Rehabilitasi Sosial terhadap Anak Didik Pemasyarakatan Melalui Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak. Apakah Efektif?

Rehabilitasi Sosial terhadap Anak Didik Pemasyarakatan
Ilustrasi Rehabilitasi Sosial terhadap Anak Didik Pemasyarakatan (Sumber: Tribun Jakarta)

Dalam sistem hukum pidana di Indonesia, penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum memiliki porsinya tersendiri.

Hal ini merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak yang telah di ratifikasi oleh Indonesia dan pada akhirnya berbuah menjadi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

Seorang anak yang diputus bersalah dalam kasus hukum oleh pengadilan akan menjalankan pembinaanya di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak.

Proses pembinaan yang dimaksudkan kepada anak merupakan upaya rehabilitasi sosial yang diharapkan dapat membantu anak kembali memiliki kehidupan yang sesuai dan diterima di dalam masyarakat.

Bacaan Lainnya

Dilansir dari situs kemenkopmk.go.id Berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan, per 29 Juli 2022, terdapat sebanyak 1940 anak dari 33 LPKA di seluruh Indonesia.

Mereka kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu yang bahkan sekolahnya terkendala karena harus menjalani masa pembinaan.

Dari data tersebut muncul pertanyaan mendasar yakni bagaimana negara melalui LPKA melakukan rehabilitasi social terhadap anak yang berkonflik dengan hukum? dan apakah program pembinaan yang dijalankan efektif merubah perilaku anak?

Sesuai amanat Undang-Undang, Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) merupakan tempat pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana anak di Indonesia.

Nantinya mereka yang diserahkan kepada LPKA akan diberikan program pembinaan baik kemandirian ataupun kepribadian.

Kedua jenis pembinaan ini berbeda dalam segi sasaran hasilnya. Pembinaan kemandirian menitikberatkan proses pembinaan yang mampu memberikan pembekalan keterampilan kepada anak sehingga siap kembali ke dalam kehidupan masyarakat.

Bedanya dengan orang dewasa, hasil kreasi dan pekerjaan anak di LPKA tidak boleh diperjual belikan dan hanya diperuntukan sebagai sarana pembelajaran bagi Anak Didik Pemasyarakatan.

Selain itu, mereka juga dibekali program pembinaan kepribadian. Pembinaan kepribadian ini menitikberatkan proses pembentukan karakter baik secara norma social ataupun norma agama sesuai dengan agama yang dianut.

Sasaran dari program pembinaan kepribadian ini adalah terbentuknya sikap dan perilaku yang baik pada diri Anak Didik Pemasyarakatan yang akan membantu mereka kelak ketika kembali hidup di lingkungan masyarakat.

Tentu harapanya pola kepribadian yang baik ini akan memperbesar peluang terjadinya reintegrasi social bagi Anak didik Pemasyarakatan kelak ketika menyelesaikan masa pembinaanya.

Sebagai contoh saat bulan ramadhan kemarin LPKA Kelas I Palembang mengikutsertakan 210 Anak Didik Pemasyarakatan yang beragama Islam untuk mengikuti Pendidikan Intensif Ramadan/pesantren kilat.

Kegiatan pesantren kilat ini diselenggarakan selama bulan suci Ramadan 1444 H bekerjasama dengan Yayasan Khasanah Kebajikan, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, dan Kementerian Agama Kota Palembang.

Ini merupakan hal yang patut di apresiasi karena melibatkan pihak luar untuk melaksanakan program pembinaan sehingga dapat berjalan lebih maksimal.

Hal yang dilakukan oleh LPKA Kelas I Palembang sejalan dengan stakeholder theory yang pertama kali dikemukakan oleh Stanford Research Institute (SRI) pada tahun 1963.

Stakeholder theory memandang bahwa keberlangsungan sistem organisasi bisa dimaksimalkan dengan melibatkan semua pihak yang berkaitan.

Dengan memaksimalkan kemampuan setiap komponen subsistem memungkinkan tercapainya kerja yang efisien.

Contoh saja apabila sebuah supermarket melakukan semua proses jual belinya sendirian dari mulai produksi barang sampai kepada penjualan akan menjadi sebuah pekerjaan rumit dan pastinya tidak akan maksimal.

Oleh karenanya supermarket mengandalkan penyuplai barang yang diperlukan sehingga hanya menerima barang jadi ataupun setengah jadi untuk di jajakan kepada konsumen.

Singkatnya, stakeholder theory ini memandang bahwa dengan memaksimalkan pihak pihak tertentu dalam menunjang proses kerja akan lebih memberikan kebermanfaatan terhadap organisasi dibandingkan segala sesuatunya dilakukan sendirian.

Hal yang dilakukan oleh LPKA Kelas I Palembang merupakan salah satu implementasi dari stakeholder theory.

LPKA Kelas I Palembang tentunya tidak memiliki sumber daya yang maksimal untuk melaksanakan pesantren kilat, baik dari segi tenaga pengajar ataupun program pasantren kilat itu sendiri.

Karena LPKA Kelas I Palembang bukanlah tempat khusus yang menyediakan pelayanan berbasis agama Islam.

Dengan kondisi tersebut maka sangatlah benar melibatkan pihak luar yang lebih mampu menjalankan program pesantren kilat terhadap Anak didik Pemasyarakatan.

Dari segudang pemaparan di atas, apakah memang benar proses pembinaan yang dilakukan tersebut dapat mencapai tujuan nya, yakni rehabilitasi social.

Dari banyak hasil penelitian dan pengamatan penulis, bahwa seorang manusia merupakan entitas yang kompleks.

Terkadang proses pembinaan yang baik bisa saja tidak membuahkan hasil ketika seorang eks warga binaa pemasyarakatan kembali ke lingkungan yang buruk. Artinya apakah proses pembinaan yang dilakukan di LPKA tidak ada pengaruhnya?

Jawabanya adalah tidak. Kita coba samakan persepsi terhebih dahulu dari mulai apa sebenarnya pemasyarakatan.

Pemasyarakatan adalah sebuah tujuan, dimana tercapainya rehabilitasi social kepada seseorang yang melanggar ketentuan hukum di Indonesia.

Cara menuju pemaysarakatan itu sendiri dengan melakukan pembinaan terhadap warga binaan. Pembinaan yang dilakukan ini bisa berjalan efektif apabila didukung oleh berbagai macam komponen, dari mulai regulasi, sampai kepada sarana prasana yang ada di lapangan.

Kalau berkaca kepada fenomena di LPKA Kelas I Palembang, program pembinaan yang dilakukan bisa dikatakan efektif, ditinjau dari kemampuan LPKA tersebut membaca situasi.

Pada saat bula ramadhan yang dibutuhkan oleh Anak Didik Pemasyarakatan adalah pelayanan keagamaan yang maksimal, meski dengan berbagai keterbatasan, LPKA Kelas I Palembang mampu menjalin kerjasama dengan pihak luar sehingga acara peantren kilat tersebut dapat terlaksana.

Harapanya, hal baik dalam proses menuju pemasyarakatan seperti dicontohkan oleh LPKA Kelas I Palembang tersbut dapat dicontoh oleh LPKA lainya.

Mengingat Anak Didik Pemasyarakatan bagaimanapun merupakan aset negara, generasi bangsa, yang nantinya akan berperan dalam keberlangsungan negara ini.

Karena yang telah dilakukan oleh LPKA Kelas I Palembang merupakan bukti kerja seluruh pihak untuk menciptakan pembinaan yang efektif.

Pemaksimalan sumberdaya dan kerjasama dengan pihak lain merupakan indicator apakah sebuah satuan kerja pemasyarakatan dapat melakukan pembinaan yang efektif atau tidak.

Semuanya kembali kepada komitmen Pemasyarakatan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakan sehingga komitmen itu akan berbuah pada hasil kerja yang baik.

Penulis: Alfani Putra Amanda
Mahasiswa Manajemen Pemasyarakatan, Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses