Souvenir, Kuli Tinta, dan Merosotnya Citra Demokrasi

Pers.
Souvenir, Kuli Tinta, dan Merosotnya Citra Demokrasi.

Karakter pers dan keberhasilan wartawan adalah kedekatan dengan narasumber yang menghasilkan konektivitas. Biasanya dimulai dengan hal yang biasa seperti traktir makan, berbelanja, dan lain sebagainya dalam skala sosial yang normal.

Sebagai contoh yang terjadi pada kegiatan wawancara dengan salah satu tokoh publik yang terkenal. Saat wartawan datang ke rumah atau lokasi pastinya disambut dengan istilah “suvenir”. Sebutan ini hampir mirip dengan ‘Fenomena Amplop’ yang sering terjadi di kalangan jurnalis.

Tidak sedikit ‘suvenir’ bagi kuli tinta/ wartawan menjadi pengalihan strategi pengolahan isu dan layak berita. Ketika dalam mengusut suatu kasus, narasumber menjadi salah satu energi bagi wartawan. Tetapi kalangan pers pun setuju bahwa kegiatan ini berpotensi sebagai pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pasal 6 yang berbunyi “Wartawan tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap”.  

Baca Juga: Sidang Etik Ferdy Sambo Naungi Hak Tolak Wartawan

Bacaan Lainnya

Sebagai salah satu pilar demokrasi, wartawan hadir sebagai penghubung pemerintah, media, dan masyarakat. Wartawan harus menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. Selain itu demokrasi juga bersifat dinamis diimbangi oleh hukum yang menjamin kepastian.

Pada zaman sekarang ini hukum hanya dipahami dan digunakan sebagai alat kekuasaan belaka bagi penguasa sendiri yang menguasai proses dalam pemungutan keputusan politik. Lazimnya, amplop dari segi apapun sering digunakan untuk kegiatan surat menyurat.

Bila ada isi uang, biasanya ditemukan pada acara ulang tahun, sunatan, atau pernikahan. Namun kini amplop tidak terlalu identik dengan acara tersebut melainkan wartawan. Sedang banyak disebut “Wartawan & Amplop”.

Hal ini menjadi sorotan publik, namun ada beberapa kriteria samar yang masih jadi perbincangan di antara para wartawan. Dikutip dari Sisi Lain Trans TV  bahwa “Pada dasarnya wartawan dilarang untuk menerima apapun dari narasumber”.

Terjadinya gradasi yang susah namun tetap berusaha untuk dipilah. Seperti suvenir yang memang ditujukan sebagai promosi atau memang ada makna terselubung dalam pemberian itu. Namun itu jika dinilai dari segi pemberian.

Baca Juga: Esensi Hak Tolak bagi Wartawan

Berbeda lagi jika masalah niat, selama tidak meminta akan terbilang sah saja. Tetapi jika kesannya meminta bahkan memeras itu akan menjadi blunder bagi diri sendiri. Karena banyak narasumber yang memang menjaga image-nya agar tetap baik di mata publik ketika dihadapkan pada suatu kasus yang bersifat vital.

Ada suatu kaidah bahwa menerima pemberian seseorang merupakan ibadah, jika ditolak bisa jadi menyakiti hati seseorang. Perkara setelah diterima atau tidaknya pemberian tersebut itu adalah soal lain, tergantung kebijakan suatu perusahaan.

Menjadi sebuah dilema jika membicarakan soal ‘Fenomena Amplop’ di kalangan kuli tinta yang beracu pada kode etik yang hanya memberikan pelakunya sanksi moral saja. Hal ini pasti memengaruhi citra demokrasi dan juga wartawan yang memang berdedikasi untuk negeri.

Mungkinkah pasal tentang ‘amplop’ dimasukkan ke dalam Undang-Undang Pers untuk mempertegas kembali serta menghindari merosotnya citra wartawan sebagai pilar ke-4 demokrasi?

Bisa jadi sanksi moral yang pada awalnya hanya menjadi cubitan bisa menjadi efek jera lanjutan bagi para wartawan nakal setelah pasal tersebut diimplementasikan menjadi sebuah hukuman nyata.

Sebelum palu diketuk, usaha meminimalisir iming-iming amplop di kalangan kuli tinta harus terus dijalankan. Tetapi ini semua tergantung individu masing-masing, di mana mereka menerima atau tidak pemberian tersebut.

Penulis: Mohammad Rafli Syahputra
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Andalas

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Sumber:

https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/download/7766/6683

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses