Resensi Buku Derana: Atas Rentetan Gelap Masa Lalumu Karya Wirasakti Setyawan

Resensi
Derana: Atas Rentetan Gelap Masa Lalumu.

Patah hati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perasaan sakit atau sedih yang muncul akibat kehilangan cinta, seperti putus cinta, dikhianati, atau perpisahan.

Perasaan ini sering kali disertai dengan rasa hampa, kesedihan, dan bahkan kadang-kadang fisik yang menyakitkan. Patah hati bisa menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan, tetapi seiring waktu, banyak orang dapat pulih dan menemukan kebahagiaan lagi.

Semua orang pasti pernah merasakan patah hati, patah hati biasa lebih sering dialami oleh mereka yang sedang berada dalam usia pencarian cinta biasanya dimulai dari remaja sampai dewasa.

Bacaan Lainnya

Tiap orang mempunyai caranya masing-masing untuk menyembuhkan diri dan pulih kembali. Ada yang memulihkan patah hati dengan travelling, makan, mempercantik diri, meningkatkan kualitas, menambah hobi baru, dan macam-macam.

Untuk kamu yang hobinya membaca buku, mungkin sangat relate dengan buku-buku self improvement atau puisi-puisi tentang romansa. Aku punya rekomendasi buku tentang patah hati untuk kamu yang ingin larut tapi ingin mencoba bangkit dari galau, judulnya Derana: Atas Rentetan Gelap Masa Lalumu karya Wirasakti Setyawan.

Wirasakti Setyawan merupakan penulis buku best seller yang berjudul Temu, buku terbitan Transmedia ini sepertinya pas untuk suasana hatimu!

Judul: Derana: Atas Rentetan Gelap Masa Lalumu

Penulis: Wirasakti Setyawan

Penerbit: TransMedia Pustaka

Cetakan: 1, Tahun 2019

Tebal: 186 hlm

ISBN: 978-602-1036-10-2

Baca Juga: Resensi Buku: ABC Feminisme dari Andrea Gaviota

Buku ini mempunyai 4 bab/ bagian yang masing-masing bab mempunyai judul yang memuat tulisan puitis.

Bab 1 Labirin Renjana: Romansa; Menjemput Peluk; Sepenggal Aksara; Segala Romantis; yang Kamu Tawarkan; Singgah; Fantasi; Cerita Tentang Janjimu; Perlahan Tawar; Begini Adanya; Pentas yang Selalu; Kamu Menangkan; Masih Sama Saja; Bisakah Kamu; Memahamiku Sedikit?

Bab 2 Huruf-huruf Mati: Kubiarkan; Kamu Meninggi; Upacara Perpisahan; Aksara Sendiri; Tanpamu Aku Mampu; Kosong; Napasmu yang Jauh; Sudah Cukup Waktu?; Sajak Pengantar Pulang; Menyambutmu Kembali; Mengulang; Daun-daun yang Mati; Sisi Lain.

Bab 3 Kosong: Detik yang Diam; Selayang Prolog; Cerita Antardua Asing; Pamit; Merelakan; Merapikan Harapan; Terhanyut Raksi; Mengeja Napas; Memangkur Elegi; Sajak-sajak Sederhana.

Bab 4 Delusi: Cerita Hujan kepada Langitnya; Upacara Perdamaian; Tokoh Utama; Gelisah di Atas Tanah; Membasuh Luka; Monolog untuk Tuan; Syair Air Tuhan; Melantunkan Romantika; Aroma Masa Lalu; Sebatas Meminjam; Tanya pada Fana.

Buku ini bukan merupakan novel melainkan berisi puisi dan sastra. Namun dari bab satu ke selanjutnya, saling berkaitan. Jalan ceritanya dimulai dari dua orang yang tampaknya baru putus dan masing-masing menolak untuk menjadi asing, tampak masih ingin mengupayakan satu sama lain.

Namun usaha mereka gagal, dan keduanya harus menerima fakta bahwa sejauh apapun mereka saling menyayangi dan menunjukkan usaha, mereka tidak bisa bersama.

Keduanya menyembuhkan diri dengan cara masing-masing, ada yang menyanyikan elegi sambil meromantisasi rasa sedih dan ada yang bangkit mencoba membuka hati untuk manusia baru.

Cerita berakhir dengan keduanya yang sama-sama menerima kenyataan bahwa patah hati memang bagian dari hidup yang memberikan banyak pelajaran, di mana pelajaran ini sangat berharga untuk hubungan ke depannya, hubungan mereka dengan pasangan barunya masing-masing.

Penulis yang juga hobi travelling dan fotografi memasukkan hasil jepretannya ke dalam buku ini, sehingga selain tulisan, buku ini juga memuat foto yang nuansanya berkaitan dengan isi tulisan.

Foto-foto diambil tampak dari berbagai negara. Karena merupakan buku begenre fiksi sastra, kamu akan menemukan kata-kata asing nan puitis yang mungkin akan jarang kamu dengar.

Buku ini memuat sudut pandang dari laki-laki dan perempuan. Sehingga penulis mencoba menjabarkan rasa patah hati yang dialami dari dua gender berbeda ini dengan arah pikiran yang berbeda.

Baca Juga: Resensi Buku: Le Petit Prince Karya Antoine de Saint-Exupery

Kelebihan

Untuk kamu pecinta sastra puisi, buku ini dapat menambah pengetahuan kamus bahasa Indonesia-mu karena banyak banget kata puitis di dalam buku ini.

Untuk kamu yang sedang patah hati, buku ini bisa memahami perasaanmu dan bisa menemanimu untuk melampiaskan gundah gulana, bisa menjadi tempat bercerita atau menjadi inspirasi untuk bangkit kembali dari patah yang berkelanjutan.

Selain itu, foto yang diselipkan penulis membuat buku ini tidak terasa begitu berat dan menjadi hiburan tersendiri karena foto bukan merupakan AI melainkan langsung dijepret oleh kamera penulis, sehingga di dalamnya ditaruh rasa sehingga menjadi begitu romantis.

Kekurangan

Buku ini bernuansa hitam putih dan monokrom, saya hampir tidak tau apakah ini buku ori atau tidak. Kualitas kertas bagus hanya terasa seperti buku fotokopian karena baunya. Tapi bagi pecinta monokrom, buku ini sempurna untuk membaur dengan kesedihan akibat patah hati.

Karena memakai dua sudut pandang yaitu sudut pandang laki-laki dan sudut pandang perempuan, pembaca akan sedikit bingung ketika membaca buku ini, karena puisi selalu berubah sudut pandang di tiap judulnya.

Aku membedakan sudut pandang dari penggunaan kata ‘Tuan atau Perempuan’, tapi ketika tidak kata-kata yang mengarah pada gender, aku sedikit kebingungan arah sudut pandang puisinya.

Penulis: Ika Ayuni Lestari
Pemimpin Redaksi Media Mahasiswa Indonesia

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.