Abstrak
Perkembangan dinamika sosial seringkali diiringi dengan munculnya perilaku menyimpang yang mengabaikan norma sosial. Hubungan antara hukum dan masyarakat mencerminkan bagaimana gagasan keadilan memengaruhi sistem hukum dan sebaliknya. Dalam praktik penegakan hukum di Indonesia, sering ditemukan fokus pada kepastian hukum tanpa memperhatikan keadilan substantif, terutama dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pendekatan sosiologi hukum dan feminis diperlukan untuk memahami konteks sosial dan ketimpangan gender dalam penanganan kasus perempuan. Studi ini menyoroti pentingnya harmonisasi antara kepastian hukum dan keadilan sosial guna meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan perlindungan terhadap korban KDRT.
Kata Kunci: dinamika sosial, penegakan hukum, kekerasan dalam rumah tangga, sosiologi hukum, feminis, keadilan sosial.
Abstract
The development of social dynamics is often accompanied by deviant behaviors that ignore social norms. The relationship between law and society reflects how the concept of justice influences the legal system and vice versa. In law enforcement practices in Indonesia, there is often an emphasis on legal certainty without considering substantive justice, especially in cases of domestic violence (DV). A sociological and feminist legal approach is necessary to understand the social context and gender inequalities in handling cases involving women. This study highlights the importance of harmonizing legal certainty and social justice to improve the effectiveness of law enforcement and protection for DV victims.
Keywords: social dynamics, law enforcement, domestic violence, sociology of law, feminist legal theory, social justice.
Latar Belakang
Perkembangan dinamika sosial dalam kehidupan masyarakat kerap disertai dengan munculnya perilaku menyimpang, baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok, yang mengabaikan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungan tersebut. Kajian mengenai hubungan antara hukum dan masyarakat mencermati bagaimana pengaruh gagasan- gagasan tentang keadilan terhadap sistem hukum yang berlaku, serta sebaliknya, bagaimana sistem hukum yang ada membentuk dan memengaruhi nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Tercatat setidaknya terdapat puluhan putusan hakim yang lebih condong pada kepastian hukum dan tidak melihat dari sisi keadilan. Kendati demikian, para penegak hukum seharusnya memiliki sudut pandang seperti dua sisi mata uang yang dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dengan mengedepankan karakteristik moral dalam masyarakat. Pada hakikatnya, proses law enforcement disuatu negara menjadi hal esensial yang perlu diperhatikan yaitu bukan hanya asas kepastian hukum namun juga asas keadilan dan kemanfaat hukum harus berjalan beriringan bukan bertentangan.
Jika ditelisik lebih komrehensif, penegakan hukum di Indonesia relatif jauh dikatakan belum optimal dan amat memilukan. Permasalahan penegakan hukum selalu bertendensi pada ketimpangan interaksi dinamis antara harapan (das sollen), dan penerapan hukum dalam kenyataannya (das sein). Namun saat ini Indonesia sedang dalam kondisi carur-marut, kondisi krisis dalam kondisi hukum menjadi perhatian cukup serius. Padahal sejatinya, hukum merupakan pondasi utama dalam suatu negara yang dapat memberikan jaminan- jaminan kepada masyarakat untuk memberikan kemanfaatan serta keadilan sesuai amanat konstitusi. Namun dengan adanya perubahan sosial dalam masyarakat membuat dinamika hukum juga terus mengalami perubahan yang cukup signifikan, karena hubungan antara perubahan sosial dan hukum merupakan satu kesatuan hubungan interaksi yang saling mempengaruhi. Dimana, dinamika hukum yang cukup pesat dapat mempengaruhi perubahan sosial. Hal tersebut selaras dengan salah satu fungsi hukum, yaitu sebagai alat perubahan sosial atau disebut dengan rekayasa masyarakat (social engineering). Pada tataran implementasinya, produk hukum sangat lambat merespons.
Menilik banyaknya kasus-kasus hukum yang terjadi di negara Indonesia, seperti konflik antar individu atau kelompok menjadikan produk hukum semakin berwarna dengan konflik sosial. Relasi antar manusia dengan manusia lainnya dapat berjalan dengan baik, akan tetapi disisi lain relasi tersebut dapat juga menghadirkan konflik kepentingan yang berujung pada tindakan kejahatan.6 Kekerasan yang kerap terjadi banyak kasus dalam rumah tangga, membuktikan bahwa fakta sosial yang terjadi bukanlah perkara baru dari perspektif sosiologis masyarakat
Indonesia. Melainkan persoalan seperti ini akan terus hadir dan berlanjut jika tidak diharmoniskan dengan perencanaan yang cukup matang.
