Feminis Menganggap Islam Mendiskriminasi Wanita

Menganggap Islam Mendiskriminasi Wanita

Feminisme pertama kali ditemukan pada awal ke-19 oleh seorang sosialis berkebangsaan Prancis, yaitu Charles, Fourier. Terdapat perbedaan pendapat antara ilmuan tentang sejarah munculnya istilah feminisme. Feminisme berasal dari bahasa latin Femina (wanita). Hamid Fahmy Zarkasi mengutip pendapat Ruth Tucker dan Walter I. Liefeld dalam buku mereka yang berjudul Daughter of the Church yang menyatakan bahwa kita istilah feminis berasal dari kata fe atau fides dan minus yang artinya kurang iman (less in faith). Tokoh yang berperan dalam gerakan Feminisme disebut Feminis.

Asal Mula Pergerakan Feminisme

Feminisme adalah sebuah gerakan dari kaum wanita atau pria untuk menghapuskan prilaku bias gender dan menyamaratakan antara pria dan wanita. Tuntutannya sederhana, kalau pria boleh, wanita juga boleh. Kalau pria bisa, wanita juga bisa dong! Pria dan wanita seharusnya punya hak yang sama, maka kami (feminis) butuh kesetaraan.

Gerakan feminisme ini terbentuk dari kesadaran bahwa wanita ditindas dan dieksploitasi. Feminisme juga sering disebut sebagai sandaran akan eksploitasi dan penindasan wanita, baik itu dalam keluarga, lingkungan kerja, maupun di dalam lingkungan masyarakat. Dari sisi sejarah, bisa dikatakan bahwa feminisme ini awal lahir akibat frustasi dan dendam terhadap sejarah (Barat) yang dianggap tidak memihak kaum wanita. Perjuangan kaum wanita menuntut kesetaraan itu pun dimulai. Menurut kaum feminis dominasi paling besar lelaki datang dari politik dan ekonomi. Maka dua bidang itulah yang dikejar.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dalam islam, ada beberapa hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Perbedaan tersebut bagi feminis merupakan bentuk penindasan wanita serta ketidakadilan, karena mereka menganggap pria diutamakan dan terlihat selalu dikedepankan. Feminis memandang aturan islam membuat wanita menjadi tertekan karena tidak memihak kebebasan wanita untuk berkembang. Wanita seakan terkekang dan terbelakang.

Imbas Dari Feminisme

Paham feminisme terus digaungkan, feminis berjuang menyetarakan diri agar wanita punya hak dan kebebasan yang sama dengan pria. Tapi apa hasilnya ?

  • Bebas tanpa batas, wanita terpengaruh memiliki pandangan bahwasannya meraka bebas menjadi apa saja dan melakukan apa saja sebagai wujud pengembangan diri. Kebabasan itupun mengatas namakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang ujung-ujungnya malah menjadi lepas dari fitrahnya sebagai wanita.
  • Materi menjadi standar kebahagiaan, imaji “wanita sukses” masa kini sangat materialistis, yakni yang memiliki kedudukan, uang dan gaya hidup. Oleh karenanya wanita terus mengajer karir, selayaknya pria yang mencari nafkah. Jika sudah mampu memiliki karir yang melejit hal itu dianggap sebagai sebuah prestasi dan kebanggaan diri. Padahal wanita tidak seharusnya mengungguli laki-laki dalam bidang ini, karena sudah keluar dari fitrahnya.

Wanita karir ini sudah menjadi titel yang dibanggakan. Kalau biasanya      kebutuhan wanita ditanggung pria (ayah atau suami), seorang wanita karir merasa      mampu mencukupi segala kebutuhannya. Menjadi mandiri tren yang dikejar oleh         wanita.

  • Kecantikan kekayaan ketenaran, adalah definisi “sukses” yang ada dalam benak wanita saat ini, serta menjadi hal yang diimpi-impikan setiap wanita. Acara televisi, postingan social media selebriti, semua tayangan di dunia maya mendoktrin mindset kita untuk sepakat bahwa kesuksesan adalah segala hal tentang materi.

Orang akan lebih terhormat dan merasa iri pada yang ber-harta, seakan-akan mereka lah pemilik segalanya. Sebab itulah wanita ikut berlomba-lomba untuk meraih materi sebanyak-banyaknya. Sebaliknya, kebanyakan orang menganggap bahwa saat wanita melaksanakan fitrahnya dalam berumah tangga dianggap “ Nggak Keren”, tertindas dan terpaksa. Profesi ibu rumah tangga dipandang sebagai nasib para wanita berpendidikan rendah dan menganggap untuk apa wanita susah-susah menempuh      jenjang pendidikan tinggi kalau hanya berkarir dirumah.

Sudut pandang masyarakat mengenai kesuksesan yang seperti itulah yang membuat kaum wanita minder. Pendidikan susah susah payah dicapai, ujung-ujungnya hany “mendekam” di dalam rumah.

  • Bersaing lintas gender, image ibu rumah tangga yang tidak bergengsi dimata masyarakat umum, menjadikan wanita kehilangan arah. Wanita merasa ingin juga mengejar karir gemilang seperti para pria dan merasa terkurung dengan ruang gerak wanita yang terbatas dibandingkan dengan pria.

Ketika pria boleh melakukan sesuatu hal wanita juga ingin di perbolehkan. “kami punya hak yang sama untuk mengejar apa yang kami suka dan kami mau!” kemudian          apapun yang disuka akhirnya dilakukan tak peduli dengan fitrah dan norma apapun           itu.

