebasan dalam berpendapat . “Kebebasan berpendapat adalah hak asasi manusia” rupanya hanya pemanis, selebihnya berujung pahit. Tak ada yang benar-benar bebas, satu paragraf kritik, bisa jadi satu kemungkinan bui. Penuh tekanan, nihil perlindungan. Lantas, di mana letak kebebasan itu?
Kondisi Kebebasan Berpendapat di Media Sosial
Salah satu wadah bagi masyarakat sekarang ini untuk mengekspresikan kebebasan dalam berpendapat adalah platform media sosial. Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengakses jejaring media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram. Bahkan, Indonesia turut berada di peringkat kedua setelah Brazil sebagai negara dengan masyarakat terbanyak mengakses media sosial.
Kebebasan berpendapat adalah nilai yang sangat penting. Ini merupakan cerminan atas hak asasi manusia dalam menyuarakan pikiran, pendapat, ide-ide, bahkan kritikan tanpa harus takut mendapat tekanan atau pembatasan dari pihak manapun.
Terhambatnya kebebasan berpendapat masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, dan media masa, telah mendorong masyarakat untuk beralih ke jejaring media sosial. Segala bentuk pendapat dan kritikan dikemas dengan bentuk tulisan, gambar, dan reels video.
Kehadiran media sosial sebagai bentuk perkembangan teknologi seolah-olah menjadi cakrawala baru dalam kehidupan masyarakat. Media sosial membawa kemajuan dengan membentuk dunia baru yang dianggap sebagai dunia tanpa batas.
Namun, realitas yang terjadi saat ini sangatlah memprihatinkan. Kebebasan berpendapat seolah terbelenggu. Implementasi terhadap UU hak asasi manusia hanya dusta. Tak jarang bahkan menimbulkan konflik dan pertikaian dalam masyarakat.
Merujuk pada kasus yang pernah terjadi terkait kebebasan berpendapat di media sosial terkadang dipicu oleh permasalahan yang sepele.
Hanya karena menyampaikan pendapat, seseorang dapat dilaporkan dan ditahan atau bisa jadi karena alasan HAM, seseorang yang mencaci atau melakukan penghinaan terhadap orang lain tidak dapat dituntut dan bebas dari persangkaan. Ini merupakan tanda bahwa kebebasan berpendapat juga perlu diiringi dengan nurani sebagai manusia.
Dalam Human Rights Cambridge Law Jurnal, oleh Dane Mary Arden , terdapat sebuah kutipan yang berbunyi, “…there were competing human rights to be balanced, namely the individual’s right to respect for private and family life, and the media’s right to freedom of expression…”
Kutipan ini memberi pengertian bahwa dalam merealisasikan kebebasan berpendapat selalu ada benturan anatar hak individu yang harus dihormati dan hak kebebasan berekspresi. Oleh karena itu pentingnya melibatkan nurani dalam segala kesempatan.
Hal ini sungguh meresahkan. Kebebasan itu tak lagi benar-benar bebas. Perlindungan yang dijanjikan tak ada wujudnya. Bentuk perwujudan dari HAM malah berujung tindak pidana. Bahkan petinggi negara terkesan tak peduli. Terlihat mahir berpidato mengusung tema perlindungan hak kebebasan berpendapat, namun marah ketika pemerintahannya dikritik. Apa jadinya sebuah demokrasi tanpa campur tangan pendapat dan kritik dari rakyat?
Dalam aspek lain, seperti keluhan tentang pelayanan di sebuah rumah sakit yang dicurahkan melalui sosial media, yang mana itu hanya sebuah kritik demi terciptanya suasana pelayanan yang baik, tak diindahkan, bahkan berujung tuduhan pencemaran nama baik.
Di lain sisi, para oknum yang tak mau bertanggung jawab atas tulisannya di jejaring media sosial, seperti menyebarkan hate speech dan hoaks, selalu berlaku seenaknya. Berlindung dibalik kata “Hak Asasi Manusia”, tanpa peduli akibat dari perbuatannya.
Pandai menghina, tapi tak mau jadi tersangka dalam sebuah kebebasan tentunya terdapat hak untuk saling menghormati satu sama lain. Realitas yang terjadi saat ini sudah seharusnya mendapat tindak lanjut dari pihak yang berwenang demi mewujudkan esensi dari hak asasi yang selama ini selalu digembor-gemborkan. Dalam sebuah kebebasan tentunya terdapat hak untuk saling menghormati satu sama lain.
Peran Negara dan Warga Negara Mengenai Hak Dalam Kebebasan Berpendapat
Negara tentunya berperan penting dalam memberikan perlindungan atas hak-hak asasi masyarakat tanpa terkecuali. Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan salah satu hal penting demokrasi. Maka wajib bagi rakyat untuk mendapatkan hak perlindungan dalam merealisasikan kebebasan untuk berpendapat.
Sebagai negara yang kedaulatan berada penuh di atas rakyat, perlindungan atas hak kebebasan berpendapat dapat membantu peningkatan mutu pemerintahan. Perlindungan atas hak asasi manusia merupakan salah satu dari tujuan demokrasi. Sebagaimana hal ini tercantum dalam Deklarasi Universal HAM Pasal 21 Ayat (3):
Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum dan sederajat, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Dalam UUD RI 1945, tepatnya pada Pasal 28E Ayat 3 juga mengamanatkan,“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Dua pasal di atas sudah cukup menjadi bukti bahwa kebebasan berpendapat adalak tanggung jawab penuh konstitusi yang ada di Indonesia.
Masyarakat tentunya menaruh harapan yang besar kepada presiden dan aparat negara dalam merealisasikan hal ini. Sudah sepatutnya masyarakat mendapatkan rasa aman tanpa ada tekanan dari pihak manapun dalam kebebasan bereskpresi dan berpendapat di media sosial.
Pemerintah beserta jajarannya diharapkan tidak berlebihan dan sewenang-wenang dalam merespon segala bentuk tanggapan dan kritik demi terciptanya keadaan yang kondusif dan terwujudnya salah satu tujuan dari demokrasi.
Kedepannya pemerintah harus memiliki upaya baru yang dapat menunjang keamanan dalam kebebasan masyarakat untuk berpedapat. Seperti pencegahan terhadap multitafsir, memberikan batas-batas dalam berpendapat di dalam pasal-pasal KUHP.
Kemudian pemerintah harus memiliki upaya yang prevemtif untuk mengatasi hate speech dan hoaks di dunia maya. Terlebih kepada anak muda yang memiliki minat tinggi dalam mengakses sosial media.
Pemerintah juga diharapkan bisa mengambil langkah tegas dalam menindak oknum maupun pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam penyebaran hate speech dan hoaks terutama pada hal yang menyangkut keutuhan negara karena pasti mendapat perhatian lebih dari publik.
Masyarakat tentunya harus diberi arahan dengan baik tentang sikap yang harus diterapkan dalam mengekspresikan pendapat, bagaimana cara yang bijak dalam menggunakan sosial media, bersikap lebih teliti lagi dalam menanggapi berita-berita yang bertebaran.
Tentunya, hal baik tercipta dari dua arah yang saling bekerja sama. Pemerintah memberi perlindungan yang baik, menetapkan aturan yang lebih jelas, menindak dengan tegas namun tak berlaku sewenang-wenang, maka masyarakat harus memiliki kode etik yang baik dalam memberikan pendapat di media sosial, menjadi pengguna media sosial yang cerdas dan bijak, tak gampang terpengaruh dengan hal-hal yang dilihat tanpa ada kejelasan dan melibatkan hati nurani di setiap perbuatan demi terciptanya kenyamanan dan keamanan bersama.
Penulis: Nut Annisa Raudah
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News