Suku Baduy merupakan masyarakat adat sunda yang tinggal di pegunungan Kendeng, Banten. Mereka dikenal sebagai suku yang menolak modernisasi dan sangat menjaga tradisi dan adat istiadat. Suku Baduy dibagi menjadi dua yaitu Masyarakat Suku Baduy Luar dan Masyarakat Suku Baduy Dalam.
Masyarakat Baduy Dalam dan Masyarakat Baduy Luar samasama dipimpin oleh ketua adat yang disebut Jaro, yang berperan dalam mempertahankan dan mengatur pelaksanaan adat istiadat. Jaro memastikan bahwa semua anggota masyarakat mematuhi aturan adat yang telah ditetapkan.
Apa Saja Perbedaan antara Masyarakat Baduy Luar dengan Masyarakat Baduy Dalam?
Masyarakat Baduy Luar mengenakan pakaian serba hitam dan ikat kepala batik motif tapak kebo berwarna biru tua sedangkan Masyarakat Baduy Dalam mengenakan pakaian serba putih dan ikat kepala berwarna putih, Masyarakat Baduy Luar lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat luar, mengizinkan pengunjung untuk datang dan wisatawan untuk mengunjungi desa-desa mereka.
Sedangkan Masyarakat Baduy Dalam menutup diri dari orang asing dan nyaris sulit ditemui maupun menerima perkembangan dan menghindari teknologi, seperti tidak meletakkan benda elektronik di rumah.
Masyarakat Baduy Dalam memiliki banyak tradisi yang unik, salah satunya seperti dilarang menggunakan alas kaki, baik sandal maupun sepatu. Aturan ini berlaku di mana pun mereka pergi, termasuk di luar wilayah tempat tinggalnya.
Seperti yang kita rasakan, manfaat sandal yang kita gunakan sehari-hari supaya melindungi kaki, menjaga kesehatan, dan meningkatkan keseimbangan tubuh. Melindungi kaki dari berbagai permukaan, seperti tanah, pasir, atau benda tajam. Namun hal tersebut malah dihindari oleh Masyarakat Suku Baduy Dalam.
Kenapa Masyarakat Suku Baduy Dalam di Larang Memakai Alas Kaki?
Masyarakat Baduy Dalam tidak menggunakan alas kaki karena tradisi dan kepercayaan mereka. Suku Baduy sangat menghargai dan menjaga alam, mereka menentang penggunaan teknologi, tidak menggunakan produk-produk berbahan kimia dalam keseharian mereka dan mereka percaya bahwa menjaga kelestarian alam menjadi salah satu cara ibadah dan rukun Sunda Wiwitan.
Masyarakat Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, yang menekankan pentingnya menjaga dan melestarikan alam. Tradisi wajib tahunan yang dilakukan oleh Suku Baduy adalah Tradisi Seba. Tradisi Seba merupakan rangkaian wajib setelah rangkaian adat Kawalu dan Ngalaksa, memiliki makna batiniah sebagai menjunjung tinggi amanat leluhur.
Mereka percaya bahwa berjalan tanpa alas kaki memiliki khasiat kesehatan, karena pusat saraf di tubuh banyak terletak di telapak kaki. Tradisi Seba, yang melibatkan perjalanan jauh tanpa alas kaki, juga menjadi uji ketangguhan fisik dan spiritual bagi mereka.
Baca juga:Â Perjuangan Hak Masyarakat Adat Suku Awyu
Masyarakat Baduy Dalam memegang kuat konsep pikukuh, yang merupakan aturan adat yang melarang penggunaan modernisasi, termasuk alas kaki. Mereka menentang keras perubahan dalam suku mereka dan tetap mempertahankan adat istiadat leluhur.
Mereka percaya bahwa kaki harus selalu berpijak pada bumi, yang merupakan bagian dari koneksi spiritual mereka dengan alam. Hal ini juga terkait dengan larangan menggunakan kendaraan, karena mereka harus berjalan kaki ke mana pun mereka pergi.
Berbeda dengan Masyarakat Baduy Luar, Mereka (Masyarakat baduy luar) sudah menerima kemajuan teknologi. Suku Baduy Luar sudah mengadopsi teknologi informasi, seperti handphone, mereka juga menerima pengaruh globalisasi dalam kehidupan mereka. Meskipun mereka sudah mangikuti era globalisasi tetapi mereka masih tetap mempertahankan dan menjalankan tradisi yang sudah diwariskan dari para leluhur.
Apakah ada Sanksi yang diberikan Jika Melanggar Larangan Menggunakan Alas Kaki?
Tentu ada sanksi adat yang diberikan oleh Masyarakat Suku Baduy, mereka yang melanggar aturan adat akan dikenakan hukuman dan hukuman yang diberikan akan dimusyawarahkan dengan dipimpin oleh ketua adat (Jaro). Secara umum, pelanggaran adat di Suku Baduy dapat mengakibatkan sanksi yang bervariasi, seperti peringatan, pengasingan, atau bahkan pengusiran dari komunitas jika pelanggaran dianggap berat.
Orang yang melanggar mungkin akan diberikan peringatan pertama kali jika melakukan pelanggaran ringan, jika masih sering melakukan pelanggaran adat maka akan diasingkan dalam beberapa waktu, mereka harus bekerja tanpa mendapatkan upah dan mereka hanya akan menerima makan saja.
Namun, jika adat yang dilanggar termasuk dalam kasus pelanggaran berat, maka mereka akan diusir dari kelompok suku baduy dalam. Meskipun tidak ada sanksi spesifik untuk penggunaan alas kaki, pelanggaran tersebut pasti akan diatasi melalui proses yang sesuai dengan hukum adat mereka.
Berdasarkan teori hukum adat menurut C. Van Vollenhoven, Hukum Adat merupakan rangkaian aturan tingkah laku yang berlaku di Masyarakat, aturan tingkah laku tersebut memiliki sanksi sehingga disebut sebagai hukum, dan tidak terkodifikasi sehingga disebut sebagai adat.
Berbeda dengan Masyarakat Suku Baduy Luar, Masyarakat Baduy Luar diperbolehkan memakai sendal dan Sepatu. Alasan utama mengapa Masyarakat Baduy Luar diperkenankan mengenakan sandal adalah karena mereka memiliki lebih banyak fleksibilitas dalam menghadapi perkembangan zaman dibandingkan dengan Masyarakat Baduy Dalam.
Masyarakat Baduy Luar telah menunjukkan keterbukaan terhadap pengaruh luar dan mengintegrasikan beberapa aspek modern dalam kehidupan sehari-hari mereka, termasuk dalam hal berpakaian dan penggunaan teknologi. Dengan demikian, mereka dapat berinteraksi lebih luas dengan masyarakat di luar dan memanfaatkan fasilitas modern, seperti sandal atau sepatu, tanpa melanggar adat istiadat yang mereka anut.
Penulis: Nur Alifa
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News