Jika wanita sudah berfikiran seperti itu, padahal kodratnya berbeda. Kebutuhannya berbeda. Tubuhnya berbeda. Kalau standar pencapaiannya adalah setara dengan pria, selamanya wanita tidak akan bisa menandingi. Lalu kalau sudah seperti ini apa jadinya?

  • Broken home, kemandirian ekonomi karena akses pekerjaan dianggap telah mendorong wanita menjadi lebih dominan dalam membuat keputusan cerai. Feminisme mengakibatkan fitrah ibu dan ayah di dalam rumah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini menjadikan keluarga tidak harmonis dan timbul berbagai pertikaian. Korban utama dalam perceraian tentulah anak-anak. Hilangnya kehangatan dalam keluarga, dapat mengubah perilaku sosial anak. Lebih buruknya jika terus berlarut tanpa pengawasan bisa membuat anak-anak melampiaskan pelarian ke hal-hal yang negatif, seperti narkoba dan tindakan kriminal.
  • Free sex, dikutip dari social.rollins.edu, pernikahan bagi kaum feminis radikal merupakan bentuk penindasan terhadap wanita, karena mereka beranggapan lebih baik sendiri dari pada dikenal orang sebagai ibu rumah tangga. Setelah itu timbullah pemikiran untuk tidak perlu menikah karena enggan tunduk pada patriarki serta memiliki rasa trauma terhadap contoh rumah tangga yang tidak harmonis.

Menikah dianggap sebagai tanggungan berat yang hanya akan merepotkan hidup. Lebih enak bebas berhubungan dengan siapapun, kalau sakit hati dengan mudah bisa ditinggal, kalau sudah tidak suka bisa langsung ditinggalkan. Bebas. Pikirnya begitu.

  • Aborsi, entah berapa juta janin tak berdosa yang telah digugurkan oleh para pelaku zina. Sepasang pezina yak bertanggung jawab hanya memikirkan kenikmatan melampiaskan nafsunya saja tanpa memperdulikan akibat buruk yang dihasilkan.
  • LGBT, saat seorang wanita sudah merasa terdiskriminasi, kaum pria dianggap curang dengan kebabasan yang bisa mereka lakukan, wanita kecewa dengan kaum pria dengan ketidakadilan hak yang didapat. Imbasnya wanita merasa lebih baik menjalin hubungan dengan sesama jenis saja, karena dianggap dapat saling mengerti satu sama lain dan tak akan terjadi diskriminasi dalam hubungan yang dijalani.

Hubungan sesama jenis pun menjadi hal lumrah. Parahnya beberapa negara liberal malah melegalkan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) karena   dianggap sebagai HAM. Tak puas janya dengan kebebasan menjalin hubungan dengan seapapun yang dimau, timbullah ulah lain, yakni menjadi transgender, atau mengubah jenis kelamin. Ini merupakan upaya penyetaraan teratas agar bisa serupa dengan pria.

Menganggap Islam Mendiskriminasi Wanita

Pandangan Islam terhadap Pria dan Wanita

Islam tidak pernah punya masalah tentang relasi antara pria dan wanita sebab datangnya islam justru mengangkat derajat wanita yang direndahkan oleh sistem kehidupan yang ada sebelum islam. Islam datang memberikan keadilan dengan memuliakan wanita sesuai fitrahnya. Bahkan Islam memberikan standar kebahagiaan yang berbeda dengan sistem sekuler yang menjadikan materi sebagai puncak pencapaian. Sedangkan standar kebahagiaan dalam islam yaitu Ridho Allah SWT.

Paham feminisme yang katanya bertujuan untuk membela kebebasan hak wanita, ternyata tetap saja kemuliaan wanita belum bisa terselamatkan. Paham ini tidak juga menjadikan wanita lebih mulia kedudukannya, bahkan seperti yang telah kita lihat faktanya, bahwa ide feminisme malah membuat wanita menjauh dari kodratnya.

Wanita dituntut untuk bersaing dengan kaum pria, dengan memstandakan bahwa semua hal yang bisa dilakukan oleh kaum pria bisa juga dilakukan oleh kaum wanita, yang dijadikan standarpun tidak lain dan tidak bukan adalah harta, tahta, dan semua hal tentang kesenangan dunia. Sistem ini adalah bentuk penjajahan terhadap wanita dengan modus baru yang sangat halus, ciri khas kapitalisme.

Beda halnya ide yang dibawa oleh islam. Islam sadar betul bahwa pria dan wanita itu berbeda secara fitrahnya mereka tidak lebih baik dan juga tidak lebih buruk.oleh karena itu islam menempatkan pria dan wanita dalam track yang berbeda untuk saling berlomba didalamnya, dan hasil yang diperoleh pun tentu berbeda namun setara secara nilai.

Pria dan wanita bisa saling berlomba meraih kemuliaan di sisi Allah sesuai dengan fitrahnya dan usaha mereka untuk meningkatkan ketaqwaannya masing-masing. Bukankah hal ini lebih adil dan diterima oleh akal sehat?

Humaida Yahya
Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Tulungagung

Editor: Muhammad Fauzan Alimuddin

Baca Juga:
Rosa Luxemburg & Marsinah Pejuang Kaum Perempuan: Pendekatan Feminis Marxis
1 Wanita Bisa Menghancurkan Iman Laki-laki
Kesalahan yang Sering Dilakukan Kaum Wanita

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI