Pendahuluan
Dunia pendidikan saat ini tentu tidak terlepas dari pemikiran tokoh pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara. Tokoh yang memiliki peran besar dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Baginya pendidikan merupakan media untuk mencapai tujuan perjuangan yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batin.
Merdeka secara lahir artinya tidak dijajah secara fisik, politik, ekonomi dan lain-lain, sedangkan merdeka secara batiniah artinya mampu mengendalikan diri dan mandiri dengan tanpa melanggar kemerdekaan golongan ataupun orang lain.
Seiring dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan kemajuan masyarakat telah mempengaruhi perubahan kebijakan yang diterapkan. Perubahan kebijakan tentu selalu mengarah pada perbaikan sistem pendidikan. Pada saat ini salah satu perubahan kebijakan tersebut tertuang dalam program “Merdeka Belajar”.
Kebijakan program “Merdeka Belajar” meliputi empat pokok kebijakan yaitu Penilaian USBN Komprehensif, UN diganti dengan assessment penilaian, RPP dipersingkat dan zonasi PPDB lebih fleksibel. Kesimpulannya bahwa kebijakan merdeka belajar sejatinya telah mengacu pada pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa dalam kebijakan merdeka belajar guru harus memiliki jiwa merdeka untuk bisa memerdekakan siswanya.
Pembahasan
Pada dasarnya konsep esensi merdeka belajar kampus merdeka dalam konteks implementasi menawarkan pilihan kepada siswa atau mahasiswa untuk menentukan sendiri, cara belajar baik dari konten yang dipelajari, strategi belajar yang sesuai, dan assement yang digunakan.
Artinya siswa dan mahasiswa mendapatkan pilihan belajar berdasarkan kebutuhan dan kompetensi apa yang ingin dicapai oleh mereka kedepan misalkan pilihan pada konten-konten tertentu ingin belajar di kampus atau di luar kampus, atau dengan konten yang sama namun belajar pada progam studi yang berbeda sehinnga tercipta multi disiplin dan kemudian tersedia pula pilihan pada assement untuk menentukan ketercapaian kompetensi peserta belajar.
Memberi pilihan cara belajar pada peserta belajar ini di atas dasar bahwa semua anak unik sehingga setiap anak berpotensi sukses, setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda, dan setiap anak berbeda kecepatan belajarnya.
Kemudian anak sebagai subyek pendidikan sehingga guru menjadi objek, karena guru sebagai obyek harus memberikan ruang pilihan dan menjadi fasilitator dalam belajar anak bukan sebagai educator.
Sehingga konsekuensi Merdeka belajar menuntut adanya penyajikan topik yang beragam dan peserta belajar boleh memilih salah satu topik yang sesuai sekaligus memberikan pilihan waktu belajar, cara belajar, serta model penilaian (Martadi:2020).
Melihat dalam konteks itu semua terlepas dari harapan dan tantangan dari progam merdeka belajar kampus merdeka tersebut ada hal yang perlu dicermati sesungguhnya bahwa pendiri tokoh pendidikan bangsa ini telah lama menawarkan konsep kemerdekaan dalam belajar.
Baca juga: Relevansi Dasar Ajar Pendidikan Ki Hajar Dewantara “Asih, Asuh, dan Asah” untuk Generasi Z
Sehingga hal ini kemudian menjadi daya tarik tersendiri untuk dicermati lebih dalam sejauh mana korelasi konsep kemerdekaan dalam belajar tersebut yang di tawarkan Nadiem Makarim yang bersifat kekinian terhadap konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara
Relevansi Konsep Pendidikan Humanis Persepektif Ki Hajar Dewantara dengan Tujuan Pendidikan Islam
1. Pelatihan Ekstensif
Pendidikan humanistik dan Islam di Ki Hajar Dewantara mengedepankan pendekatan pendidikan holistik yang mencakup perkembangan spiritual, intelektual, emosional dan fisik individu. Kedua konsep tersebut mengakui totalitas pembentukan karakter dan pengembangan potensi manusia.
2. Pemberdayaan Individu
Baik pendidikan humanis maupun Islam Ki Hajar Dewantara menekankan pada pemberdayaan individu. Keduanya bertujuan untuk membantu individu mencapai potensi penuh mereka dan menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berkontribusi.
