Implementasi Nilai-Nilai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam Kesetaraan Gender dan Pendidikan di Suku Baduy

Kegiatan Pengabdian Masyarakat
Dokumentasi Kegiatan Mahasiswa (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Masyarakat Suku Baduy bertempat tinggal di Pegunungan Kendeng, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Suku Baduy mengisolasi diri dari perkembangan jaman, masyarakat Baduy masih hidup secara tradisional dan menyatu dengan alam.

Suku Baduy terdiri dari 2 macam yaitu Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam, perbedaan keduanya tidak jauh berbeda karena baik Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam masih hidup dengan cara tradisional sesuai adat leluhur mereka, jauh dari perkembangan jaman dan sangat bergantung pada alam sekitar mereka.

Bacaan Lainnya
DONASI

Perbedaan antara Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam lebih mengarah kepada pantangan yang ditaati masyarakatnya.

Sebagai suku yang masih hidup dengan cara tradisional, tentu Suku Baduy menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia maupun pemerintah daerah setempat.

Walaupun masih hidup dengan cara tradisional baik dari sisi sosial, budaya, kesehatan, agama, dan lainnya.

Namun Pemerintah melakukan pendekatan kepada Suku Baduy seperti mengedukasi masyarakat Baduy agar menggunakan fasilitas kesehatan seperti bidan, perawat, dokter untuk keperluan kesehatan seperti imunisasi, sakit, melahirkan, dan lainnya.

Masyarakat Baduy Luar sudah mulai menerima edukasi dari pemerintah setempat, namun tidak dengan masyarakat Baduy Dalam karena mereka masih sangat memegang erat adat istiadat mereka dan menggunakan cara tradisional untuk keperluan kesehatan, sosial, dan lainnya.

Jika meninjau dari kebijakan Pemerintah, saat ini negara-negara di dunia termasuk Indonesia memiliki kebijakan yang mengacu pada tujuan pembangunan berkelanjutan atau yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs).

Terdapat 17 tujuan dari SDGs diantaranya adalah kesetaraan gender dan pendidikan berkualitas.

Tujuan pembangunan berkelanjutan ini hendak dicapai pada tahun 2030, sesuai dengan mottonya “No One Left Behind”, Suku Baduy juga merupakan salah satu aspek penting dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Masyarakat Suku Baduy saat ini masih minim yang memperoleh pendidikan secara formal, namun ini bukan berarti SDGs tidak bisa diperkenalkan pada masyarakat Baduy.

SDGs dapat diperkenalkan kepada masyarakat Baduy dengan pendekatan yang tradisional dan sesuai dengan adat istiadat mereka.

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tentu diperlukan kekompakan dan kolaborasi yang baik dari setiap individunya baik itu perempuan maupun laki-laki.

Di Suku Baduy sudah menerapkan beberapa nilai-nilai kesetaraan gender dalam pendekatan tradisional seperti melakukan aktivitas berkebun yang dilakukan baik oleh perempuan dan laki-laki, tidak ada batasan bagi perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam.

Perempuan juga bebas membuat karya dan berkontribusi dalam perekonomian rumah tangga seperti melakukan aktivitas tenun yang kemudian hasil tenun tersebut dijual kepada wisatawan maupun secara online.

Implementasi nilai-nilai SDGs secara Tradisional dalam Bidang Kesetaraan Gender dan Pendidikan di Suku Baduy

Di masyarakat Baduy perempuan dibentuk dalam konsep budaya masyarakat setempat yang mampu menciptakan kesetaraan gender.

Konsep budaya tersebut antara lain adalah konsep Ambu, konsep Nyi Pohaci, dan konsep keseimbangan. Konsep ambu.

Dalam bahasa Baduy dapat diartikan sebagai ibu (perempuan) yang bersifat melindungi, memelihara, dan mengayomi seseorang.

Oleh karena itu, sosok ambu (ibu) dalam masyarakat Baduy sangat dihormati dan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Sehingga dalam menjalankan kehidupan sehari-hari seperti kegiatan berladang, laki-laki dan perempuan sama-sama bekerja menurut tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

Penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tentang kesetaraan gender (Gender Equality) dan pendidikan berkualitas (Quality Education) dalam implementasi berbasis tradisional masyarakat Baduy, mampu menciptakan kehidupan yang seimbang dan harmonis baik dalam hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan makhluk lain, maupun manusia dengan alam dan lingkungannya.

Sementara itu, sistem pendidikan yang diterapkan oleh masyarakat Baduy merupakan sistem pendidikan yang disesuaikan dengan amanat-amanat adat yang menjadi landasan utama dari sistem pendidikan di dalam masyarakat Baduy.

Nilai-nilai SDGs Secara Tradisional dalam Bidang Pendidikan di Suku Baduy

Masyarakat Baduy memperoleh pendidikan yang berasal dari kegiatan sehari-hari mereka seperti berladang, melakukan kerajinan, berjualan, dan hal lainnya yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Bagi masyarakat Baduy, pendidikan formal di sekolah merupakan hal yang bertentangan dengan adat istiadat mereka, sehingga mereka belajar dari alam dan aktivitas kesehariannya.

Hasil dari sistem pendidikan adat suku Baduy menciptakan pengetahuan yang membuat anak-anak Suku Baduy mengenal adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dimana tidak ada perbedaan yang signifikan baik laki-laki maupun perempuan.

Perempuan Suku Baduy juga diberikan akses dan kesempatan yang sama untuk menghasilkan sumber perekonomian lainnya seperti menenun kain.

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat suku Baduy mampu mengimplementasikan kesetaraan dan maupun pendidikan melalui pendekatan tradisional, serta mampu menciptakan kehidupan yang sejahtera dan dapat meminimalisir terjadinya ketimpangan relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan.

Kearifan lokal merupakan sebuah budaya yang melekat pada masyarakat yang secara langsung akan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.

Kearifan lokal suku Baduy memegang konsep keseimbangan yang disimbolkan pada pikukuh aturan adat yang menyiratkan bahwa segala sesuatu harus dijaga sebagaimana adanya, tidak boleh diubah-ubah atau direkayasa.

Sebab pengubahan atau perekayasaan akan berdampak negatif bagi masyarakat Baduy, yang nantinya akan menimbulkan kekacauan pada diri masyarakat

UMKM Tenun sebagai Penunjang Perekonomian Rumah Tangga Masyarakat Baduy

Dalam salah satu tujuan SDGs pada target ke 5.5 yakni menjamin partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.

Serta pada target ke 5.a yaitu melakukan reformasi untuk memberi hak yang sama kepada perempuan terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, jasa keuangan, warisan dan sumber daya alam, sesuai dengan hukum nasional (Bappenas 2019).

Kita dapat melihat penerapan kesetaraan gender dalam bidang perekonomian secara tradisional pada masyarakat Suku Baduy

Perempuan di Suku Baduy sejak kecil telah memiliki keterampilan menenun kain, kegiatan ini menjadi aktivitas yang dilakukan oleh perempuan Baduy untuk turut berkontribusi dalam perekonomian rumah tangga mereka.

Walaupun hasil penjualan dari kerajinan menenun tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka, namun hasil dari tenun ini turut membantu perekonomian rumah tangga di samping kegiatan berladang yang dilakukan baik oleh perempuan dan laki-laki di Suku Baduy.

Hal ini merupakan salah satu wujud kesetaraan gender di Suku Baduy, di mana perempuan tidak dibatasi dalam melakukan kegiatan perekonomian, bahkan beberapa perempuan di Baduy juga sudah mulai mengenal penjualan secara online.

Mereka juga menjual kerajinan tenun mereka di marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan lainnya.

Perempuan merupakan aspek penting dalam partisipasi ekonomi setidaknya perekonomian rumah tangga mereka, untuk itu perempuan perlu memiliki kemampuan untuk dapat menciptakan sebuah kreatifitas yang menghasilkan.

Kemampuan tidak selalu berupa pendidikan tinggi, dan ilmu pengetahuan, seperti di masyarakat Baduy, perempuan memiliki kemampuan kerajinan tenun.

Di sini perempuan Baduy sudah turut berpartisipasi dalam perekonomian rumah tangga mereka.

Dengan berpartisipasinya perempuan dalam perekonomian rumah tangga akan turut membantu pencapaian kesejahteraan masyarakat dari aspek perekonomian.

Dalam artikel yang dipublikasi oleh indonesia.go.id yang berjudul “Hampir 54 persen pelaku UMKM di Indonesia adalah kaum perempuan.

Dalam bidang investasi, kontribusi kaum perempuan 60 persen” hal ini menggambarkan bahwa perempuan memiliki kemampuan, kecerdasan, dan potensi yang besar untuk dapat berkontribusi dalam perekonomian bangsa setidaknya untuk perekonomian rumah tangga mereka.

Di Suku Baduy sendiri, kesetaraan gender sudah diterapkan tentunya dengan cara yang masih tradisional dan sejalan dengan adat istiadat mereka.

Perempuan juga tidak mengalami diskriminasi dalam kontribusi perekonomian rumah tangga mereka yang diwujudkan dengan UMKM tenun menjadi kegiatan perempuan Baduy untuk turut berpartisipasi dalam perekonomian rumah tangga mereka.

Banyak dampak positif dari partisipasi perempuan dalam Industri Kecil dan Menengah.

Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih mengatakan selain dapat mengembangkan industri di daerah dan membuka lapangan kerja bagi perempuan, partisipasi perempuan dalam Industri Kecil dan Menengah dapat meningkatkan sumber pendapatan, taraf hidup, kesejahteraan keluarga serta masyarakat, dan kemajuan daerah

Kesimpulan

Demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Suku Baduy merupakan masyarakat yang membatasi diri dari perkembangan globalisasi.

Namun wacana pembangunan global yang dikenal sebagai Sustainable Development Program (SDGs) memiliki moto “No One Left Behind” yang artinya “Tak Ada Satupun yang Tertinggal”.

SDGs memang tidak bisa masuk dan diterima oleh masyarakat Suku Baduy mengingat SDGs adalah bagian dari perkembangan jaman.

Namun sebagian konsep maupun nilai-nilai SDGs telah dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy seperti kesetaraan gender dan pendidikan (non-formal).

Baik perempuan dan laki-laki di Suku Baduy memiliki perannya masing-masing dan saling menghormati, perempuan dan laki-laki di Suku Baduy saling berkolaborasi memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan berkebun maupun membuat kerajinan.

Dan dalam hal ini perempuan tidak dibatasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi kreatif.

Sedangkan untuk pendidikan, perempuan dan laki-laki sama-sama dibekali ilmu pengetahuan yang turun-temurun diajarkan leluhurnya, selain itu mereka memperoleh pendidikan yang berasal dari alam tempat mereka hidup dan beraktivitas.

Ilmu pengetahuan yang mereka miliki misalnya seperti cara berkebun, teknik panen, kerajinan tenun, pengobatan tradisional, dan lainnya.

Dokumentasi:

 

Penulis:

  1. Chelsy Victoria
  2. Meltin Srisusanti
  3. Grace Jewilda Kole

Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Kristen Indonesia

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI