Coba deh kita lihat sekeliling dunia pendidikan kita, banyak sekali anak-anak yang terlihat pintar, cepat tangkap pelajaran, mudah bergaul, dan punya potensi luar biasa. Tapi kadang kita tak tau di balik senyuman dan nilai bagus itu ada perjuangan diam-diam melawan cara belajar yang terasa jauh dari dunia mereka.
Kita lihat saja di sekitar kita, dengan kemajuan zaman saat ini, teknologi yang semakin canggih dan semakin berkembang, tetapi tidak dengan pembelajaran yang mengarahkan anak untuk mengasah pola pikirnya. Sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif, yang mana pembelajaran saat ini guru lebih menekankan kepada muridnya untuk mengetahui apa yang diberikan tugasnya, sedangkan guru itu sendiri hanya sebagai fasilitator.
Di situlah murid cenderung akan kurangnya pemahaman yang luas dan monoton dengan proses pembelajarannya. Banyak kita temui saat ini, anak didik sekarang cenderung bosan dengan metode pembelajaran yang diajarkan oleh guru, disitulah anak itu akan merasa dirinya di paksa untuk bisa dan memahami materi.
Pendidikan saat ini tentu sedang tidak baik baik saja, mengapa demikian? Karena dari sekian banyaknya metode pembelajaran yang ada dengan kemajuan teknologi kita yang semakin canggih, anak didik masih ditekankan dirinya untuk memahami materi yang mana materi itu mungkin belum pernah dia pahami sebelumnya, sehingga membuat dia merasakan “kok gini sih” …. “guru ngajarnya gini mulu sih”…. “males lah, enakan tidur daripada mendengarkan mulu”…..
Dari situlah kita lihat bahwa anak itu sebenarnya sangat bosan dengan metode pembelajaran yang diajarkan, yang mana hanya sekedar menyuruh dan ditinggalkan, tetapi murid bisa apa? mereka hanya bisa ya diam mengikuti alur jalannya saja, sehingga membuat anak itu merasa ya sudah penting kita sudah belajar.
Menurut Ibnu Khaldun, metode pembelajaran yang tepat untuk permasalahan diatas adalah metode yang bertahap dan dilakukan secara berulang (metode pengulangan). Metode ini memungkinkan siswa untuk memahami materi secara mendalam dan bertahap sesuai kemampuan masing-masing.
Pendidikan di Indonesia seringkali masih menggunakan metode hafalan atau sekedar mengingat dari ucapan guru, tanpa memberikan ruang untuk pemahaman yang mendalam dan analisis kritis.
Baca juga: Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Dalam pandangannya, tujuan pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan potensi manusia secara maksimal, baik secara intelektual, fisik, maupun spiritual. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mampu menjalankan perannya sebagai individu, makhluk sosial, dan khalifah di muka bumi (Ifmawati, 2020: 9-17).
Ibnu Khaldun meyakini bahwa hakikat keberadaan manusia terletak pada pendidikan. Ia menjelaskan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk memahami situasi melalui pemikiran yang melampaui panca indera.
Kemampuan untuk mencapai realitas kemanusiaan juga dapat dilakukan melalui pendidikan, yang merupakan hasil pengembangan diri, karena manusia secara alami cenderung mengembangkan diri guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini akan menciptakan masyarakat yang maju dan mampu mempertahankan serta meningkatkan kualitas hidupnya.
Ibnu Khaldun juga merumuskan bahwa pendidikan merupakan suatu proses transformasi nilai-nilai dari pengalaman, yang bertujuan untuk mempertahankan eksistensi manusia dalam peradaban modern.
Untuk terus tumbuh dan mempertahankannya, diperlukan keterampilan, keberanian, pendidikan, pengalaman, perilaku, dan sikap mental yang berlandaskan hubungan serta kemandirian, yang dikenal sebagai sumber daya manusia berkualitas. (Nurandriani & Alghazal, 2022).
Konsep ini berarti berpikir secara umum, yang berarti memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang Sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan dalam menyelesaikan masalah tersebut (Bahy & Taufiq, 2023).
Pendidikan agama Islam di Indonesia pada masa modern ini menghadapi tantangan yang serius, mulai dari rendahnya kualitas hasil pendidikan agama, metode pengajaran yang tidak efektif, hingga kurangnya penekanan pada aspek pembentukan karakter dan moral siswa. Menyikapi problematika tersebut, pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan memberikan perspektif penting dan solusi yang relevan.
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya metode dialog dan diskusi dalam proses pembelajaran. Metode ini dianggap mampu merangsang pemikiran kritis siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir mereka.
Sayangnya, pendidikan agama Islam di Indonesia sering kali mengabaikan metode ini. Guru lebih banyak menggunakan pendekatan ceramah yang kurang interaktif, sehingga siswa menjadi pasif dan kurang termotivasi, dikarenakan tidak merasakan adanya pembelajaran yang mendalam dan siswa tidak bisa efektif dalam memahami suatu materi maupun tugas.
Seharusnya siswa itu diberikan kesempatan untuk melakukan diskusi maupun metode dialog itu tadi untuk merancang bagaimana pola pikir dan ketangkepan mereka dalam proses pembelajaran.
Lebih jauh lagi, Ibnu Khaldun mengemukakan konsep pendidikan sebagai proses sosial yang bertujuan membangun peradaban yang berbudaya tinggi. Pendidikan Islam seharusnya mampu menciptakan masyarakat yang dinamis, kreatif, dan memiliki keterampilan sosial yang baik.
Namun, kenyataannya, pendidikan agama di Indonesia masih cenderung eksklusif dan kurang terintegrasi dengan kehidupan sosial masyarakat. Akibatnya, siswa tidak mampu mengaplikasikan ajaran agama secara efektif dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang dipaparkan di atas ada beberapa langkah strategis perlu diambil berdasarkan pemikiran Ibnu Khaldun, yaitu:
Pertama, Dalam metode pengajaran Ibn Khaldûn menggunakan metode secara progresif langkah demi langkah, sedikit demi sedikit dan ia menyarankan agar seorang pendidik tersebut berlaku sopan dan baik bagi murid-muridnya, hal ini juga termasuk tingkah laku orang tua untuk anak-anak-nya, karena orang tua yaitu sebagai guru kepala sekolah-nya yang paling pertama.
Hal ini akan meningkatkan pemahaman siswa serta membuat proses belajar lebih menarik dan efektif., membuat siswa tidak merasakan monoton dan bosan dalam pembelajaran.
Kedua Integrasi pendidikan agama dengan kehidupan sosial siswa. Pendidikan agama tidak boleh terisolasi dari realitas kehidupan. Pendidikan harus mampu mendorong siswa untuk aktif dalam masyarakat, mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari secara nyata.
Ketiga Peningkatan kualitas guru agama Islam melalui pelatihan yang tidak hanya berorientasi pada aspek teoritis, tetapi juga aspek praktis dan sosial. Guru harus terlebih dahulu mengetahui dan memahami naluri, keahlian, dan tingkah laku yang dimiliki oleh peserta didik. Dia harus memulai pelajaran yang ditemukan untuk mudah dimengerti oleh peserta didik dan setelah demikian tersebut kemudian berlanjut hanya pada materi pelajaran yang sulit dan rumit. Pelajaran yang efektif menurut Ibnu Khaldun harus diperoleh selangkah demi selangkah.
Keempat , menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung pengembangan karakter siswa secara holistik. Hal ini sesuai dengan pandangan Ibnu Khaldun yang melihat lingkungan sebagai faktor penting dalam pendidikan.
Dan yang terakhir yaitu dengan mengutamakan pendidikan moral dan spiritual sebagai tujuan utama pendidikan Islam. Pendidikan yang menekankan pada akhlak mulia dan spiritualitas yang tinggi akan mampu menghasilkan generasi yang lebih baik dalam aspek moral dan sosial.
Dengan menerapkan pemikiran Ibnu Khaldun dalam pendidikan agama Islam di Indonesia, diharapkan mampu mengatasi berbagai problematika yang ada. Ketika penerapan metode pendidikan yang tidak menekankan satu titik saja maka siswa kemungkinan besar dia akan lebih senang dan merasa nyaman dalam pembelajaran.
Tetapi bukan hanya itu saja siswa juga akan lebih pintar, dan inovatif. Siswa tidak akan lagi mengatakan “kok gini”….”kok gitu”, melainkan mereka akan merasakan kalau belajar itu sangat asik dan tidak ada kata malas dalam belajar.
Melalui pendekatan yang integratif, metode pembelajaran yang tepat, serta penekanan pada aspek sosial dan spiritual akan menciptakan pendidikan agama Islam yang lebih efektif, relevan, dan mampu menciptakan generasi yang unggul secara moral, intelektual, dan sosial.
Penulis: Livia Istiqomah
Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta
Referensi
Bahy, M. B., & Taufiq, M. A. (2023). Implications of Islamic Education Perspective of Ibnu Khaldun in Elementary Schools. AL-MUDARRIS : Journal of Education, 6(2), 114.
Ifmawati, I. (2020). Nilai-Nilai Filosofis dalam Pendidikan Agama Islam. Journal of Islamic Education and Innovation, 1(2), 09–17.
Nurandriani, R., & Alghazali, S. (2022). Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun dan Relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional. Jurnal Riset Pendidikan Agama Islam (JRPAI), 31
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News