3. Hormati Keunikan Individu:
Seperti pendidikan humanistik, pendidikan Islam mengakui keunikan setiap individu. Keduanya merekomendasikan pendidikan yang memperhitungkan perbedaan individu dalam kecerdasan, minat, kemampuan, dan kepribadian. Pendekatan ini memungkinkan setiap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi dan karakternya.
Dalam konsep pendidikan, Ki Hajar Dewantara menggunakan sistem “Among”. Sistem “Among” sendiri merupakan perwujudan dari konsep Ki Hajar Dewantara yang dipakai dalam sistem pendidikan Taman Siswa, dengan maksud mewajibkan pada guru supaya mengingati dan mementingkan kodrat-iradatnya anak-anak, dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya dan menempatkan siswa swbagai pusat proses pendidikan.
Dalam sistem ini, maka pelajaran menndidik anak-anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka fikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru tidak hanya haru memberikan pengetahuan yang diperlukan dan baik, tetapi juga harus mengajar siswa untuk mencari pengetahuan ini untuk dirinya sendiri dan menggunakannya untuk amal keperluan umum.
Pengetahuan yang baik dan perlu adalah sesuatu yang berguna untuk kebutuhan jasmani dan rohani dalam hidup bersama. Relevansi dalam pendidikan agama dengan konsep Ki Hajar Dewantara adalah pertama, Peserta didik, Ki Hajar Dewatara menyatakan bahwa manusia memiliki. Sifat bawaan yang diperoleh sejak lahir, maka dalam Islam disebut Fitra.
Kata fitra berasal dari kata kerja (fiil) fathara, yang berarti menciptakan. Secara etimologis fitra berarti peristiwa, sifat semula jadi, potensi dasar, kesucian.
Kedua, Pendidik. Dalam konsep Ki Hajar Dewantara dan Islam sama-sama membimbing berdasarkan kasih sayang. Hal ini memberikan kesempatan pada siswa unntuk berkembang lebih leluasa karenatidak menghadapi tekanan, sehingga dapat menjadi pribadi yang mandiri dengan baik.
Ketiga, Tingkatan belajar. Belajar menururt Ki Hajar Dewantara dan menurut Islam sama-sama memenbtingkan aspek perkembangan usia. Dalam Islam salah satu hal penting yang dipahami dalam proses pembinaan anak adalah menerapkan proses pembinaan anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya agar proses memberikan bimbingan lebih efektif.
Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan Pendidikan Islam
Pada dasarnya peserta didik menurut Ki Hadjar Dewantara sama dengan konsep peserta didik dalam Islam. Jika Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa manusia memiliki sifat bawaan yang diperoleh sejak lahir, maka dalam Islam disebut fitra.
Kata fitra berasal dari kata kerja (fiil) fathara, yang berarti “menciptakan.” Secara etimologis fitra berarti peristiwa, sifat semula jadi, potensi dasar, kesucian. Dalam kamus Munjid ditemukan bahwa fitra memiliki makna, yaitu hakikat segala yang ada pada saat diciptakan.
Guru menurut Ki Hajar Dewantar maksudnya adalah Tut wuri handayani yaitu dari belakang guru harus mampu memberikan dorongan, dukungan dan pengarahan. Ing madya mangun karsa Untuk mengembangkan inisiatif siswa, guru perlu memunculkan inisiatif dan ide.
Ing ngarsa sung tulada artinya ketika guru berjalan di depan, guru harus memberi contoh atau teladan dengan melakukan hal-hal yang baik. Selain itu, pendidik juga harus membimbing peserta didik dengan penuh kasih sayang sehingga peserta didik dapat leluasa mengembangkan potensi dalam dirinya.
Di antara konsep Ki Hajar Dewantar dan Islam sama-sama membimbimg berdasarkan kasih sayang. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang lebih leluasa karena tidak menghadapi tekanan, sehingga dapat menjadi pribadi yang mandiri dengan baik (Hidayah, 2015).
Dalam Islam, praktik mengajar adalah keahlian dan profesi seorang guru, oleh karena itu ciri terpenting yang harus dimiliki seseorang adalah kasih sayang. Sifat ini dianggap penting karena dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa damai pada peserta didik. Hal ini didapat menciptakan situasi yang mendoron peserta didik untuk menguasai ilmu yang diajarkannya.
Tidak hanya itu, kedekatan peserta didik dan pendidik akan menciptakan keharmonisan dalam proses belajar mengajar hehingga upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir mandiri dan kritis menjadi tercapai.
Belajar menurut Ki Hadjar Dewantara dan menurut Islam sama-sama mementingkan aspek perkembangan usia. Hal ini dikarenakan perkembangan peserta didik harus sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Kebutuhan setiap tingkat perkembangan manusia berbeda satu sama lain. Inilah mengapa penting untuk diperhatikan perkembangan terkait usia anak didik.
Dalam Islam salah satu hal penting yang dipahami dalam proses pembinaan anak adalah menerapkan proses pembinaan anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak agar proses memberikan bimbingan lebih efektif Rasulullah SAW. Dalam salah satu riwayat bersabda:
“Kami para Nabi diperintahkan untuk menempatkan manusia sesuai dengan tingkat kedudukan mereka dan berbicara sesuai dengan tingkat kemampuan pemahaman mereka” dan anak-anak adalah bayi yang baru lahir (dari usia 0 tahun) hingga usia 14 tahun. Seseorang yang berusia di atas 14 tahun bukanlah anak-anak (Khusni, 2018)
Simpulan
Kebijakan merdeka belajar sejatinya telah mengacu pada pemikiran Ki Hajar Dewantara, sebagaimana telah dipaparkan bahwa dalam kebijakan merdeka belajar guru harus memiliki jiwa merdeka untuk bisa memerdekakan siswanya. Merdeka artinya guru sudah tidak berkutat lagi pada administrasi yang memberatkan melainkan fokus pada bimbingan kepada siswa.
Sebagaimana yang terdapat dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan akan berjalan dengan baik jika anak didik merdeka lahir, batin, pikiran dan tenaganya yang itu didapatkan dari didikan guru yang merdeka jiwanya Berdasarkan beberapa materi yang diuraikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan tentang konsep pengajaran yang digagas Ki Hadjar Devantara, yaitu:
Pertama, konsep pengajaran yang digagas Ki Hadjar Devantara merupakan konsep pengajaran yang memerdekakan peserta didik. Konsep belajar Ki Hadjar Dewantara didasarkan dari sifat bawaan peserta didik yaitu, cipta, rasa, dan karsa.
Metode yang digunakan adalah metode among yang memiliki arti menjaga, mendidik, dan membina berdasarkan kasih sayang. Lingkungan belajar harus saling berhubungan antara lembaga pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.
Kedua, berdasarkan uraian tersebut maka konsep ajaran dari sudut pandang Ki Hajar Devantar relevan dengan pendidikan agama Islam. Berdasarkan definisi yang ada, konsep ajaran yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Devantara tidak bertentangan dengan pendidikan Islam. Hanya istilah yang dia gunakan saja yang berbeda, tetapi memiliki arti yang sama.
Saran
Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam. Gerakan kampus Merdeka belajar dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan membentuk karakter siswa yang baik. Pendidikan karakter dan kepribadian harus menjadi prioritas dalam pendidikan Islam dan gerakan Kampus Merdeka Belajar .
Penulis: Nur Aini Latifah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, UIN Raden Mas Said Surakarta
Referensi
Rinesti Witasari, 2021. Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Kebijakan Pendidikan Merdeka Belajar. Jurnal of Indonesia Elementary School and Education
Vol.1. No 1.
Fachrissal. 2020. Merdeka belajar – Kampus Merdeka dalam Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan K.H. Ahmad Dahlan. Pendidikan Seni Budaya Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
Nur Afifah dkk. 2023. Konsep pendidikan Humanis persepektif Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya Dengan tujuan pendidikan Islam. Jurnal Profesi Pendidikan dan Keguruan Alphatech, Vol. X No. X, 1-5
Nasrullah dkk. 2021. Nilai–Nilai Pendidikan Islam dalam Ajaran Ki Hajar Dewantara. Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan, Vol. 20. No 2. Desember 2021, PP. 1269-1278
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News