Kasus KDRT menjadi menarik untuk dikaji melalui perspektif hukum dengan pendekatan sosiologi hukum, agar dapat menjadi refleksi kritis bagi para praktisi dan pengamat hukum dalam merespons persoalan- persoalan sosial serupa di masa depan. Penegakan hukum dewasa ini kerap menyerupai sebuah sandiwara, di mana hukum dan keadilan tampak berjalan ke arah yang berlawanan. Ironisnya, meskipun Indonesia telah memasuki era reformasi, praktik penegakan hukum masih stagnan dan belum menunjukkan kemajuan berarti dibandingkan masa sebelumnya. Banyaknya permasalahan sosial yang bermunculan, termasuk kasus KDRT, menjadi alasan utama bagi penulis untuk meneliti dinamika penegakan hukum dalam menangani konflik-konflik sosial seperti ini.
Rumusan Masalah
Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, Bagaimanakah Dinamika Penanganan Kasus Hukum Terhadap Perempuan di Indonesia?
Baca Juga: Penyelesaian Hukum Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT
Pembahasan
Dinamika Penanganan Kasus Hukum terhadap Perempuan di Indonesia
Pemikiran hukum akan terus berkembang dari waktu ke waktu di tengah masyarakat. Dalam konteks global di beberapa negara, termasuk Indonesia, paradigma hukum masih didominasi oleh norma hukum yang kaku. Bahwa hukum lebih dipahami dan diajarkan sebagai hal yang normatif dan identik dengan undang-undang. Kendati sejatinya, supremasi hukum tidak sekedar menurut aturan, melainkan lebih mempertimbangkan keadilan pada realitas masyarakat. Artinya dalam hal ini, hukum masih memiliki peranan yang lain, yakni tampak pada kenyataan sosial, sebagaimana hukum itu dijalankan sehari-hari oleh masyarakat.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Donal Black dalam bukunya mendefinisikan hukum dari sudut pandang sosiologis yaitu “Law is governmental social control, in other words, the normative life of a state and citizens, such as legislation and adjudication. By contrast, it does not include social control in the everyday life of government service, such a post office or fire department, since this is the social control of employees, not pf citizens as such”.
Dari pernyataan Donald Black tersebut memiliki makna bahwa hukum merupakan kontrol pemerintah, dimana hukum sangat tergantung pada kondisi sosial yang ada dalam lingkungannya. Oleh karenanya, hadir suatu konsep penegakan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Tentu pelaksanaan hukum dalam masyarakat, selain tergantung pada kesadaran masyarakat namun juga sangat banyak fakta ditentukan oleh aparat penegak hukum. Hanya fakta- fakta itulah yang menjadi urusan sosiologi hukum dan bukan bagaimana seharusnya suatu perilaku itu dijalankan menurut hukum. Suatu pendekatan yang murni terhadap hukum tidak melibatkan suatu penilaian terhadap kebijaksanaan hukum, melainkan pada analisis ilmiah kehidupan hukum sebagai suatu sistem perilaku (behaviour).
Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT) Nomor 23 tahun 2004 membuat jengah sebagian orang, karena dianggap menyeret persoalan privat ke ranah publik. Tidak dapat dimungkiri, bahwa masalah domestic violence bagi sebagian masyarakat kita masih dipandang sebagai “tabu” internal keluarga, yang karenanya tidak layak diungkap ke muka umum.9 Kekerasan terhadap perempuan di ranah personal terjadi dalam berbagai jenis, yang menggambarkan kekerasan yang terjadi kepada korban. Bentuk-bentuk tersebut adalah kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan dalam pacaran (KdP), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP), kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami (KMS) dan kekerasan mantan pacar (KMP), kekerasan yang terjadi pada pekerja rumah tangga, dan ranah personal lainnya. Berdasarkan Informasi dan data yang diperoleh dari Catatan Tahunan (Catahu 2021) dari Komnas Perempuan yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2020 jumlah kekerasan tertinggi di ranah KDRT/relasi personal sama seperti tahun sebelumnnya yaitu KTI yang mencapai 3.221 kasus atau 50% dari keseluruhan kasus di ranah KDRT/RP, disusul dengan KDP berjumlah 1.309 kasus atau 20 %, disusul dengan KTAP dengan 954 kasus atau 15%. Sisanya adalah 401 kasus (6%) KMP, 127 kasus (2%) KMS dan 457 kasus (7%) adalah bentuk kekerasan lain di ranah personal. Tingginya KTI ini menunjukkan konsistensi laporan tertinggi dibanding jenis KDRT lainnya meskipun di masa pandemi.
Di sisi lain dalam kaitannya dengan kasus-kasus terhadap perempuan tersebut juga dikenal adanya Feminis Legal Theory yang memperkenalkan „pendekatan hukum berspektif perempuan‟. Melalui pendekatan ini dapat dideteksi apakah keberadaan perempuan sebagai perempuan dengan pengalamannya dan nilai-nilai yang tipikal perempuan telah diperhitungkan dalam hukum. Secara metodologis, digunakan kasus-kasus pengalaman perempuan sebagai unit analisis untuk melihat hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Untuk merekam bukti-bukti riil mengenai hal itu, maka diperlukan penerapan analisis dan perspektif feminis (perempuan) terhadap lapangan hukum yang kongkrit seperti: keluarga, tempat kerja, hal-hal yang berkaitan dengan pidana, pornografi, kesehatan reproduksi, dan pelecehan seksual. Sedangkan dalam aras praktek, Feminis Legal Theory “mengkomunikasikan‟ hasil telaahnya dalam upaya mengoreksi keadaan dan menemukan cara terbaik untuk melakukan reformasi bangunan hukum secara keseluruhan.
Kasus KDRT sering kali melibatkan ketimpangan relasi gender, di mana perempuan berada dalam posisi subordinat akibat konstruksi sosial patriarkal. Dalam konteks ini, sosiologi hukum melihat bahwa penegakan hukum seharusnya mempertimbangkan realitas sosial korban, termasuk ketidaksetaraan yang mereka alami. Ketika aparat penegak hukum terlalu kaku menafsirkan norma tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan psikologis yang menyertai tindakan tersebut, maka keadilan substantif kerap terabaikan.
Lebih jauh, pendekatan sosiologi hukum menekankan pentingnya keberpihakan pada nilai keadilan sosial dan perlindungan terhadap kelompok rentan. Undang- Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT mengakui bentuk kekerasan psikis sebagai pelanggaran serius, namun dalam praktik, implementasinya sering kali bias karena pengaruh budaya, persepsi aparat, dan lemahnya perspektif gender dalam hukum. Oleh karena itu, studi sosiologis terhadap kasus-kasus KDRT penting untuk mendorong pembaruan hukum agar tidak hanya menjamin kepastian hukum, tetapi juga keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat, khususnya korban.
Baca Juga: KDRT dalam Pandangan Islam dan Dampaknya pada Kesehatan Mental Anak
Kesimpulan
Penerapan teknologi fintech dalam industri asuransi Indonesia, yang dikenal sebagai Insurance Technology (Insurtech), telah membawa transformasi signifikan. Teknologi seperti big data, kecerdasan buatan (AI), dan blockchain membantu perusahaan asuransi meningkatkan efisiensi operasional, mempercepat klaim, dan memperbaiki manajemen risiko. Insurtech juga memungkinkan produk asuransi yang lebih fleksibel dan terjangkau, serta memperluas akses ke layanan asuransi bagi segmen pasar yang sebelumnya terabaikan. Meskipun demikian, tantangan seperti keamanan data dan regulasi yang memadai perlu diatasi agar transformasi ini dapat berkembang dengan baik.
Pemikiran hukum harus berkembang dengan memperhatikan keadilan sosial, bukan hanya aturan kaku. Kasus KDRT menunjukkan pentingnya pendekatan hukum yang peka terhadap pengalaman perempuan dan ketimpangan gender. Penegakan hukum yang kaku sering mengabaikan keadilan substantif, sehingga perspektif sosiologis dan feminis penting untuk mendorong reformasi hukum yang adil dan melindungi korban.
Penulis: Andi Ranti Panguriseng (H1A124009)
Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Halu Oleo
Dosen Pengampu: Ramadan Tabiu, S.H., LL. M.
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Daftar Pustaka
Munir Fuady, Sosiologi Hukum Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 61.
Carto Nuryanto, “Penegakan Hukum oleh Hakim dalam Putusannya antara Kepastian Hukum dan Keadilan,” Jurnal Hukum Khaira Ummah 13, no. 1 (2018), hlm. 73.
Vivi Ariyanti, “Kebijakan Penegakan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia,” Jurnal Yuridis 6, no. 2 (2019), hlm. 40
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif (Bandung: Nusa Media, 2011)
Khaidar Saleh, Mario Agusta, dan Weni, “Hukum dan Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi Hukum,” Datin Law Jurnal 1, no. 2 (2020), hlm. 42
Sabina Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog antara Hukum dan Masyarakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 32.
Dikdik M Arif Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 135=
Satjipto Rahardjo sebagaimana dikutip dalam Esmi Warassih Pujirahayu, Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar Dimensi Hukum dan Masyarakat. Cet. Pertama (Yogyakarta: Penerbit Litera, 2020), hlm. 102
Ikuti berita terbaru di Google News